Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Gali Lobang. Tutup Kredit

PT Gapermigas membuka usaha yang bergerak mengantar minyak tanah ke rumah-rumah di Jakarta. Dirut dan direktur I diadili karena penyalah-gunaan keuangan.

9 April 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEORANG yang sedang memikul 4 kaleng, dengan baju compang camping dan keringat mengucur, sambil keliling berteriak: "Minyak, minyaak". Kebiasaan itu dicoba dihilangkan. Karena selain sangat memeras tenaga si pemikul dan hanya bisa mendatangkan sesuap nasi, juga tidak banyak berkembang. Maka pimpinan PT Gapermigas merintis jalan membentuk PT Antar Rumah Minyak Tanah (Antarmita) di Jakarta. Kelak akan dikembangkan ke daerah-daerah lain. Tapi rencana ini meleset. Mobil-mobil pick-up dengan tabung-tabung minyak tanah yang masuk ke pelosok Jakarta ternyata didapat dengan uang yang bukan semestinya. Uang yang seharusnya disetorkan Gapermigas kepada Pertamina, dimanfaatkan dulu oleh pengurus Gapermigas. Proyeknya antara lain pool kendaraan di Plumpang, pembelian tanah dan melengkapi sarana Gapemligas. Jumlah yang dibelokkan penggunaannya itu mencapai Rp 584 juta lebih. Itu kumpulan dari setoran para anggota Gapermigas di seluruh Indonesia yang mendapat kredit pembelian truk dari Pertamina. Untuk pertanggungjawaban keuangan ini Direktur Utama Gapermigas, J.S. dan Direktur I, Haji M.P. kini diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Keduanya sekarang sudah tidak mengurus Gapermigas. Desas-desus Gapermigas sewaktu dipimpin JS mendapat kepercayaan untuk mengumpulkan setoran kredit 2000 truk tangki. Mereka sudah berhasil mendapatkan sekitar 600 buah. Berkat kepandaiannya jugalah JS bisa mencarikan kredit mobil sebanyak itu. Gapermigas sendiri, punya modal hanya Rp 1,4 juta. Kemudian tambah beberapa juta. Lalu JS cari kredit ke Bank Amerta. Tapi program Gapermigas terlalu banyak. Awal kekeliruan JS terjadi ketika Gapermigas ditagih Bank Amerta Rp 17 juta. Yang ada di Gapemnigas hanya uang setoran, dan itu juga yang kemudian dipakai untuk melunasi bank tersebut. "Penyelewengan kedua adalah akibat gagasan saya", begitu pengakuan M.P. dalam pemeriksaan pendahuluan. Pernah terdengar desas-desus bahwa di Jakarta akan ada larangan memarkir truk minyak di pinggir jalan atau di depan rumah. Sedangkan untuk penyaluran minyak, banyak digunakan truk. Capermigas berniat mendirikan pool truk di Plumpang dengan biaya Rp 280 juta. Yang Macet M.P. sebagai pimpinan proyek itu mengakui mendapat keuntungan Rp 45 juta. Untuk mendirikan Antarmita, Gapermigas menyisihkan Rp 65 juta plus inventaris Rp 30 juta. Ada juga uang setoran (yang dimasukkan sebagai saham pada PT Carte Blanche Indonesia) Rp 45 juta. Meskipun Gapermigas banyak pinjaman, tapi sempat punya piutang Rp 70 juta. Seluruh uang yang seharusnya disetorkan Gapermigas ke Pertamina ada Rp 584 juta. Karena Gapermigas telah menunjukkan stabilitas penyaluran minyak sesuai dengan garis Pertamina, maka direktur utama Pertamina, Ibnu Sutowo pada 7 Oktober 73 memberi penghargaan kepada pimpinan Gapermigas. Tapi suasana yang baik itu tidak berlangsung lama. Pertamina sendiri kemudian dilanda krisis. Akibatnya setoran Gapermigas yang macet itu ketahuan. Tadinya harta Gapermigas akan dioper Pertamina untuk melunasi kemacetan itu. Tapi rupanya ada jalan lain. Meskipun kontrak kredit truk ditandatangani Pertamina Pusat dengan Gapermigas Pusat, tapi ternyata kemudian Pertamina langsung menagih pada para pengusaha minyak yang mendapat kredit truk. Anehnya mereka mau membayar sedangkan sebenarnya mereka sudah membayar lewat bank yang dikirim atas nama Gapermigas. Menurut keterangan, para pengusaha minyak itu terpaksa membayar dua kali karena takut dihentikannya penyaluran minyak kepada mereka. "Saya tidak mau memberi keterangan, karena sidang sedang berjalan", kat. J.S. kepada Slamet Djabarudi dari TEMPO pekan lalu. Menurut JS, ia khawati dituduh mempengaruhi jalannya persidangan. "Sejak semula terus terang saya katakan Gapermigas tidak punya harta yang berarti, kecuali bidang usaha perdagangan minyak tanah", kata JS. Dalam berita acara di kejaksaan JS menjelaskan bahwa ketika mendapat kredit Rp 100 juta dari Bank Bumi Daya Gapermigas tidak mempunyai jaminan berupa barang atau uang cukup. Pernah juga pinjam Rp 100 juta dengan jaminan hanya Rp 10 juta. Lalu pernah pula mendapat kredit kendaraan Rp 12 juta dengan jaminan barang yang dikreditkan itu sendiri. Dari sekian kali kredit ke Bank Bumi Daya, yang macet Rp 260 juta. JS dan MP dituduh Jaksa Fadenan SH, primer, melanggar pasal 374 dan, subsider, pasal 378 KUHP. Mereka berdua, didampingi Pembela Soeprapto SH, diperiksa majelis hakim yang diketuai J.Z. Loudoe SH dengan Hakim Anggota Hoengoedidjojo SH dan Indra Malaon SH. Baik JS maupun MP memimpin Gapermigas sejak didirikan 17 Mei 1968 sampai diberhentikan dua tahun lalu. Kemudian mereka digiring jaksa akibat pengaduan pengurus baru Gapermigas karena tuduhan melakukan penggelapan dalam jabatan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus