Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Frasa ‘Ramah Lingkungan’ Dipertanyakan

Walhi menilai 17 kebijakan pemerintah DKI soal lingkungan tak berkualitas baik.

10 Januari 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Tumpukan sampah plastik yang mengotori sungai.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA - Aktivis lingkungan dan asosiasi pengusaha mempertanyakan pengertian frasa "ramah lingkungan" yang dinilai sumir dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 142 Tahun 2019 tentang Kantong Belanja Ramah Lingkungan. Ketua Umum Koalisi Pemantau Plastik Ramah Lingkungan Indonesia Puput T.D. Putra menilai, pemerintah DKI Jakarta tak memiliki konsep yang utuh dalam hal kebijakan penanganan sampah plastik di Ibu Kota.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DKI mengharamkan kantong kresek alias plastik sekali pakai karena sulit terurai. "Tapi kantong-kantong yang dianjurkan dalam peraturan gubernur itu juga banyak yang berbahan plastik. Ini kebijakan yang tak total," kata Puput kepada Tempo, kemarin. "Jadi, definisi ramah lingkungan itu apa?"

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Puput, bahan alternatif yang pas adalah plastik berteknologi oxo-biodegradable yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) serta tersertifikasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Plastik jenis ini dibuat dari serat tanaman yang dapat diurai lingkungan dalam dua hingga lima tahun. Rentang itu jauh lebih cepat dibanding plastik umum, yaitu 500-1.000 tahun. "Sudah tak ada mikroplastiknya dan mulai digunakan saat ini. Tapi belum serentak karena tak ada dukungan dari pemerintah," ujar dia.

Larangan penggunaan kantong plastik tersebut, Puput melanjutkan, diterapkan tanpa proses edukasi yang cukup pada masyarakat, khususnya konsumen dan penjual di pasar-pasar tradisional. Menurut dia, persoalan sampah plastik tak akan pernah terselesaikan selama DKI belum mampu mengatur pemilahan sampah serta menegakkan larangan pembuangan sampah di aliran sungai dan selokan.

Hal senada diungkapkan penasihat Himpunan Penyewa Pusat Pembelanjaan Indonesia Tutum Rahanta. Dia menyatakan DKI harus memberi penjelasan tentang kemasan alternatif dari plastik sekali pakai. Menurut Tutum, para pengelola dan pemilik toko retail tak keberatan dengan penggunaan plastik berbahan serat tanaman. "Harganya juga tak terlalu berbeda. Jadi, tak menjadi masalah sebenarnya."

Direktur Retail PT Sarinah Lies Permana Lestari mengatakan perusahaannya sudah memerintahkan penggunaan kantong plastik berbahan ketela atau singkong di semua cabang retail pelat merah itu sejak Agustus 2019. Plastik jenis ini diklaim mudah terurai dalam sebulan jika terkena air. "Kebijakan ini sudah dilakukan di beberapa kota, seperti Bogor dan Bali," kata dia. "Kami ikut dan mengajak semua pihak peduli lingkungan."

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta Tubagus Soleh Ahmadi menilai larangan plastik sekali pakai serupa dengan 16 kebijakan lingkungan Gubernur Anies Baswedan. Semua aturan tersebut, kata dia, tak memiliki kualitas yang baik dari perspektif perlindungan terhadap lingkungan.

Tubagus Soleh mencontohkan tidak disinggungnya penggunaan sedotan plastik dan kemasan styrofoam dalam ketentuan baru tersebut. Padahal, menurut catatan Walhi, sedotan dan styrofoam adalah jenis sampah sulit terurai yang paling sering menumpuk di saluran air dan tempat pembuangan sampah akhir. "Kami sudah bicara dengan Dinas Lingkungan Hidup DKI. Katanya akan diakomodasi, tapi faktanya tetap tak ada," kata dia.

Gubernur Anies Baswedan mengatakan alasan penerbitan Peraturan Gubernur 142 Tahun 2019 adalah sebagai langkah pencegahan bencana banjir. Menurut dia, berdasarkan data pengelolaan lingkungan dan sampah, timbunan plastik sekali pakai kerap ditemukan dan menyumbat saluran air. "Ini adalah bagian dari dorongan penyadaran perubahan lingkungan yang sangat luar biasa," ujar Anies.

M. YUSUF MANURUNG | IMAM HAMDI | FRANSISCO ROSARIANS

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus