Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RATUSAN papan bunga dukacita menutup ruas-ruas jalan di kompleks perumahan Kalibata Indah, di belakang Taman Makam Pahlawan Nasional, Jakarta Selatan, pada 17 Desember 2023. Hari itu Kuntoro Mangkusubroto wafat pada usia 76 tahun. Nama-nama pengirim bunga dukacita itu menunjukkan pergaulan dan karier Kuntoro yang luas: Presiden Indonesia keenam dan ketujuh, dua calon presiden, sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju, dan para menteri di kabinet-kabinet sebelumnya, pengusaha, akademikus, dan diplomat. Kuntoro adalah seorang tokoh nasional, pekerja kemanusiaan, pemikir, teknokrat, dan birokrat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kuntoro sudah tersohor jauh sebelum berkiprah di Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh dan Nias setelah wilayah itu dihembalang tsunami dan gempa 9,3 berkekuatan magnitudo pada 26 Desember 2004 yang menewaskan 200 ribu jiwa. Sebelum berkiprah di BRR, Kuntoro menjabat Direktur Utama PT Timah (1984-1989), Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara (2000-2001), serta Menteri Pertambangan dan Energi (1998-1999).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat doa bersama di hari ketiga kepulangan Kuntoro, Said Faisal—anggota tim BRR—bercerita Kuntoro seorang pemikir dan ahli strategi yang mumpuni. Ia mampu berpikir, menyusun strategi, lalu mengimplementasikan gagasannya itu di lapangan secara presisi. Pendeknya, seorang visioner. Kuntoro, misalnya, menekankan pentingnya segera merealisasi tempat tinggal layak bagi korban tsunami sehingga mereka bisa segera keluar dari tenda pengungsian.
Selama empat tahun di BRR, kepemimpinan Kuntoro terlihat dalam antusiasme keterlibatan berbagai pihak, baik dari dalam maupun luar negeri. Piagam perdamaian Helsinki 2005 memandatkan BRR bekerja sama dengan semua pihak, baik pemerintah maupun Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Di bawah BRR, Aceh bertransformasi setelah tsunami.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kemudian menunjuknya memimpin Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) pada 2009. Kuntoro memimpin UKP4 selama lima tahun hingga unit ini dibubarkan melalui Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2015 di era Presiden Joko Widodo.
Heru Prasetyo, Deputi BRR dan UKP4, bercerita bahwa unit ini didirikan di masa kedua pemerintahan Yudhoyono karena wakilnya, Boediono, menginginkan langkah konkret dalam implementasi janji kampanye. Seperti di BRR, Kuntoro kembali mengemban “mission: impossible”. Sebab, realisasi janji kampanye memerlukan gerakan yang bisa mengubah pendekatan business as usual dalam birokrasi.
Basis kerja UKP4 adalah melekatkan janji kampanye presiden dan wakil presiden dalam bentuk Prioritas Nasional untuk dilaksanakan dan “dikirim” ke publik. Pendekatan ini penting agar proses terjadi secara utuh dan end to end, dari penyusunan strategi, pembangunan enabling condition, hingga implementasi.
Dengan prinsip itu, UKP4 menetapkan standar tim yang mampu melaksanakan tugas delivery. Karena itu, ada ukuran detail teknis petunjuk pelaksanaan hingga matriks penilaian kinerja kementerian. Pelaksanaan program dan kolaborasi antarkementerian menjadi variabel keberhasilan sebagai upaya mengurangi siloed approach yang lazim dalam birokrasi.
Butuh orang-orang idealis dalam politik praktis, berintegritas di atas rata-rata, dan mempunyai beragam keahlian untuk mewujudkannya. Maka direkrutlah secara khusus staf dari berbagai latar belakang, seperti lembaga masyarakat sipil, konsultan, donor, dan akademikus, serta dunia usaha. Mereka harus menandatangani pakta integritas dan kerahasiaan negara. Mereka menjadi tim inti UKP4 yang mengirim program-program Prioritas Nasional kepada publik.
Perjumpaan saya dengan Kuntoro terjadi pada 2010. Pada waktu itu UKP4 sudah terbentuk dan saya sedang membantu Nila Moeloek sebagai Utusan Khusus Presiden untuk Millennium Development Goals (2010-2014). Nila Moeloek hendak melaporkan rencana program MDGs Award dan Pencerah Nusantara, inisiatif penguatan pelayanan kesehatan primer di seluruh Indonesia, karena sejak awal program ini akan melibatkan pemerintah serta kementerian teknis.
Kuntoro setuju UKP4 terlibat dalam finalisasi rencana dan seleksi para kandidat angkatan pertama Pencerah Nusantara. Heru Prasetyo bertugas memantau program ini. Pada 2013, UKP4 sedang menyiapkan posisi Presiden Yudhoyono sebagai anggota United Nations High-Level Panel of Eminent Persons (UN HLPEP) yang digagas Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Ban Ki-moon. UN HLPEP bertugas mengeluarkan dokumen rekomendasi yang menjadi landasan dari yang kita kenal hari ini sebagai Sustainable Development Goals (SDGs).
Nila Moeloek menugasi saya sebagai wakilnya di tim nasional penyiapan posisi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di UN HLPEP. Di sini, perjumpaan dan interaksi saya dengan Kuntoro makin intens hingga Nila Moeloek menugasi saya sebagai secondment di UKP4.
Dalam waktu singkat, saya mendapat banyak ilmu dari Kuntoro. Sebagai seorang pemimpin, ia punya standar tinggi dan ekspektasi semua stafnya mampu melaksanakan semua misi. Namun, di luar soal teknis kerja, Kuntoro merangkul dan memperlakukan semua stafnya dengan genuine dan penuh kehangatan. Kuntoro memperlakukan saya sama dengan anggota tim lain, meski datang belakangan dan berstatus secondment.
Di UKP4 juga saya bisa belajar bagaimana pemerintah bisa melibatkan semua pihak: masyarakat sipil, akademikus, dunia usaha, dan media. Dampaknya luar biasa. UKP4 selalu kaya dengan perspektif dan punya landasan data serta input dari beragam segi.
Sewaktu Nila Moeloek menjadi Menteri Kesehatan pada 2014 dan meminta saya menjadi staf khususnya, saya sowan kepada Kuntoro untuk meminta pendapatnya. Ia berpesan agar meneruskan Pencerah Nusantara.
Enam tahun kemudian, saat pandemi Covid-19 melanda, pesan Kuntoro meneruskan Pencerah Nusantara berbuah hasil. Pendekatan Pencerah Nusantara dimodifikasi menjadi respons pandemi. Kuntoro bersama Erry Riyana Hardjapamekas, Arif Surowijoyo, Heru Prasetyo, dan Arifin Panigoro mendorong pembentukan Pencerah Nusantara Covid-19 oleh pemerintah Jawa Barat yang diberi nama PUSPA.
Dari mereka yang datang melayat hari itu, Kuntoro terlihat sebagai seorang pemersatu, ciri seorang visioner. Banyak orang dari berbagai latar belakang hadir memberi kesaksian dan kenangan betapa Kuntoro seorang yang punya pemahaman luas dan mumpuni dalam banyak segi: dari pembangunan, perubahan iklim dan lingkungan, keberlanjutan, transportasi publik, tata ruang, geospasial, transparansi, hingga tata kelola pemerintahan.
Saya membayangkan, di berbagai sektor itu, Kuntoro seperti di UKP4. Ia memanggil staf-stafnya dengan panggilan kesayangan. Ada yang dipanggil burung walet, begundals, young guns, ujang, boy, girl. Di tengah-tengah itu, Kuntoro adalah pusatnya.
Dalam satu percakapan kami menjelang UN HLPEP menyerahkan dokumen rekomendasi di markas PBB di New York, Amerika Serikat, sambil menyesap kopi espresso kegemaran kami, saya minta pendapatnya ke mana saya harus melangkah setelah UKP4 dan Kantor Utusan Khusus Presiden Republik Indonesia untuk Millennium Development Goals berakhir. Jawaban Kuntoro membuat saya tertegun: “Saya adalah busur dan kamu anak panahnya. Tugas saya melontarkanmu, tapi seberapa jauh kamu terbang, itu tugasmu. What’s your patriotic call, girl?”
Mereka yang datang melayat itu, mereka yang lebih muda dari usia Kuntoro, adalah anak-anak panah yang beterbangan ke berbagai penjuru Indonesia dan dunia. Mereka tersebar di berbagai profesi, bidang, dan kecakapan. Kuntoro seorang penggugah yang selalu menjadi pencerah jalan gelap, membuat yang tak mungkin menjadi mungkin, mewujudkan sesuatu yang mustahil. Tak mengherankan jika pada September 2023 Kaisar Jepang menganugerahkan The Order of the Rising Sun, Gold and Silver Star atas keberhasilannya membangun kembali Aceh dan Nias setelah dilanda bencana hebat.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Seorang 'Busur', Seorang Visioner"