Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gara-gara jimat, Sumaris, 33- ta-hun, harus menginap di ta-hanan Markas Polres Semarang Selatan, Jawa Tengah. Pria asal Desa Mojoagung, Kecamatan Plantungan, Kendal, Jawa Tengah, ini tak bisa mengelak tuduhan pencurian di rumah Ngasinah, 27 tahun, juragan barang rongsokan di kawasan Banyumanik. Jika pemeriksaan lancar, dalam satu atau dua pekan mendatang dia sudah harus maju ke peng-adilan.
Peristiwanya sendiri terjadi sebulan lalu. Kala itu Sumaris, pemulung sampah di sekitar Pasar Johar ter-goda bujukan pedagang akik di emperan toko. Si pedagang mengaku punya kemampuan linuwih yang istilah kerennya paranormal, atau sebut saja dukun. Dukun itu punya berbagai ilmu, mulai dari kebal senjata, aji prabawa (agar tampak berwibawa), aji penga-sihan (pemikat lawan jenis), jimat pang-li-munan (bisa kasatmata), dan masih banyak lagi yang lain.
Awalnya Sumaris tak percaya d-e-ngan kemampuan jimat-jimat itu, tetapi menjelang tidur dia mulai menimbang-nimbang. Heri, anak satu-satu-nya, akan masuk sekolah, tetapi uangnya belum cukup. Tawaran si dukun mulai mengusiknya. Keesokan harinya, Sumaris membeli jimat panglimun-an seharga Rp 300 ribu. Uang yang semula disiapkan untuk bia-ya masuk -se-ko-lah si Heri berpindah tangan. -”Anggap sa-ja modal usaha,” pikir Suma-ris.
Jimat pun dipraktekkan. Malam itu, setelah berhasil membongkar kunci pintu rumah Ngasinah, Sumaris menggotong pesawat televisi 21 inci lengkap dengan pemutar VCD. Uang Rp 300 ribu di almari juga digasaknya. Sumaris lega, selama hampir 30 menit beraksi, orang-orang di rumah itu tak ada yang terbangun. Dia makin yakin jimatnya ternyata cukup ampuh.
Kesulitan menggotong sendiri-, Sumaris tinggalkan barang-barang curian itu di semak-semak dekat ru-mah korban. Beberapa menit kemudian dia datang dengan taksi. Baru akan mengambil panenan, tiba-tiba ter” gar teriakan, ”Maling! Maling!” Dia melompat kembali ke dalam taksi dan sang sopir menginjak pedal gas dalam-dalam. Bukannya kabur, sopir taksi yang takut dituduh bersekongkol membelokkan mobilnya ke halaman Mapolres Semarang Selatan. Sumaris tak bisa berkata apa-apa ketika polisi langsung meringkusnya.
Siapa yang berteriak? Ternyata saat Sumaris pergi mencari taksi, pembantu rumah Ngasinah terbangun. Melihat barang-barang hilang dia mencoba mencari keluar rumah. Ketika melihat barang-barang itu tergeletak di semak-semak, lalu ada orang (Sumaris) yang akan menggotongnya, kontan saja dia berteriak.
Kini tinggal Sumaris yang menyesali kelakuannya. “Kok ada yang bisa lihat ya?” kata Sumaris yang baru sadar jimatnya tak bertuah.
Dakwah dalam Kubur
Banyak cara untuk berdakwah. Kiai Ahmad Roqib memilih yang tidak biasa: dakwah dalam -kubur. Khotbah disampaikan- dari dalam liang lahat. Agar lebih- atraktif ada tambahan efek kobar-an api. Atraksi itu membuat Gus Roqib—-begitu dia lebih dikenal—menjadi ter-so-hor di desa-desa di Jember, Jawa -Ti-mur. Sejak setahun lalu melakoni dak-wah dalam kubur, undangan terus meng-alir.
Sa-yang, tidak semua atraksi berja-lan mulus, nahas pun terjadi Sabtu dua pekan lalu. Saat itu panitia pem-ba-ngunan Masjid Baitul Mukmin di Desa Gumelar, Kecamatan Balung, Jem-ber, menggelar acara pengumpul-an dana. Acara utama, dakwah Gus Ro-qib. Liang lahat sedalam satu meter sudah dibuat sejak siang hari di lapang-an desa.
Saat hari mulai gelap, sekitar 500 orang sudah berkumpul di lapangan me-nung-gu atraksi Gus Roqib. Suasana mulai tegang saat Gus Roqib melompat ke dalam lubang yang kemudian ditutup papan kayu. Papan kemudian ditimbun pelepah pisang dan dilapis daun tebu kering. Setelah semua siap, tiga liter bensin disiramkan ke atas timbunan daun tebu.
Dakwah pun dimulai. Suara Gus Ro-qib menembus lubang melalui mikrofon yang tersambung ke delapan pe-ngeras suara yang disebar di setiap sudut lapangan. Tapi sudah lewat 30 menit, daun tebu belum disulut api. Penonton mulai bosan. Tiba-tiba seorang panitia, Imam Hidayat, 45 tahun, menyalakan korek api lalu disulutkan ke tumpukan daun tebu.
Wuzzz…! Api menyala mene-rangi se-luruh lapangan, disusul ledakan ke-ras yang melemparkan daun tebu ke se-gala penjuru. Api menjilat wajah, ta-ngan, dan kaki Hidayat yang hanya berjarak sejengkal. Api juga menyam-bar baju dan sarung santri-santri yang ber-ada di sekitar liang lahat. Penonton kocar-kacir. Beberapa saat kemudian be-lasan panitia segera menyelamatkan korban yang terbakar. Namun, di liang lahat, Gus Roqib masih berkhotbah dengan suara lantang dan berapi-api.
”Gus Roqib masih di dalam!” te-riak seorang panitia. Beberapa orang buru-buru me-nying-kirkan api dari atas -liang la-hat dan membongkar kuburan. Gus Ro-qib pun terheranheran. Setelah di-bantu ke-luar dari lubang, barulah dia me-nyadari kece-la-ka-an yang nyaris me-reng-gut nyawa-nya. ”Saya tidak ta-hu. Kan di dalam kubur hanya te-ra-sa di-ngin dan gelap,” katanya santai.
Ahmad Hariyono, 30 tahun, adik kandung Kyai Roqib menyalahkan panitia. Harusnya api baru dinyalakan menjelang dakwah selesai. Itu pun ha-rus disulut memakai batang kayu se-panjang satu meter yang sudah disiapkan. ”Lha, kok, tiba-tiba saja dibakar me-makai korek api,” katanya ber-sungut-sungut.
Akibat peristiwa itu, lima orang santri harus menginap di Rumah Sakit Umum Daerah Balung dengan luka bakar yang parah. Hidayat sebagai ketua panitia mengaku kapok. ”Penggalang-an dana akan diganti dengan meng-edarkan kotak amal,” katanya sambil terbaring di rumah sakit.
Agung Rulianto, Mahbub Djunaidy (Jember), Sohirin Irin (Semarang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo