Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Endo Suanda: Ini Teater dengan Idiom Wayang Golek

ENDO Suanda, 72 tahun, adalah sutradara pertunjukan wayang golek berjudul Den Kisot yang digelar di Ruang Galeri Salihara, Jakarta, Ahad, 14 Juli lalu.

27 Juli 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Endo juga kreator yang menciptakan tokoh-tokoh wayang golek yang diadaptasi dari novel termasyhur Spanyol, Don Quixote de La Mancha, karya Miguel de Cervantes itu.

Menurut Endo, konsep pertunjukan Den Kisot pada dasarnya merupakan pementasan teater dengan wayang golek sebagai idiomnya. Bisa juga disebut sebagai teater boneka. “Ada penulis naskahnya, sutradara, tata lampu, dan pergerakan semua elemen di panggung diperhitungkan,” kata etnomusikolog yang juga mempelajari pedalangan dan wayang golek, tari, pembuatan topeng Cirebon, serta kebudayaan Baduy itu.

Kepada Anwar Siswadi, koresponden Tempo di Bandung, dosen etnomusikolog lulusan University of Washington, Amerika Serikat, itu membeberkan cerita di balik pementasan wayang golek Den Kisot di Studio Seni Tari Taman Budaya Jawa Barat di Dago, Bandung, awal Juli lalu. Berikut ini petikannya.

Den Kisot menggabungkan teater dan wayang golek….

Pada dasarnya pentas ini adalah pentas teater dengan wayang golek. Jadi bukan pertunjukan wayang golek dengan cerita Don Quixote, tapi pertunjukan teater Don Quixote dengan idiom wayang golek. Kalau kita lihat memang wayang golek, tapi tidak seperti biasanya. Ada penulis naskahnya, sutradara, tata lampu, pergerakan semua elemen di panggung diperhitungkan. Panggung wayang saya buat ada yang melengkung dan lurus menjadi pertunjukan atau rasa baru.

Awalnya bagaimana rencana pertunjukan ini?

Pertama, saya diminta Goenawan Mohamad (GM) membantu pertunjukan Don Quixote dalam wayang golek. Tiga-empat bulan lalu. Ini bagian Festival Don Quijote di Salihara, Jakarta. Tadinya saya enggak mau jadi sutradara karena sudah lama tidak membuat karya baru. GM sutradara, saya asistennya saja. Kami mau karya ini utuh, bukan hasil comot sana-sini. Setelah saya baca naskahnya, timbul gagasan-gagasan bagaimana memvisualkannya. Naskahnya dicicil, dikirim masih mentah, harus disesuaikan untuk pertunjukan. Itu tugas saya. Naskah dibagi menjadi sembilan adegan. GM kesulitan membuat adegan akhir, saya selesaikan adegan kedelapan-kesembilan sampai akhir.

Latihan menunggu naskah jadi utuh?

Enggak, kami mulai berlatih begitu dapat 20 persen naskah awal. Setelah baca adegan pertama-ketiga, saya hubungi Rodek pemusik (yang bermain kecapi). Nama dalang, asisten sutradara, dan seterusnya muncul dari dia. Waktu pertemuan pertama, GM sempat ragu terhadap dalang karena kesulitan menerjemahkan naskah. Tapi saya yakin bisa.

Kesulitan dalang wayang golek seperti apa? Tidak bebas mengimprovisasi cerita?

Harus ada, tapi terkontrol, terstruktur.

Siapa yang membuat wayangnya?

Ada perajin di Indramayu, Jawa Barat, yang membuat wayang tradisi, terutama topeng. Saya kenal baik ayahnya. Karyanya halus dan detail. Kayu yang dipakai namanya jaran. Kayu terbaik untuk bikin topeng, seratnya ulet tidak mudah pecah, tidak terlalu keras dan lunak, mudah dibentuk, tidak pernah kena rayap. Wayang golek sekarang kebanyakan pakai kayu albasia. Buat perajin di Indramayu, kayu albasia terlalu lunak.

Siapa yang membuat sosok karakternya?

Kami cari-cari kan ada filmnya juga. Wayang golek Don Quixote ini sempat dua kali dibuat. Rambutnya teknik tradisi, wajahnya tidak, diwarnai gradasi seperti melukis. Total ada 20-an wayang golek. Selain Don Quixote, Sancho, Cervantes, bangsawan, pendeta, Vanessa, pelayan Siti Badriah, itu yang utama. Lainnya, seperti wayang kulit, gunungan, pesan ke perajin lain. Kincir angin saya yang bantu bikin. Kostum kami buat sendiri. Ada modifikasi, ada campuran seperti kebudayaan kita. Walau wajahnya Spanyol, wayang golek tetap ciri khas Indonesia.

Bagaimana Anda mulai menggarap pertunjukan ini?

Saya mulai menggarapnya dengan musik. Dari musik ditemukan idiom gaya barunya. Ini tidak pakai gamelan. Instrumennya kecapi, gitar, biola, dan perkusi. Naskah ini absurd, enggak umum, abnormal. Imajinasi kami sejalan. Ada perhitungan dan yang tidak, itu semuanya melebur.

Berapa jumlah semua pemain?

Pemain ada empat orang musikus, seorang dalang, asistennya, dan narator sekaligus pemain. Total ada tujuh orang. Kami berlatih sejak awal Februari lalu.

Bisa dibilang ini teater boneka?

Bisa. Ada wayang golek dan kulit.

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus