Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RIBUAN warga Jakarta menyambut dan mengelu-elukan Presiden Sukarno dan Perdana Menteri India Pandit Jawaharlal Nehru dari Pelabuhan Tanjung Priok menuju Istana Negara. Tentara dengan senjata lengkap mengawal rombongan dua kepala negara itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kapal penjelajah ringan INS Delhi merapat ke Tanjung Priok pada 7 Juni 1950. Nehru berdiri di dek berpagar tali didampingi putrinya, Indira Gandhi, dan dua cucunya. Dengan wajah semringah, Nehru melambaikan tangan kepada ribuan orang Jakarta dan komunitas India yang bersiap menyambutnya di darat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam film hitam-putih berdurasi 60 menit itu, narator menjelaskan bahwa Nehru datang ke Jakarta memenuhi undangan Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) Sukarno dan Wakil Presiden-Perdana Menteri Mohammad Hatta. Ia dijadwalkan berkunjung dan berkeliling di Indonesia selama sepuluh hari. Di ujung tangga kapal, Sukarno dan Hatta menyambutnya dengan pelukan. Juga Gubernur Militer Jakarta Kolonel Daan Jahja yang menyalaminya dengan hormat.
Foto-foto kedatangan Nehru serta iring-iringan dan sambutan gempita penduduk Jakarta terabadikan dalam foto yang tersimpan di arsip Indonesia Press Photo Services atau IPPHOS di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Perpustakaan Nasional, dan Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde (KITLV). Yang tak banyak orang tahu, kunjungan Nehru itu terdokumentasi dalam film.
Perdana Menteri Jawaharlal Nehru dan rombongan tiba di Pelabuhan Tanjung Priok disambut Presiden Soekarno dan Kepala Protokol Mr. Kusumo Utojo (kiri) dan Gubernur Militer Daan Jahja (kanan), Juni 1950. Dok. ANRI
Pada 5 Desember 2023, ANRI memutar arsip berharga itu di Gedung C. Film berjudul Pandit Nehru Visits Indonesia tersebut sudah dialihkan menjadi dokumen digital yang diserahkan oleh Kedutaan Besar Australia. Duta Besar Australia untuk Indonesia, Penny Williams, saat menyerahkan film itu kepada pelaksana tugas Kepala Arsip, Imam Gunarto, mengatakan bahwa film tersebut dokumen penting setelah Indonesia merdeka. “Kami merasa terhormat menyerahkan salinan film ini,” katanya.
Williams menambahkan, arsip film ini bisa menjadi sumber informasi penting bagi generasi Indonesia, Australia, dan India di masa datang. “Arsip audiovisual ini akan memperkaya koleksi kami, koleksi arsip yang sangat unik,” ujar Imam Gunarto.
Menurut Imam, ANRI tidak mempunyai arsip film ini. Dokumen asli rekaman ini ada di Australia. Penemuannya menyimpan cerita panjang.
Syahdan, peneliti sastra University of Melbourne, David Hanan, menemukan film ini secara tak sengaja saat meneliti arsip-arsip tentang Asia di National Film and Sound Archive of Australia (NFSA) di Canberra pada 1993. Hanan menemukan arsip itu dalam bentuk film 16 milimeter.
Film tersebut diproduksi oleh Perusahaan Pilem Negara (kini menjadi Produksi Film Negara/PFN). Sewaktu pertama kali menemukannya, Hanan menduga ANRI memiliki film aslinya. Ketika mencari konfirmasi ke ANRI, ia mendapat penjelasan bahwa badan arsip nasional Indonesia itu tak memilikinya, bahkan tak mencatat dokumen berharga ini dalam katalog. “Film ini hampir tak diingat meski ANRI menyimpan banyak foto kunjungan Nehru,” ucap Hanan pada 20 Desember 2023.
Hanan mencarinya ke PFN dan Dewan Kesenian Jakarta. Di sini pun ia tak menemukan film itu. Dia menyimpulkan arsip yang ia temukan di NFSA itu satu-satunya dokumen audiovisual kunjungan Nehru. Maka ia pun menyurati pemerintah Australia agar menyalin film tersebut ke dokumen digital sebelum menyerahkannya kepada ANRI.
Tak ada penjelasan cukup tentang film ini, juga tentang kru film. Tak ada nama sutradara, pimpinan produksi, kamerawan, editor, ataupun narator yang berbicara dalam bahasa Inggris. Film itu memperlihatkan pengambilan film dalam sudut pandang beragam, dekat hingga jauh. “Mungkin ada tiga, atau empat, atau lima kamerawan yang mengambil gambar kunjungan Nehru,” katanya.
•••
DALAM film itu, pidato dan kehadiran Jawaharlal Nehru di beberapa tempat juga dimunculkan. Di Jakarta, Presiden Sukarno berpidato di Istana Negara saat Nehru dan rombongannya tiba. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Sementara Mr. RM Sartono juga memberikan sambutan panjang di gedung parlemen, menyampaikan dukungan untuk kebebasan, kemanusiaan, dan demokrasi.
Nehru membalas sambutan-sambutan itu dengan mengatakan bahwa ia bahagia bisa kembali ke Indonesia. “Saya seperti bukan orang asing,” ujarnya. Nehru menambahkan, ia datang ke Indonesia untuk mendukung kemerdekaan dan mempromosikan kolaborasi negara-negara Asia.
Perdana Menteri India Pandit Jawaharlal Nehru menjamu Presiden Sukarno dan pejanat tinggi Di Kapal Delhi saat merapat di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Juni 1950. Dok. Perpusnas
Sukarno mengajak Nehru dan keluarga berkunjung ke Museum Nasional. Ia memamerkan arca-arca Hindu-Buddha. Di lapangan Monumen Nasional, Sukarno juga menyediakan panggung untuk Nehru. Penduduk Jakarta terlihat memadati area pidato dan khidmat mendengarkan kalimat-kalimat Nehru dalam bahasa Inggris yang diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh Sukarno.
Dari Jakarta, rombongan Nehru menuju Istana Cipanas di kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat. Sukarno mengenalkan kekayaan botani di Kebun Raya Cibodas sebelum bertolak ke Bandung. Di sepanjang perjalanan Cianjur-Bandung, rakyat Indonesia menyambut dan mengelu-elukan.
Setelah mendapat jamuan di kantor Gubernur Jawa Barat, Nehru dan Sukarno naik ke Gunung Papandayan di Garut. Dengan berjalan kaki, mereka mendekat ke kawah Ratu yang mengepulkan asap belerang. Dari Papandayan, mereka turun ke Citarum untuk menabur bunga. Setelah itu, film menyorot mereka bersantai di rumah-rumah Belanda menikmati teh di tengah perkebunan teh Malabar. Seperti di Jakarta, kunjungan di Bandung ditutup dengan pidato Sukarno dan Nehru di hadapan ribuan orang.
Dari Bandung, mereka terbang ke Jawa Tengah dan Yogyakarta. Mereka berkunjung ke Candi Borobudur dan Prambanan. Waktu itu Prambanan sedang dipugar. Nehru dan Indira Gandhi tampak terkagum-kagum pada warisan sejarah Nusantara. Kunjungan ke Jawa Tengah ditutup dengan berziarah ke makam Panglima Besar Jenderal Soedirman di Kusumanegara, Yogyakarta.
Presiden Sukarno, Perdana Menteri India Pandit Jawaharlal Nehru, dan istrinya Indira Gandhi, berkunjung ke Candi Borobudur, Juni 1950. Tropenmuseum
Surabaya menjadi tujuan kunjungan Nehru berikutnya. Seperti di kota-kota lain, rakyat Indonesia berdiri di sepanjang jalan yang dilewati Sukarno dan Nehru yang naik mobil dengan kap yang bisa dibuka ke Jawa Timur. Sultan Hamengku Buwono IX, yang menjabat Menteri Pertahanan, turut menemani keduanya.
Sukarno antusias memperlihatkan pesona Bali kepada Nehru dan keluarganya setelah menyelesaikan kunjungan di Surabaya. Di Tabanan, Sukarno kembali berpidato. Ribuan orang menyemut dan Nehru mengekspresikan kebahagiaannya tiba di Bali.
Arak-arakan seni tradisi Bali dari beberapa daerah, seperti barisan perempuan yang menyunggi sesaji, tarian barong, dan arak-arakan perkawinan adat, menyambut keduanya tiap kali mereka berkunjung ke desa-desa di Bali. Fatmawati, yang tengah mengandung Rachmawati Soekarnoputri, juga berpidato menceritakan keindahan Bali.
Kunjungan Nehru berkeliling Indonesia selesai. Rombongan kembali ke Jakarta naik pesawat. Saat perjamuan makan malam, Sukarno kembali menyuguhkan tari-tarian tradisional Indonesia dengan iringan gamelan dan alat musik asli dari tiap daerah. Pertama tarian Palembang, lalu tari Bali, kemudian tari Minang. Dari Jawa, ada tari Gambir Anom dan Gatotkaca Gandrung.
Perdana Menteri India Pandit Jawaharlal Nehru dengan komunitas Indoa di Bali, Juni 1950. Dok. Nehru Memorial
Kunjungan Nehru sesungguhnya kunjungan balasan Sukarno yang melawat ke India pada 23 Januari 1950. Waktu itu Presiden Rajendra Prasad mengundang Sukarno untuk perayaan kemerdekaan India. Nehru menyambut Sukarno sama megahnya.
Hubungan India dengan Indonesia terjalin lama. Sewaktu India mengalami krisis pangan, Perdana Menteri yang merangkap Menteri Luar Negeri, Sutan Sjahrir, mengirimkan 500 ribu ton beras pada 18 Mei 1946. Sebagai balasan, Nehru aktif memprotes agresi militer Belanda II pada 1947 di forum-forum Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Sukarno dan Nehru juga menjadi inisiator berdirinya gerakan nonblok di masa Perang Dingin. Adapun dengan Mohammad Hatta, Nehru pertama kali bertemu dalam kongres internasional “The League Against Imperialism and Colonial Suppression” pada 10 Februari 1927 di Brussels, Belgia. Hubungan Indonesia dengan India merenggang ketika Indonesia mendukung Pakistan yang Islam memisahkan diri dari India.
•••
DI Arsip Nasional Republik Indonesia, selain puluhan foto, tersimpan setumpuk arsip teks tentang kunjungan Jawaharlal Nehru. Pada kertas-kertas yang tipis dan mulai rapuh, terekam informasi dan surat-menyurat di sekitar kunjungan Nehru ke Indonesia.
Tempo menemukan sebundel dokumen surat-menyurat panitia penyambutan. Surat-surat itu menceritakan kekurangan dana penyambutan saat kunjungan Nehru. Laporan pertanggungjawaban itu rupanya baru selesai dalam lima tahun pada 11 Oktober 1955.
Seksi keuangan panitia penyambutan Nehru tertanggal 19 Maret 1951 kepada bendahara Panitia Penyambutan Presiden di Bali, misalnya, melampirkan kuitansi pengeluaran biaya di Bali sebesar Rp 75. Surat tersebut merespons surat 6 Maret 1951 dengan bukti kuitansi Nomor 137/4 sebesar Rp 5.513,50 untuk oleh-oleh perhiasan di Gianyar.
Presiden Soekarno bersama Perdana Menteri India Pandit Jawaharlal Nehru berkunjung ke Kawah Dunung Papandayan, Bandung, Juni 1950. Dok. Perpusnas
Ada pula dua lembar surat Keputusan Presiden RIS Nomor 182 Tahun 1950 tentang pembentukan kepanitiaan penerimaan Perdana Menteri Pandit Jawaharlal Nehru selama 7-18 Juni 1950. Presiden mengangkat Mr. Abdoel Karim Pringgodigdo sebagai ketua panitia dan 49 nama lain sebagai anggota kepanitiaan.
Surat itu juga menjelaskan segala pengeluaran untuk acara tersebut dibebankan kepada anggaran Badan-badan Pemerintah Agung RIS. “Pos pengeluaran umum dan pos mata anggaran untuk penerimaan tamu-tamu agung,” demikian bunyi poin ketiga dalam surat tersebut. Sukarno juga menunjuk Almatsir, pegawai Kementerian Keuangan RIS, sebagai pegawai kompatibel untuk mengurusi masalah pengeluaran tersebut.
Kini seluruh rekaman kunjungan Nehru itu terdokumentasi dengan lengkap. Dari surat, foto, dan kini rekaman audiovisual. Seperti dikatakan Duta Besar Australia Penny Williams, film ini rekaman berharga secuplik sejarah Indonesia yang mendokumentasikan diplomasi kedua negara setelah merdeka.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Ketika Nehru Berkeliling Indonesia"