BERJALAN di kota Denpasar sekarang ini serba payah. Pakai
kendaraan suka macet, jalan kaki bergelimang lumpur. Karena
akhir-akhir ini jalan-jalan dalam kota sedang dibongkar untuk
pemasangan kabel telepon, kabel listrik, atau perbaikan jalan
itu sendiri dengan gotnya. Susahnya tentu saja pekerjaan
gali-menggali ini tak klop. Misalnya setelah jalan dan got
diperbaiki dengan dana Inpres, tak lama kemudian jalan kembali
dibongkar kecil-kecil untuk pemasangan pipa air minum. Belum
rapi ditutup, muncul pemasangan kabel telepon, kemudian menyusul
lagi kabel listrik. Semuanya dalam tanah.
Yang pusing adalah Bupati Badung I Dewa Gde Oka. "Tak bisa
dihindari, uangnya lain-lain, keluarnya tidak bersamaan",
katanya. Lagi pula "kordinasi antar instansi ini memang sulit".
Tetapi yang merisaukan adalah pembongkaran-pembongkaran jalan
belakangan ini tidak memperhatikan petunjuk DPU Kabupaten
Badung. "Banyak pipa air minum yang rusak karena ditubruk benda
tajam waktu penggalian pemasangan kabel telepon", kata seorang
pejabat PAM Denpasar.
Karena peringatan saja tidak cukup, dan untuk memperkuat dasar
hukumnya, Pemda Badung bersama PAM Denpasar membuat pengumuman
bersama melalui iklan di harian daerah. Isinya, "barang siapa
yang merusakkan pipa air minum di dalam tanah diwajibkan
membayar ganti rugi". Besarnya berkisar antara Rp 500.000 sampai
Rp 60 juta. "Sebenarnya kalau penggalian itu memperhatikan peta
yang dibuat PU, tidak akan terjadi tubrukan", kata pejabat PAM
tadi.
Dituntut
Yang disorot secara ramai memang penggalian untuk memasang kabel
telepon. Sasarannya tentu pihak Telekom. "Itu salah alamat,
malah pihak Telekom sendiri sudah mengajukan tuntutan Rp I juta
karena kabel telepon banyak yang rusak oleh penggalian itu",
berkata I Gusti Ngurah Oka Bc TT, Kepala Daerah Telekomunikasi X
Nusa Tenggara kepada koresponden TEMPO. Ngurah Oka lalu
menjelaskan duduk perkaranya, agar pihaknya tidak lagi dituding
atau disindir.
Pemasangan jaringan kabel telepon baru di kota Denpasar
sepenuhnya ditangani oleh Pusat dan akan selesai bulan Agustus
tahun ini. Pelaksananya ditunjuk sebuah pemborong dari Inggeris,
yakni BICC. Ngurah Oka mengakui memang banyak pipa air minum
yang bocor akibat penggalian itu, tapi kabel telepon juga ada
yang kena gaet. Sejumlah jaringan untuk Denpasar bagian selatan
rusak oleh penggalian ini. Pihak Telekom mengajukan ganti rugi
Rp 1 juta kepada pemborong. Tuntutan itu masih dalam proses.
Soal gali lobang tutup lobang ini Ngurah Oka sependapat bahwa
pelaksana tidak melakukan kontrol ketat terhadap kerja
buruh-buruh tukang gali yang semuanya dari luar daerah Bali.
Pembongkaran dilakukan seenaknya dan tidak menutup lagi galian
walaupun kabel sudah ditanam. "Saya sudah berkali-kali
menasehatkan agar setelah membongkar menutup kembali dengan
baik, tetapi tidak diperhatikan", keluh Ngurah Oka.
Dan ada kasus begini. Pernah seorang anggota polisi menempeleng
buruh galian ini, karena lobang di muka rumahnya tidak
ditutup-tutup padahal sudah dijanjikan akan dirapikan. Ada pula,
yang punya rumah memberi uang semir pada buruh tukang gali itu,
tapi yang banyak malah buruh itu sendiri yang minta imbalan.
Kalau tidak, lobang di muka rumahnya tak akan ditimbun.
"Pokoknya pengaduan banyak dan macam-macam, dan selalu
dialamatkan kepada kami seolah-olah pemasangan kabel telepon itu
tanggung jawab Telekom", Ngurah Oka menjelaskan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini