SEORANG yang sedang memikul 4 kaleng, dengan baju compang
camping dan keringat mengucur, sambil keliling berteriak:
"Minyak, minyaak". Kebiasaan itu dicoba dihilangkan. Karena
selain sangat memeras tenaga si pemikul dan hanya bisa
mendatangkan sesuap nasi, juga tidak banyak berkembang. Maka
pimpinan PT Gapermigas merintis jalan membentuk PT Antar Rumah
Minyak Tanah (Antarmita) di Jakarta. Kelak akan dikembangkan ke
daerah-daerah lain.
Tapi rencana ini meleset. Mobil-mobil pick-up dengan
tabung-tabung minyak tanah yang masuk ke pelosok Jakarta
ternyata didapat dengan uang yang bukan semestinya. Uang yang
seharusnya disetorkan Gapermigas kepada Pertamina, dimanfaatkan
dulu oleh pengurus Gapermigas. Proyeknya antara lain pool
kendaraan di Plumpang, pembelian tanah dan melengkapi sarana
Gapemligas. Jumlah yang dibelokkan penggunaannya itu mencapai Rp
584 juta lebih. Itu kumpulan dari setoran para anggota
Gapermigas di seluruh Indonesia yang mendapat kredit pembelian
truk dari Pertamina. Untuk pertanggungjawaban keuangan ini
Direktur Utama Gapermigas, J.S. dan Direktur I, Haji M.P. kini
diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Keduanya sekarang
sudah tidak mengurus Gapermigas.
Desas-desus
Gapermigas sewaktu dipimpin JS mendapat kepercayaan untuk
mengumpulkan setoran kredit 2000 truk tangki. Mereka sudah
berhasil mendapatkan sekitar 600 buah. Berkat kepandaiannya
jugalah JS bisa mencarikan kredit mobil sebanyak itu. Gapermigas
sendiri, punya modal hanya Rp 1,4 juta. Kemudian tambah beberapa
juta. Lalu JS cari kredit ke Bank Amerta. Tapi program
Gapermigas terlalu banyak.
Awal kekeliruan JS terjadi ketika Gapermigas ditagih Bank Amerta
Rp 17 juta. Yang ada di Gapemnigas hanya uang setoran, dan itu
juga yang kemudian dipakai untuk melunasi bank tersebut.
"Penyelewengan kedua adalah akibat gagasan saya", begitu
pengakuan M.P. dalam pemeriksaan pendahuluan. Pernah terdengar
desas-desus bahwa di Jakarta akan ada larangan memarkir truk
minyak di pinggir jalan atau di depan rumah. Sedangkan untuk
penyaluran minyak, banyak digunakan truk. Capermigas berniat
mendirikan pool truk di Plumpang dengan biaya Rp 280 juta.
Yang Macet
M.P. sebagai pimpinan proyek itu mengakui mendapat keuntungan Rp
45 juta. Untuk mendirikan Antarmita, Gapermigas menyisihkan Rp
65 juta plus inventaris Rp 30 juta. Ada juga uang setoran (yang
dimasukkan sebagai saham pada PT Carte Blanche Indonesia) Rp 45
juta. Meskipun Gapermigas banyak pinjaman, tapi sempat punya
piutang Rp 70 juta. Seluruh uang yang seharusnya disetorkan
Gapermigas ke Pertamina ada Rp 584 juta.
Karena Gapermigas telah menunjukkan stabilitas penyaluran minyak
sesuai dengan garis Pertamina, maka direktur utama Pertamina,
Ibnu Sutowo pada 7 Oktober 73 memberi penghargaan kepada
pimpinan Gapermigas. Tapi suasana yang baik itu tidak
berlangsung lama. Pertamina sendiri kemudian dilanda krisis.
Akibatnya setoran Gapermigas yang macet itu ketahuan. Tadinya
harta Gapermigas akan dioper Pertamina untuk melunasi kemacetan
itu. Tapi rupanya ada jalan lain. Meskipun kontrak kredit truk
ditandatangani Pertamina Pusat dengan Gapermigas Pusat, tapi
ternyata kemudian Pertamina langsung menagih pada para pengusaha
minyak yang mendapat kredit truk. Anehnya mereka mau membayar
sedangkan sebenarnya mereka sudah membayar lewat bank yang
dikirim atas nama Gapermigas. Menurut keterangan, para pengusaha
minyak itu terpaksa membayar dua kali karena takut dihentikannya
penyaluran minyak kepada mereka.
"Saya tidak mau memberi keterangan, karena sidang sedang
berjalan", kat. J.S. kepada Slamet Djabarudi dari TEMPO pekan
lalu. Menurut JS, ia khawati dituduh mempengaruhi jalannya
persidangan. "Sejak semula terus terang saya katakan Gapermigas
tidak punya harta yang berarti, kecuali bidang usaha perdagangan
minyak tanah", kata JS. Dalam berita acara di kejaksaan JS
menjelaskan bahwa ketika mendapat kredit Rp 100 juta dari Bank
Bumi Daya Gapermigas tidak mempunyai jaminan berupa barang
atau uang cukup. Pernah juga pinjam Rp 100 juta dengan jaminan
hanya Rp 10 juta. Lalu pernah pula mendapat kredit kendaraan Rp
12 juta dengan jaminan barang yang dikreditkan itu sendiri. Dari
sekian kali kredit ke Bank Bumi Daya, yang macet Rp 260 juta.
JS dan MP dituduh Jaksa Fadenan SH, primer, melanggar pasal 374
dan, subsider, pasal 378 KUHP. Mereka berdua, didampingi Pembela
Soeprapto SH, diperiksa majelis hakim yang diketuai J.Z. Loudoe
SH dengan Hakim Anggota Hoengoedidjojo SH dan Indra Malaon SH.
Baik JS maupun MP memimpin Gapermigas sejak didirikan 17 Mei
1968 sampai diberhentikan dua tahun lalu. Kemudian mereka
digiring jaksa akibat pengaduan pengurus baru Gapermigas karena
tuduhan melakukan penggelapan dalam jabatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini