Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Garong banyumasan

3 perampok beraksi di rumah mustofa, penduduk desa petarangan, banyumas. perampok menggasak 3 karung cengkih dan uang rp 11 ribu dengan tenang. perampok sempat tawar menawar dengan tuan rumah.

17 September 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIGA garong beraksi di rumah Mustofa, malam hari di awal Agustus lalu. Celurit dan parang menempel di leher Mus, penduduk Desa Petarangan, Banyumas, Jawa Tengah. "Kulo mboten gadah arto," kata Mus dengan gemetar. Garong-garong tak percaya Mus tak punya duit. "Kalau uang tak kamu serahkan, kusembelih kamu," ancam salah seorang garong dengan garang. Mus, petani cengkeh itu, tetap bersiteguh. Dia betul-betul lagi bokek. Aisyah, istri Mus, yang juga dalam ancaman meyakinkan garong, "Coba saja geledah di lemari." Penggeledahan dilakukan dan memang tak ada uang. "Masa, sih, tidak punya uang. 'Kan baru saja menjual cengkeh," gertak garong. Mus sempat heran, kok pada bocor bahwa ia menjual cengkeh? "Sudah dibelikan tanah, kalau tak percaya boleh tanya sama tetangga saya," ini kata Aisyah. Diplomasi macet. Garong itu tetap nekat. "Pilih uang atau nyawa," bentak seorang garong dalam bahasa klise mereka. Aisyah tak mau bertele-tele. Ia menawarkan sesuatu. "Kalau mau uang, bagaimana kalau saya pinjam dulu. Mau menunggu?" Hebatnya, kawanan garong setuju. Mustofa pun berangkat mencari utangan ke rumah anaknya, Marzuki. Ia dikawal dua garong. Sedangkan Aisyah tetap di rumah dikawal seorang garong. Marzuki yang lagi nyenyaknya tidur dibangunkan. Lalu, dia pun berada di bawah ancaman garong. Dan celakanya Marzuki hanya punya uang Rp 11 ribu. Para garong tetap tidak puas. Mustofa kemudian menawarkan cengkeh tiga karung. Ketiga garong itu setuju asalkan cengkeh itu diantarkan ke pinggir jalan besar. Nah, di malam buta itu, Mustofa dan Marzuki mengangkut tiga karung cengkeh dengan sepeda menuju jalan besar. Jaraknya sekitar 2,5 km, tetapi melewati pematang sawah. Di perjalanan azan subuh berkumandang. "Saya mau salat dulu, Mas," ujar Mustofa kepada kawanan garong. Permintaan itu tak dikabulkan. Pukul 05.30 dinihari sampailah rombongan ini di jalan raya. Tak lama kemudian sebuah colt berhenti di depan mereka. Mustofa dan Marzuki membantu mengangkat tiga karung cengkeh itu ke atas colt. Sopir colt tentu saja tak curiga. Ketika colt bergerak pelan-pelan, kawanan garong itu dengan tenangnya melambaikan tangan. Daaaaagg .... Tinggallah Mus dan Marzuki yang hanya bisa bengong. Aisyah yang memang sempat melepaskan diri dari ancaman meminta bantuan tetangganya Mereka lapor ke Koramil, tapi garong-garong tak bisa dikejar lagi. Cerita ini, tentu saja, hasil penuturan sepihak, versi yang digarong. Misalkan para garong keberatan dengan versi ini, silakan lapor dulu ke polisi. Supaya berimbang, begitu, 'kan, Mas Garong?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus