Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEJAK suaminya disebut di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dua pekan terakhir, telepon seluler Linda Suryadi hampir tak pernah berhenti berdering. Koleganya silih berganti menelepon. Semua bertanya hal yang sama: benarkah suaminya tersangkut kasus cek yang kini membuat sejumlah anggota DPR menjadi terdakwa?
Kepada Tempo, Linda mengaku sebelumnya dia sama sekali tak tahu suaminya terlibat perkara ini. ”Saya jarang menonton televisi atau membaca koran,” kata ibu tiga anak ini. ”Saya baru tahu soal ini setelah ada telepon-telepon itu.”
Nama Suhardi alias Ferry Yen muncul dalam pengakuan Direktur Keuangan PT First Mujur Plantation & Industry Budi Santoso, dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, dua pekan lalu. Budi menyebut pembelian 480 lembar cek pelawat di Bank Internasional Indonesia melalui Bank Artha Graha atas pesanan Ferry. Cek perjalanan itu merupakan pembayaran uang muka pembelian lahan kelapa sawit 5.000 hektare di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.
Menurut Budi, awalnya Ferry minta pembayaran tanah itu dalam bentuk cek. Namun, ketika akan dilakukan pembayaran dengan tujuh lembar cek, Ferry tiba-tiba meminta pembayaran dilakukan dengan cek pelawat. Maka PT First Mujur meminta Bank Artha Graha menukar cek-cek itu dengan cek pelawat pecahan Rp 50 juta. Belakangan cek-cek itu mengalir ke tangan para anggota Dewan.
Sebagai orang yang disebut pernah ”memiliki” cek, keterangan Ferry jelas penting. Sebab, sejumlah keganjilan muncul di sini. Misalnya, bagaimana mungkin cek itu bisa sampai ke tangan DPR. Atau, mengacu pada keterangan Direktur PT Wahana Esa Sejati, Arie Malangjudo, yang mengaku diminta Nunun mengantar cek-cek itu, bagaimana mungkin cek Ferry sampai ke Nunun.
Tapi Ferry sudah meninggal. Menurut Linda, suaminya wafat tiga tahun silam. Komisi Pemberantasan Korupsi telah memastikan kematian itu melalui akta kematian Ferry yang dikeluarkan Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Jakarta Barat pada 15 Januari 2007. Menurut Kepala Suku Dinas Kependudukan Catatan Sipil Jakarta Barat Ahmad Fauzi, seluruh data kependudukan Suhardi Suparman sudah dibawa Komisi.
Berita kematian pria kelahiran 14 Juli 1957 itu juga muncul dalam iklan duka di media massa. Di situ disebutkan jenazahnya disemayamkan di rumah duka Rumah Sakit Dharmais dan dikremasi di krematorium Marunda pada 11 Januari 2007.
Mansyur, petugas Rumah Duka Rumah Sakit Dharmais, kepada Tempo membenarkan bahwa pada 7 Januari 2007 pernah disemayamkan jenazah dengan nama Suhardi Suparman alias Ferry Yen. Menurut dia, jenazah itu empat hari berada di Dharmais, lalu dibawa ke Krematorium Nirwana, Bekasi, untuk diperabukan. ”KPK juga pernah datang memeriksa nama itu,” kata Mansyur.
Istri Ferry mengaku belum pernah ditanya Komisi perihal suaminya. ”Saya tak pernah diperiksa,” ujar perempuan yang bekerja di sebuah kafe di gedung BRI di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, itu. Di persidangan, jaksa dan hakim pun tak ada yang mengorek perihal Ferry Yen.
Meski disebut-sebut sebagai pengusaha kelapa sawit, sejumlah pebisnis bahan baku minyak goreng itu di Medan atau Tapanuli umumnya tak mengenal Ferry Yen. ”Saya tak pernah mendengar nama itu,” ujar mantan Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Derom Bangun. Jawaban serupa disampaikan Sekretaris Gapki, Joko Supriyono. Asmar Arsyad, salah seorang pemilik kebun sawit di Sumatera Utara, juga menggelengkan kepala ketika ditanya perihal Ferry.
Tinggal di Jalan Alam Asri IV, Pondok Indah, Jakarta Selatan, beberapa tetangga hanya mengenal Ferry sebagai karyawan bank. Mereka menempati rumah itu mulai akhir 2006. ”Baru beberapa bulan tinggal di sana, ia meninggal,” ujar seorang warga kepada Tempo.
Tapi Linda membantah suaminya karyawan bank. Ia mengaku suaminya pedagang. Namun Linda tak tahu suaminya berdagang apa. ”Saya tidak tahu aktivitasnya di luar.” Menurut Linda, selama menikah dengan lelaki yang telah memberinya tiga anak itu, ia juga tak pernah berkumpul dengan keluarga besar suaminya. ”Saya tidak kenal siapa saja kakak atau adiknya.”
Linda mengaku terpukul ketika mendengar suaminya dihubung-hubungkan dengan skandal cek pelawat. Tapi sekarang ia bersikap masa bodoh saja. Katanya, ”Saya tak peduli nama Ferry jelek atau bagus.”
Ramidi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo