Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Food Court Pulau Reklamasi Diduga Tak Berizin, DKI Kecolongan?

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tak menganggap masalah dugaan pelanggaran perizinan food court di pulau reklamasi sebagai hal yang sangat penting.

25 Januari 2019 | 17.35 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tak menganggap masalah dugaan pelanggaran perizinan food court di pulau reklamasi sebagai hal yang sangat penting. Menurut dia, banyak lapak usaha tanpa izin berdiri di Ibu Kota sehingga ia mempertanyakan mengapa hanya food court di kawasan reklamasi yang menjadi sorotan.

Baca: Food Court Beroperasi di Pulau Reklamasi, Jakpro Lepas Tangan

"Ya, di samping Gedung Tempo juga barangkali banyak, tuh, yang pada jualan tidak pakai izin. Tapi, kok, ya, tidak diperhatikan," ujarnya di Balai Kota, Jakarta Pusat, Kamis 24 Januari 2019. "Kalau kami bertindak, itu wajar. Pelanggaran harusnya bukan kewajaran. Bahwa itu banyak terjadi, iya.”

Masalah food court atau pusat jajanan serba ada (pujasera) yang diduga beroperasi secara ilegal itu mencuat setelah beredarnya rekaman video yang menayangkan hiruk-pikuk keramaian pusat kuliner itu. Dugaan food court itu tak berizin muncul karena hingga sekarang status 932 bangunan di pulau reklamasi belum memiliki izin mendirikan bangunan (IMB).

Ratusan bangunan itu disegel langsung oleh Anies pada Juni 2018. Penyegelan dilakukan karena PT Kapuk Naga Indah selaku penggarap Pulau C dan D melakukan pembangunan tanpa mengantongi IMB.

Suasana food court di Pulau D Reklamasi Teluk Jakarta pada Rabu malam, 23 Januari 2019. Tempo/M Yusuf Manurung

Anies memastikan DKI akan menindak pelanggaran itu begitu menerima laporan. Namun Anies tidak memganggap perlu dirinya menggelar inspeksi mendadak ke Pantai Maju. "Tidak usahlah. Food court masa saya datang langsung? Tidak sepenting itu," ujarnya.

Gubernur mengatakan kawasan yang terbuka untuk umum seperti di Pulau D atau kini disebut Pantai Maju Jakarta itu memang membuat siapa pun bebas beraktivitas, tak terkecuali bagi yang ingin membuka tempat usaha. Apalagi segel tempat itu telah dilepas sejak akhir November 2018.

Segel di pulau reklamasi dilepas karena pulau C, D dan G telah diambil alih oleh Pemerintah Provinsi DKI. Hal itu sesuai dengan Peraturan Gubernur Nomor 120 Tahun 2018 yang menugaskan Jakarta Propertindo (Jakpro) sebagai BUMD Pemerintah DKI untuik mengelola pulau tesebut.

Berdasarkan pantauan Tempo pada Rabu malam,  food court berkonsep semi outdoor di Pantai Maju terbuka untuk umum. Sebagian besar meja dan kursi pengunjung tidak beratap. Selain ada sajian Sop Konro Karebosi Baru, di pusat kuliner tersebut antara lain terdapat Restoran Matambre serta Sate dan Sop Domba Afrika.

Seorang pedagang di food court itu mengaku telah berjualan di sana sejak 23 Desember 2018. Tempat itu ramai pengunjung terutama pada akhir pekan. "Di sini setiap malam selalu ramai, apalagi tahun baru kemarin ramai banget," ucapnya.

Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI Jakarta, Faisal Syafruddin, mengungkapkan pengembang dan pengelola food court di Pantai Maju wajib mendaftar sebagai obyek pajak. Namun hingga kini restoran-restoran di sana belum terdaftar sehingga tak membayar pajak. "Mereka belum mengajukan sehingga belum bisa kami lakukan pungutan," ujarnya.

Menurut Faisal, pemilik food court harus merampungkan IMB sebelum melapor sebagai wajib pajak ke pelayanan terpadu satu pintu DKI Jakarta. BPRD kemudian mengukuhkan dan menyerahkan nomor obyek pajak (NOP), lantas dilakukan pungutan pajak.

Kepala Dinas Cipta Karya Penataan Kota dan Pertanahan DKI, Benny Agus Chandra, tak memberikan kepastian soal pengawasan atas pelanggaran izin PT Kapuk Naga Indah, pengembang Pantai Maju. Dia hanya mengatakan tak tahu-menahu ihwal dugaan bangunan tanpa IMB. "Kalau Pak Edi (Kepala PTSP) mengeluarkan izin, berarti legal. Kalau tidak ngasih izin, berarti ilegal. Gitu aja, selesai."

Benny berjanji akan mengecek ke pengelola food court di Pantai Maju. Menurut dia, pemerintah daerah bakal melakukan penindakan bila ditemukan pelanggaran. Pengawasan pun terus dilakukan. Namun, dia melanjutkan, perusahaan pelat merah PT Jakarta Propertindo (Jakpro) yang mengelola prasarana, sarana, dan utilitas pulau reklamasi.

Kondisi pulau D reklamasi pasca Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengubah namanya menjadi Kawasan Pantai Maju, Senin, 3 Desember 2018. TEMPO/M Yusuf Manurung

Sekretaris Perusahaan Jakpro, Hani Sumarmo, menjelaskan bahwa pihaknya hanya diberi kewenangan untuk mengelola sarana utilitas, seperti lampu penerangan jalan, limbah, air, hingga kawasan pantai di pulau tersebut. "Tapi, kalau soal gedung, silakan tanya ke pengembang,” ucapnya.

Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta mengkritik Gubernur Anies yang dinilai membiarkan pelanggaran terjadi di pulau reklamasi. Koordinatornya, Nelson Nikodemus, menganggap Anies lemah jika berhadapan dengan PT Kapuk Naga Indah karena DKI tak bisa bertindak saat pengembang nekat membangun meski kawasan telah disegel.

Nelson pun berpendapat bahwa Gubernur Anies tak tegas menghentikan reklamasi di Teluk Jakarta. “Ini masalahnya, kalau Anies enggak tegas kami sudah melihat ini akan terjadi," ucapnya, Rabu lalu.

Menurut dia, upaya menghentikan reklamasi hanyalah cara agar tercipta kompromi dengan pengembang swasta. Seharusnya, Nelson menuturkan, sejak awal pemerintah DKI mengambil alih seluruh pengelolaan pulau dan menghentikan pembangunan oleh pengembang. Selanjutnya, DKI segera menuntaskan pembahasan dua rancangan peraturan daerah tentang reklamasi.

Baca: Ditunjuk Kelola Pulau Reklamasi, Jakpro Bentuk Tim dengan TGUPP

Pengacara publik di Lembaga Bantuan Hukum Jakarta tersebut juga mempertanyakan keseriusan Anies dalam menghentikan reklamasi seperti janji kampanye dalam pilkada DKI 2017. Nelson pun menyatakan pulau reklamasi seharusnya dibongkar sekaligus penjatuhan sanksi kepada pengembang. Pembiaran terhadap tindakan ilegal di pulau reklamasi hanya menguntungkan para pengembang dan pembeli properti mewah yang dijual dengan harga minimal Rp 3,2 miliar per unit.

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Avit Hidayat

Avit Hidayat

Alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas PGRI Ronggolawe, Tuban, Jawa Timur. Bergabung dengan Tempo sejak 2015 dan sehari-hari bekerja di Desk Nasional Koran Tempo. Ia banyak terlibat dalam penelitian dan peliputan yang berkaitan dengan ekonomi-politik di bidang sumber daya alam serta isu-isu kemanusiaan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus