Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kasus Lain buat Sambo dan Lima Perwira

Kepolisian menetapkan Ferdy Sambo dan lima perwira bawahannya dalam kasus merintangi penyidikan pembunuhan Brigadir Yosua. Kasus lain menunggu setelah beredarnya kabar jaringan beking bisnis perjudian.

20 Agustus 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA — Penyidik khusus Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI memperluas pengusutan atas pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Polisi tidak hanya menetapkan Inspektur Jenderal Ferdy Sambo sebagai tersangka pembunuhan berencana Brigadir Yosua, tapi juga menjeratnya dalam tindak pidana perintangan terhadap proses penyidikan atau obstruction of justice.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Inspektur Pengawasan Umum Polri, Komisaris Jenderal Agung Budi Maryoto, menyatakan enam orang yang diduga melanggar etik patut diduga juga melakukan tindak pidana menghalangi penyidikan, yakni FS, BJP HK, AKBP ANT, AKBP AR, Komisaris BW, dan Komisaris CP. “Prasangka pasalnya akan ditingkatkan di penyidikan lebih lanjut," kata Agung di kantornya, Jumat, 19 Agustus 2022.  

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

FS adalah Ferdy Sambo, mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri. Adapun ketiga inisial lainnya adalah bekas Kepala Biro Pengamanan Internal (Paminal) Divisi Propam, Brigadir Jenderal Hendra Kurniawan; mantan Kepala Detasemen A Biro Paminal, Komisaris Besar Agus Nur Patria; dan Wakil Kepala Desatemen B Biro Paminal, Komisaris Besar Arif Rachman Arifin. Dua sisanya adalah mantan Kepala Sub-Bagian Pemeriksaan Bagian Penegak Etika Biro Pertanggungjawaban Profesi, Komisaris Baiquni Wibowo; dan mantan Kepala Sub-Bagian Audit Bagian Penegak Etika, Komisaris Chuck Putranto.

Lima perwira tersebut adalah anak buah Ferdy Sambo di Divisi Propam. Tiga di antaranya, yaitu Arif Rachman Arifin, Baiquni Wibowo, dan Chuck Putranto, juga tercatat sebagai bawahan Ferdy di Satuan Tugas Khusus Polri atau biasa dikenal sebagai Satgassus Merah Putih—sebelum tim ini dibubarkan oleh Kepala Kepolisian RI Jenderal Listyo Sigit Prabowo pada 11 Agustus lalu.

Ferdy sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir Yosua, ajudannya. Kemarin, ketika menyampaikan perkembangan pemeriksaan kode etik dalam kasus ini, tim penyidik khusus juga mengumumkan penetapan tersangka baru dalam kasus pembunuhan, yaitu Putri Candrawathi, istri Ferdy Sambo.

Dengan begitu, saat ini terdapat lima tersangka dalam kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir Yosua. Tiga tersangka lainnya adalah Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu, Brigadir Kepala Ricky Rizal, dan Kuwat Ma’ruf, sopir keluarga Ferdy Sambo.

Agung Budi Maryoto menjelaskan, dalam pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik profesi, timnya telah meminta keterangan 83 orang. Sebanyak 35 orang di antaranya telah ditempatkan dan direkomendasikan untuk ditempatkan di tempat khusus, salah satu prosedur dalam pemeriksaan pelanggaran kode etik profesi Polri.

Menurut Agung, Inspektorat Khusus bakal memulai sidang kode etik terhadap semua orang yang terlibat dalam rekayasa penanganan kematian Brigadir Yosua pada pekan depan. Saat ini, Divisi Profesi dan Pengamanan Polri tengah melengkapi pemberkasan terhadap sekitar 35 orang yang direkomendasikan melanggar etik.

Diduga Menghilangkan Barang Bukti

Direktur Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal Polri, Brigadir Jenderal Asep Edi Suheri, menyatakan enam orang yang terlibat tindak pidana obstruction of justice itu diduga telah menghilangkan, memindahkan, dan mentransmisikan digital video recorder (DVR) closed-circuit television (CCTV) di tempat kejadian perkara. “Kami memeriksa 16 saksi, mungkin nanti bisa berkembang. Dalam hal ini, kami bagi menjadi lima kluster,” kata Asep.

Kluster pertama, yakni tiga saksi, merupakan warga Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan. Kluster kedua merupakan empat orang yang mengganti DVR CCTV. Kluster ketiga adalah tiga orang yang ditengarai sebagai pelaku pemindahan transmisi dan perusakan CCTV. Kluster keempat merupakan sejumlah orang yang ditengarai menyuruh merusak barang bukti. Adapun kluster kelima merupakan empat orang yang diduga turut membantu proses perusakan alat bukti. 

Dari hasil pemeriksaan tersebut, polisi menemukan empat jenis barang bukti. Di antaranya external hard-disk, sebuah tablet, DVR CCTV di sekitar rumah dinas Ferdy Sambo, dan laptop milik tersangka obstruction of justice, Baiquni Wibowo. Bukti-bukti itu yang menjerat enam orang perwira Polri tersebut menjadi tersangka.

Mereka akan dijerat dengan Pasal 221 dan 223 juncto 55 dan 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang mengatur soal perintangan penyidikan. Selain itu, tim penyidik menambahkan sangkaan Pasal 32 dan 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang berkaitan dengan perusakan informasi elektronik.

Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Andi Rian Djajadi, menyebutkan pembunuhan berencana ini makin menjadi terang setelah mereka menemukan rekaman CCTV di sekitar rumah Ferdy Sambo. Padahal sebelumnya CCTV di rumah dinas itu disebut telah rusak dalam proses penyidikan awal. “Alhamdulillah CCTV yang sangat vital, yang menggambarkan situasi sebelum, saat, dan setelah kejadian di Duren Tiga, berhasil kami temukan,” ucap Andi.

Pengacara keluarga Ferdy Sambo, Arman Hanis, belum menjawab ketika ditanya ihwal dugaan obstruction of justice yang menjerat sejumlah perwira kepolisian, termasuk kliennya. Dia hanya merespons ketika ditanyai perihal penetapan tersangka terhadap Putri Candrawathi yang disinyalir terlibat dalam pembunuhan Brigadir Yosua. “Penyidik tentu memiliki pertimbangan sendiri dalam menetapkan klien kami, Ibu PC, sebagai tersangka,” tutur Arman, kemarin.

Adapun istri Brigadir Jenderal Hendra Kurniawan, Seali Syah, sebelumnya sempat bersuara bakal membela suaminya yang dicopot dari jabatan dan dijerat pelanggaran etik. Dia juga membantah suaminya berupaya menghalangi proses penyidikan, atau melarang keluarga korban membuka peti jenazah Brigadir Yosua. “Saya berdiri membela suami saya, yang tidak tahu apa-apa dalam kasus ini, untuk melindungi anak-anak dari jejak digital yang kejam karena umur mereka masih panjang,” ucap dia kepada Tempo, Sabtu, 13 Agustus lalu.

Kasus Lain Masih Menunggu Ferdy Sambo

Selain pengusutan kasus pembunuhan Brigadir Yosua dan perintangan penyidikan, temuan duit senilai ratusan miliar rupiah di salah satu rumah keluarga Ferdy Sambo kini menarik perhatian publik. Duit dalam mata uang dolar Singapura itu ditemukan tim penyidik Bareskrim Mabes Polri ketika menggeledah rumah di Jalan Bangka XI A Nomor 7, Mampang, Jakarta Selatan, pada 9 Agustus lalu.

Temuan duit bernilai jumbo ini mencuat di tengah beredarnya dokumen bertajuk “Kaisar Sambo dan Konsorsium 303” yang berisi informasi tentang jaringan polisi yang ditengarai berhubungan dengan bisnis perjudian online. Angka 303 merupakan pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang mengatur perjudian. Dalam dokumen tadi, nama Ferdy Sambo tertera di pucuk bagan jaringan.

Belum terang kebenaran informasi tersebut. Namun, Rabu lalu, 17 Agustus 2022, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. menyebutkan Ferdy Sambo memiliki kelompok yang kuat di institusi kepolisian. “Ini ada kelompok Sambo yang seperti menjadi kerajaan Polri sendiri di dalamnya. Seperti sub-Mabes yang berkuasa. Dan ini yang menghalang-halangi (penyidikan). Kelompok ini yang jumlahnya 31 orang itu sekarang sudah ditahan,” kata Mahfud ketika berbicara dalam bincang-bincang yang disiarkan platform YouTube Akbar Faizal Uncensored.

Sehari setelahnya, Kamis malam lalu, giliran Kepala Kepolisian RI Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang berbicara mirip-mirip. Listyo berjanji memberantas seluruh aktivitas perjudian online ataupun konvensional, termasuk pihak-pihak di intitusinya yang berupaya menjadi beking. “Saya tidak memberikan toleransi kalau masih ada kedapatan, pejabatnya saya copot. Saya tidak peduli apakah itu kapolres, apakah itu direktur, apakah itu kapolda, saya copot. Demikian juga di Mabes Polri, tolong untuk diperhatikan, akan saya copot juga,” tutur Sigit dalam video conference yang disiarkan di akun Instagram Divisi Humas Polri. 

Sigit tak menyebutkan langsung soal Ferdy Sambo atau dokumen yang beberapa hari terakhir beredar. Dia hanya menyatakan akan menindak beking kejahatan perjudian, narkotik, pertambangan ilegal, penyalahgunaan bahan bakar minyak (BBM) dan gas LPG, serta kejahatan lainnya. Kapolri memerintahkan seluruh jajarannya berkomitmen memberantas segala bentuk kejahatan yang meresahkan masyarakat. Sigit bahkan mempersilakan anggotanya yang tidak sanggup melakukannya untuk angkat tangan. 

Penasihat Ahli Kepala Kepolisian RI, Chairul Huda, menyebutkan pernyataan Listyo merupakan jawaban atas beredarnya informasi di masyarakat ihwal keberadaan dokumen bertajuk "Kaisar Sambo dan Konsorsium 303". “Ini sebenarnya untuk menggambarkan bahwa kalaupun ada Konsorsium 303 yang dijalankan Sambo dan kawan-kawan, itu bukan kebijakan Polri, itu penyalahgunaan. Buktinya, Kapolri melakukan serangkaian tindakan dan kebijakan bahwa tidak ada bekingan,” tutur dia. Chairul juga memastikan tim khusus kepolisian menelusuri temuan uang ratusan miliar rupiah di rumah Ferdy Sambo.

Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso, mendesak tim khusus kepolisian segera membuka hasil temuan uang senilai ratusan miliar rupiah di rumah Ferdy Sambo. Dia mendorong Polri mengungkap kasus ini dalam dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). “Karena ini menjadi pintu masuk untuk menelusuri asal-usul uang tersebut dari kegiatan apa,” ucap Sugeng. 

Dia juga mendesak kepolisian mengaudit seluruh kesatuan, termasuk Satuan Tugas Khusus Merah Putih yang pernah dipimpin Ferdy Sambo. Dia mengingatkan bahwa Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sudah berjanji untuk mengungkap kasus pembunuhan Brigadir Yosua dan skandal Ferdy Sambo secara menyeluruh. “Pak Kapolri sudah melangkah, sudah tidak bisa mundur, dia harus maju terus.”

AVIT HIDAYAT | ISTIQOMATUL HAYATI | ROSSENO AJI NUGROHO | EKA YUDHA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Avit Hidayat

Avit Hidayat

Alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas PGRI Ronggolawe, Tuban, Jawa Timur. Bergabung dengan Tempo sejak 2015 dan sehari-hari bekerja di Desk Nasional Koran Tempo. Ia banyak terlibat dalam penelitian dan peliputan yang berkaitan dengan ekonomi-politik di bidang sumber daya alam serta isu-isu kemanusiaan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus