Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Hengky Setiawan malah berseteru dengan kawan seiring.
Saling gugat di pengadilan.
Majalah Forbes pernah mendaftarnya sebagai salah satu orang terkaya di Indonesia.
DALAM ingatan Mas’ud Khamid, Hengky Setiawan adalah sosok yang ulet dan cerdas. Mantan Direktur Sales PT Telkomsel itu beberapa kali menyerahkan penghargaan kepada perusahaan Hengky. Dalam acara Dealer Award di Paris, 25 Februari 2017, Telkomsel menetapkan Telesindo Shop sebagai peraih Best of the Best Award 2016.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Predikat terbaik di antara yang terbaik itu adalah yang ke-12 bagi Telesindo, berturut-turut sejak 2006. “Dia pebisnis tulen, cepat menangkap peluang bisnis,” kata Mas’ud kepada Tempo, Jumat, 16 Juli lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Banjir anugerah juga menimpa anak usaha Telesindo, PT Simpatindo Multi Media (Simpatindo). Dari kinerja 2016, Simpatindo meraih The Best Performance untuk area sentral Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi, The Best Performance buat kawasan Jakarta-Bogor-Tangerang-Bekasi dan Jawa Barat, serta 3rd Best Performance untuk Kalimantan, Bali Nusa Tenggara, dan nasional.
Mas’ud memuji sepak terjang Hengky dalam bisnis. “Dia mudah bergaul dan membangun relasi,” tuturnya. Mas’ud sekarang tak menjabat lagi di Telkomsel. Pada 2018, ia pindah ke Pertamina sebagai Direktur Pemasaran Retail, lalu pada 2020 menjadi Direktur Utama Pertamina Patra Niaga sampai 5 Mei 2021.
Cerita kehebatan Hengky Setiawan 15 tahun terakhir itu berbanding terbalik dengan situasi saat ini. Pendiri PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk ini menyandang status pailit. Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menetapkan status itu pada Jumat, 9 Juli lalu. Dalam putusannya, majelis hakim menetapkan PT Prima Langgeng Towerindo dan Hengky serta istrinya, Lim Wan Hong, dalam kondisi pailit dengan segala akibat hukumnya.
Komisaris Utama PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk Hengky Setiawan. Foto: tiphone.co.id
Hengky mengawali bisnis dengan berjualan telepon seluler bekas saat menjadi mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara, Jakarta, pada 1989. Pada tahun berikutnya, ia menjajaki dunia dealer, seiring dengan perkembangan operator ponsel Advanced Mobile Phone System yang dimotori PT Komselindo. Saat itu para dealer ponsel memakai sistem purchase order untuk membeli produk Motorola. Hengky ikut berjualan dengan sistem itu hingga berhasil menjadi dealer. Ia membuka toko telepon seluler pertamanya pada 1992.
Lima tahun kemudian, pria kelahiran 7 Juli 1969 itu mendirikan Telesindo Shop, bekerja sama dengan Telkomsel. Saat itu produk Telkomsel laris manis di pasar. Harga satu nomor telepon seluler bisa mencapai Rp 1 juta. Dengan modal hanya Rp 250 ribu per nomor, Hengky berlimpah untung dan terus mengembangkan usaha dengan menambah gerai.
Hingga pada 2008, Hengky mendirikan PT Tiphone Mobile Indonesia, perusahaan perdagangan perangkat telekomunikasi telepon seluler beserta suku cadang, aksesori, dan jasa reparasi. Perusahaannya bekerja sama dengan Samsung, LG, Huawei, dan BlackBerry. Selain itu, ia menjual pulsa melalui distribusi kartu perdana dan voucher prabayar Telkomsel.
Pada akhir 2016, Tiphone memiliki 200 cabang, 400 gerai, 96 pusat layanan, dan 250 ribu penjual kedua aktif yang tersebar di seluruh Indonesia. Hengky bisa memenuhi tuntutan Telkomsel yang meminta para dealer membuka gerai sebanyak-banyaknya di berbagai kota. Sukses berjualan voucher pulsa dan kartu telepon prabayar, Hengky mendapat julukan “Si Raja Voucher”.
Pada tahun-tahun berikutnya, Hengky makin ekspansif dengan mengambil alih beberapa perusahaan. Ia mengakuisisi PT Mitra Telekomunikasi Seluler Indonesia, PT Poin Multi Media Nusantara, dan PT Perdana Mulia Makmur untuk memperlebar jaringan usaha, termasuk dengan mengambil alih PT Simpatindo Multi Media pada awal 2015.
Pada Desember 2011, Tiphone mendapat izin dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan—sekarang Otoritas Jasa Keuangan—untuk menggelar penawaran umum saham perdana (IPO). Tiphone menawarkan 1,35 miliar saham (sekitar 25,23 persen) seharga Rp 310 per saham. Total uang yang terhimpun dari penjualan saham berkode TELE itu mencapai Rp 418,5 miliar. Perseroan menunjuk Sinarmas Sekuritas sebagai penjamin emisi.
Sejak saat itu, kerja sama Tiphone dengan Grup Sinar Mas berlanjut. Perusahaan Hengky mengasuransikan seluruh risiko kerusakan persediaan ke sejumlah perusahaan asuransi Sinar Mas, seperti PT Asuransi Sinar Mas dan PT Asuransi Sinar Mas Syariah.
Sinarmas Asset Management bahkan menjadikan TELE sebagai salah satu portofolio investasi. Pada 7 Maret 2018, perusahaan ini mengumumkan bahwa empat produk reksa dana Sinarmas Asset Management merajai daftar 10 besar imbal hasil (return) tertinggi dalam sebulan terakhir. TELE menjadi portofolio produk ketiga terbesar pada 2018, setelah PT Bank Central Asia Tbk dan PT Mayora Indah Tbk.
Dengan segala capaian tersebut, Hengky masuk jajaran orang terkaya di Indonesia versi majalah Forbes pada 2017. Saat itu, dengan 450 gerai, Tiphone mengumpulkan pendapatan US$ 2 miliar. Dalam wawancara dengan Forbes Indonesia pada 2011, Ketua Aston Martin Owners Club Indonesia ini mengaku memiliki 73 unit Mercedes-Benz, 2 unit sepeda motor gede Harley-Davidson, dan puluhan Vespa vintage. Ia juga punya kapal pesiar mewah seharga Rp 104 miliar merek Azimut buatan Italia yang memiliki lima kamar dan area pesta.
Halaman belakang rumahnya di kompleks mewah Pantai Mutiara Blok YJ, Pluit, Jakarta Utara, memang berupa kanal yang bisa dipakai lalu lalang kapal pesiar. Bersebelahan dengan Markas Unit Patroli Pantai Mutiara Direktorat Polisi Perairan Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya, kanal di belakang rumah Hengky tergolong paling luas karena berada di mulut Teluk Jakarta.
Perkongsian Tiphone-Sinar Mas berbalik menjadi permusuhan memasuki 2019. Pemicunya: miskomunikasi dalam pembayaran bunga keempat dan pelunasan pokok Obligasi Berkelanjutan II Tiphone tahap I 2019 yang jatuh tempo. Kustodian Sentral Efek Indonesia mencatat TELE harus melunasi utang jatuh tempo Rp 53 miliar pada 18 Februari 2020. Kekisruhan ini membuat otoritas bursa menyetop perdagangan saham TELE pada tanggal jatuh tempo itu.
PT Bank Sinarmas Tbk (BSIM) pun mendaftarkan permohonan gugatan terhadap PT Setia Utama Telesindo, Hengky Setiawan dan istrinya, serta Welly Setiawan dan istrinya pada 9 Maret 2020 ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sebaliknya, Hengky menggugat perdata Bank Sinarmas cs senilai Rp 5,7 triliun di pengadilan yang sama. Gugatan didaftarkan pada 13 April 2020.
Dalam buku biografinya, Nothing is Impossible, ia mengatakan tak ada tantangan dalam berbisnis yang tidak mungkin diatasi. “Semuanya bisa dijalani dengan learning by doing,” katanya. “Kegagalan dalam bisnis tak perlu ditakuti, jalani saja. Sebab, kegagalan memang mahal. Tapi dengan itulah kita bisa memahami dan menguasai bisnis.”
Sewaktu Tempo menyambangi rumahnya di Pluit pada 6 Juli lalu, dua orang tengah berjemur di yacht. Dua penjaga di halaman depan menerima surat permohonan wawancara. “Nanti saya sampaikan,” ujar seorang penjaga berkaus “Brimob” yang mengaku bernama Budi. Sejumlah mobil tampak terparkir di garasi. Beberapa lainnya berada di halaman depan. Salah satunya sport utility vehicle Lexus berkelir hitam. Hengky tak kunjung membalas surat tersebut.
KHAIRUL ANAM
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo