Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Gaji Palsu Pegawai Negeri

29 Januari 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ni Wayan Sudiari, 24 tahun, adalah pegawai negeri sipil yang istimewa. Selama menjadi pegawai negeri, gadis asal Desa Petak di Gianyar, Bali, ini tak perlu ikut upacara bendera. Bahkan tak perlu masuk ke dalam kantor. Hebatnya lagi, dia menjadi pegawai negeri di lingkungan Dinas Pendidikan Bali tanpa perlu ikut tes.

Keistimewaan itu didapat karena dia punya koneksi dengan orang dalam. Kepada I Made Yasa, seorang staf di Dinas Pendidikan Bali, dia menyerahkan ijazah SMU dan uang Rp 10 juta, Agustus tahun lalu. Bulan berikutnya, Sudiari bersama enam orang temannya langsung mendapat Nomor Induk Pegawai berikut seragam plus surat tugas. Tugasnya mengawasi anggaran rehabilitasi gedung SD/MI se-Bali, dengan jabatan pengatur muda golongan II A. Jabatan mentereng.

Masalah muncul ketika beberapa kepala sekolah mulai mengeluh. Di sela-sela tugas mengajar, mereka harus menerima dan melayani tamu dadakan itu yang terkadang memberi perintah tak terduga. Sejumlah kepala sekolah mulai melaporkan keberadaan Sudiari ke Dinas. Ternyata nama Sudiari dan keenam rekannya itu tidak pernah tercantum sebagai pegawai negeri. ”Surat tugas yang mereka bawa palsu,” kata Tia Kusumawardhani, Kepala Dinas Pendidikan Bali. Dinas kemudian mengusut kasus ini.

Made Yasa bertindak cepat. Dia memberi cuti panjang pada ”para pegawainya”. Alasannya, tugas mereka sedang dialihkan ke pegawai lain. Bebas tugas lebih dari sebulan membuat Sudiari curiga. Dia melaporkan atasannya, Yasa, ke polisi tiga pekan lalu. Polisi pun menangkap Yasa. Menurut Kapolres Gianyar, Ajun Komisaris Besar Polisi Gede Alit Widana, praktek serupa berlangsung sejak 2005. Bahkan sudah 36 orang yang mengaku menjadi korban.

Sudiari dan kawan-kawannya pun terbengong menyadari telah ditipu setelah sekian lama. Selama ini mereka tak menaruh curiga karena setiap datang ke kantor Dinas Pendidikan di kawasan Renon, Denpasar, Made Yasa selalu mencegat mereka di pintu gerbang. Made Yasa kemudian memberi tugas lapangan dengan uang saku Rp 60 ribu sekali jalan. Mereka makin yakin karena setiap bulan mendapat gaji Rp 1 juta selama dua bulan, yang diberikan langsung oleh Made Yasa. Merasa malu, kini Ni Wayan mengurung diri di rumah sambil menghitung ketekorannya karena sudah menyerahkan Rp 10 juta. Baju seragam kebanggaannya kini terlipat rapi dalam lemari, tak lagi pernah disentuhnya.

Sebelum 40 Nyawa

Begitu matahari tenggelam, jalanan di Kecamatan Blega, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, langsung kosong. Penduduk mengunci pintu rumah dan bergantian terjaga melawan kantuk dalam rumah masing-masing.

Suasana menyeramkan itu bermula ketika dua orang ditemukan meninggal mendadak dan agak misterius sebulan silam. Mereka meninggal tiba-tiba seperti orang tercekik dengan lidah menjulur, plus sekujur tubuh gosong layaknya terbakar. ”Warga Blega percaya itu ulah hantu cekik yang mencari mangsa,” kata Arifin, seorang warga setempat.

Cerita hantu cekik pun berkembang. Kabarnya, hantu itu datang tiba-tiba dengan wujud sepasang tangan tanpa tubuh tiada kepala. Tangan itu hinggap kuat di leher lalu mencengkeram hingga korban meninggal. Warga Blega meyakini hantu cekik ini adalah sosok jadi-jadian dari seseorang yang mencari kekayaan melalui ilmu hitam. Hantu ini bisa pula beralih rupa menjadi anjing hitam saat masuk ke pekarangan rumah. Cerita yang berkembang: sang hantu baru berhenti mencari korban jika sudah menyetorkan 40 nyawa ke akhirat. Jika syarat itu terpenuhi, maka penganut aliran hitam ini bisa menyedot kekayaan orang lain.

Karena baru jatuh dua korban, setiap malam penduduk waswas, takut mendapat giliran berikutnya. Mereka berjaga, berharap bertemu anjing hitam melompat ke pekarangan. Namun, hingga kini tak seekor pun anjing hitam mereka temui yang bisa menjadi kambing hitam. Maklum saja, warga Madura memang menganut mazhab haram memelihara anjing.

Setelah hampir tiga pekan hantu cekik terus meneror rasa takut, penduduk mulai mencari jalan lain. Setiap rumah melakukan selamatan sebagai tolak bala pekan lalu. Mereka menyiapkan hidangan utama ketupat dan opor ayam. Keluarga yang tidak mampu membeli ayam, boleh menggantinya dengan telur ayam. Mungkin me-reka berharap sang hantu tidak lagi mencekik, cukup menggelitik saja. Kan sudah disuap opor.

Agung Rulianto, Rofiqi Hasan (Denpasar), Sunudyantoro (Bangkalan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus