PENDUDUK kota Malang memang tidak kehausan. Tapi dari sekitar «
juta jiwa warganya baru 23% di antaranya yang menikmati air
bersih dari PAM. Dan dari jumlah langganan yang ada dan setia
membayar bea tiap bulan, hanya 25 saja yang menerima kucuran
air secara tetap melalui kran di rumah masing-masing. Mereka
yang beruntung ini adalah warga kota yang tinggal di sekitar
Jalan Ijen, tempat bermukim para pejabat dan mereka yang lazim
digelari cukong.
Selebihnya air hanya menetes dengan ragu, bahkan ada yang kering
samasekali. Karena sudah tercatat sebagai langganan. maka
golongan yang hanya menerima tetesan ini tetap dengan setia
melunasi pembayaran di kantor PAM. Kepala PAM Kodya Malang,
Soedjojo, maklum akan hal ini, barangkali karena sudah terlalu
banyak keluhan menampar telinganya. "Sebaiknya para langganan
yang tak pernah menerima air bersih itu mengajukan permohonan
berhenti sementara sebagai langganan", anjur Soedojo. Tapi
kalau keadaan air minum sudah baik, apakah para bekas langganan
ini dapat mudah mengajukan permohonan menjadi langganan lagi?
"Gampang, nanti diatur". sahutnya.
Angkat Telepon
Bagi warga kota yang beruntung dapat menerima kucuran air PAM
secara cukup itu, tak dengan sendirinya tinggal memutar kran. Di
sekitar jalan Ijen tadi pada umumnya para penghuni harus
memasang pompa penghisap sehingga air mampu masuk ke dalam bak
penampung. Jika tak demikian keadaannya akan sama saja: menetes.
Makin besar daya sedot sang pompa, makin banyak air yang
menyembur. Tapi ini berarti tetangga sekitar yang menggunakan
pompa dengan daya sedot kecil tak akan mendapat bagian air.
Kira-kira di sini berlaku ketentuan: si kuat menelan yang lemah.
Untung akhirnya para warga di Jalan Ijen suka berdamai: angkat
telepon kepada tetangga agar bergantitian memasang pompa
penyedot.
Ramai soal pompa sedot rupanya mengilhami Balaikota Malang
untuk mengeluarkan Peraturan Daerah nomor 7 tahun 1976. Isinya:
pemakaian pompa air dikenakan retribusi Rp 5.000 perbulan untuk
pompa listrik yang menyedot langsung dari saluran: Rp 1.500
per-bulan yang menyedot dari sumur. Bahkan juga pompa tangan: Rp
500 per-bulan, dari manapun ia menyedot air.
Air minum kota Malang sekarang berasal dari sumber di Batu
(Malang barat), Dinoyo dan Betek. Dari ketiganya debet air yang
mampu dicurahkan tercatat 265 liter per-detik. Namun perluasan
bukannya tak direncanakan. Dengan bantuan kredit lebih dari Rp 2
milyar dari Bank Dunia di tahun 1979 nanti debet air sudah akan
mencapai 765 liter setiap detik. Jadi, di samping masih harus
menunggu dua tahun lagi juga debet air yang sekian itu baru
mampu membasahi 45% warga kota.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini