Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PROGRAM vaksin berbayar menyeret Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir ke tengah polemik. Kimia Farma—perusahaan farmasi milik pemerintah yang berencana menyelenggarakan vaksinasi—dianggap mencari uang melalui program tersebut. Tudingan serupa dialamatkan kepada Erick. Dalam wawancara khusus dengan Tempo di rumah dinas menteri di Jalan Denpasar, Jakarta Selatan, pada Sabtu, 12 Juli lalu, Erick membantah terlibat merumuskan program vaksin berbayar dalam program Vaksinasi Gotong Royong.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anda disebut sebagai pihak yang mencetuskan program vaksinasi berbayar. Apa tanggapan Anda?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Demi Allah, saya tidak mendorong vaksinasi berbayar. Saya selalu konsisten berbicara mengenai vaksin gotong-royong. Kita tahu kalau politik itu diadu-adu.
Siapa yang mengusulkan program ini?
Saya tidak tahu. Kalau ada orang yang bilang ini ide saya, mari kita duduk di sini berdua sehingga enak menjadi gentlemen.
Apa alasan Kimia Farma meluncurkan program vaksinasi berbayar?
Pemikirannya untuk mempercepat vaksinasi. Kami uji coba dulu sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2021, lalu membuka delapan titik vaksinasi di bawah Kimia Farma. Saya melihat ini sebuah penugasan. Kami menjaganya jangan sampai ada korupsi.
Anda ikut mendorong agar peraturan Menteri Kesehatan (permenkes) itu terbit?
Tidak. Tapi apakah permenkes-nya kurang bagus? Saya lihat tidak. Kalau ada koreksi, itu biasa. Apalagi sudah ada anjuran dari Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kejaksaan.
Berapa proyeksi keuntungan Kimia Farma jika rencana ini berjalan?
Sesuai dengan batasan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, margin maksimal 9 persen. Itu sudah semuanya, termasuk risiko dan distribusi vaksin.
Mengapa Presiden Joko Widodo akhirnya membatalkan?
Presiden pasti mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak dan kondisi di masyarakat. Kita harus menghormati keputusan tersebut.
Presiden kabarnya marah karena derasnya kritik terhadap program vaksinasi berbayar.
Saya tidak pernah mendengar Presiden Jokowi marah mengenai hal ini.
Mengapa Anda sampai harus meminta maaf soal program vaksinasi berbayar saat rapat terbatas pada Jumat, 16 Juli lalu?
Saya mohon maaf dalam arti, “Pak, ada publisitas soal vaksinasi yang menimbulkan kegaduhan.” Saya minta maaf, tapi memang Vaksinasi Gotong Royong tetap dijalankan. Presiden menyetujui hal itu. Saya tidak berbicara sama sekali soal vaksinasi berbayar.
Kabarnya Anda diminta oleh Presiden mengkomunikasikan vaksinasi berbayar agar dapat diterima publik. Tanggapan Anda?
Saya selalu berbicara vaksin gotong-royong itu gratis karena karyawan dibayari oleh perusahaan. Saya juga terbuka kalau ada opsi sistem individu yang di-rembes ketika melakukan vaksinasi. Tapi peraturan Menteri Kesehatan tidak berbunyi seperti itu.
Jatah itu diduga bocor ke perusahaan media besar dan perbankan internasional yang tak mendaftar program gotong-royong.
Akan kami periksa informasi itu. Kalau memang ada, kami akan menegur dengan keras. Namun sebenarnya bisa saja sepanjang tidak menyalahi harga yang sudah ditetapkan pemerintah. Jika dia mark up harga, ya akan kami gigit.
Siapa yang membiayai Bio Farma untuk belanja vaksin gotong-royong?
Kami pakai dana cash flow perusahaan dan disiapkan skema pembiayaan oleh Himpunan Bank Milik Negara dan Maybank. Swasta juga membayar uang muka 50 persen untuk mendapatkan vaksin gotong-royong.
Ada dugaan program vaksinasi berbayar dibuat untuk menyerap vaksin Sinopharm yang kadung dibeli oleh perusahaan tapi tak kunjung digunakan.
Beda. Vaksin yang sudah terdistribusi sebanyak 1,5 juta dosis itu kedaluwarsanya sekitar Oktober-November. Pengiriman vaksin berikutnya kalau tidak salah expired Desember 2021 atau Januari 2022. Ada waktu sekitar lima bulan sehingga aman.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo