Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Geliat Pasar Ular Jakarta, Belanja Murah Polo, Vans, G-Shock, Oakley, dan Merek Terkenal Lain

Pasar Ular Plumpang merupakan destinasi belanja bagi warga Jakarta dan sekitarnya yang ingin berbelanja barang merek terkenal dengan harga murah.

19 Juli 2022 | 10.22 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Mendengar sebutan Pasar Ular di benak kita akan tertuju terhadap sebuah tempat mengerikan dengan kegiatan manusia yang memperjualbelikan makhluk liar melata, berbahaya, dan berbisa. Namun jauh dari menyeramkan, ternyata tidak ada satupun penampakan binatang jenis ular yang diperjualbelikan di pasar yang berlokasi di Semper, Jakarta Utara itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berada di utara Jakarta Utara yang terkenal dengan lalu lintas padat kendaraan gede, perjalanan menuju ke pasar ini dipenuhi oleh kendaraan berbadan besar yang seolah memakan banyak ruas jalan dan membuat was-was para pengendara kendaraan roda dua dan roda empat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lokasinya yang berdekatan dengan Pelabuhan Tanjung Priuk membuat pasar ini seakan memiliki nuansa yang dekat dengan nelayan setempat. Pasar Ular Plumpang merupakan salah satu destinasi belanja bagi warga Jakarta dan sekitarnya yang ingin berbelanja barang-barang merek terkenal dengan harga yang ramah di kantong.

Beragam merek fesyen terkenal dunia ada di pasar ini, seperti Polo, Vans, SUPREME, G-Shock, Oakley, Rayban dan lain-lain.

Pasar ini juga menyediakan beragam jenis barang mulai dari, sepatu, jaket, kaos, celana jeans, celana panjang, maupun pendek juga terdapat beragam perlengkapan aksesoris, seperti ikat pinggang, dompet, jam tangan, kacamata dan pakaian anak, hingga parfum.

Barang-barang merek terkenal di pasar ini mampu dijual oleh pedagang dengan harga miring karena sebagian produk terdapat sedikit defect atau cacat dan selebihnya sisa ekspor.

Harga yang ditawarkan juga beragam mulai dari yang murah seperti kaos berkisar Rp50 ribu hingga Rp100 ribu yang paling mahal biasanya berupa jaket dan sepatu mulai dari Rp500 ribu hingga Rp1 juta tergantung merek dan kualitas barang yang ditawarkan.

Menurut penjaga keamanan Kawasan Pasar Ular Plumpang, Saiful saat ditemui di Jakarta mengaku kurang mengetahui asal muasal nama Pasar Ular.

Pria berperawakan gemuk dan memiliki jenggot tebal yang juga merupakan warga sekitar itu, jukukan nama Pasar Ular sudah ada sejak ia kecil. “Mungkin karena bentuknya yang memanjang,” katanya.

Kaos putih polos dan jins/esquire.com

Berbeda dengan pasar pada umumnya yang berbentuk persegi dan memiliki blok-blok kios di dalamnya, pasar ini cenderung memanjang mengikuti arus sungai yang berada tepat di depannya. Memiliki sekitar 200 kios pada bagian dalam yang saling berhadapan dan 100 kios di luar yang berderet ke samping.

Luas ukuran per kios di Pasar Ular Plumpang 2x3 meter dengan selasar sepanjang satu meter yang dimanfaatkan dengan baik oleh para pedagang untuk menjajakan dagangannya yang ditata dengan rapi sepanjang pasar.

Kios di pasar ini berstatus hak guna pakai milik pemerintah yang diperpanjang setiap tiga tahun. Bagi anda yang ingin berkunjung ke pasar ini dapat memarkirkan kendaraan di sepanjang pinggiran kali yang terletak di depan pasar dan di tepi kios.

Efek pandemi

Pengelola Pasar Ular, Cipto Wibowo, saat ditemui di Jakarta, Senin, menuturkan aktivitas pembeli sepi saat bertepatan dengan HUT Ke-495 DKI Jakarta dan Pekan Raya Jakarta (PRJ) atau Jakarta Fair Kemayoran (JFK).

Selain itu, pemerintah membatasi operasional pasar selama pandemi karena untuk mengantisipasi penyebaran COVID-19.

Tingkat daya beli masyarakat yang rendah karena pandemi dan kenaikan harga barang juga menjadi salah satu pemicu konsumen seakan menghilang. “Sekarang semuanya harga mahal, kebutuhan mahal, harga naik-naik, nyari duitnya susah,” ujar Cipto.

Sementara itu, salah seorang pedagang Neti Simatupang yang telah berjualan sejak gadis atau selama hampir 12 tahun di Pasar Ular Plumpang, mengungkapkan efek pandemi yang berkepanjangan membuat Pasar ini menjadi sepi. “Semenjak pandemi pembeli kurang banyak, kalau omset turun drastis,” tutur Neti.

Ia berharap bantuan pemerintah untuk mengembangkan usahanya seperti subsidi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan mempromosikan Pasar Ular supaya kembali ramai seperti sebelumnya.

Hal senada diungkapkan Marcel yang juga merupakan salah satu pedagang di kawasan pasar, pria dengan rambut kriting, kurus dan agak tinggi ini sudah berjualan di Pasar Ular sejak 2001.

Marcel menyebutkan bahwa kondisi pembeli di Pasar Ular saat ini sudah lebih baik jika dibanding saat pandemi yang hampir membuatnya tidak dapat berdagang dan berjualan karena jarang pembeli yang datang. Saat pandemi ia mengaku pernah tidak mendapatkan pembeli sama sekali dalam sehari. “Bisa disebut jebotlah atau nol,” cerita Marcel.

Jam tangan Casio G-Shock. ANTARA/Fanny Octavianus

Untuk menyelamatkan usahanya, Marcel menjual segala yang dapat dijual agar usahanya dapat berjalan. Menurutnya, sekarang sudah lebih baik dibanding saat pandemi, namun penghasilan yang didapatkan masih terbilang jauh dari saat sebelum pandemi melanda.

Berinovasi

Beberapa pedagang juga melakukan inovasi seperti penjualan secara daring untuk memasarkan barang dagang dengan memanfaatkan media sosial yang dimiliki dan bergabung menjadi bagian dari "e-commerce".

Seperti yang dilakukan Yuni Putri Lutfiana biasa dipanggil Putri seorang ibu beranak satu yang menjaga anaknya sambil berdagang di Pasar Ular, mengatakan saat pandemi masih ada pembeli yang datang ke kios walaupun tak sebanyak sebelum pandemi.

“Kayanya lebih enak pandemi deh daripada sekarang, kalau sekarang pembeli aja hampir ga ada,” ungkap Yuni. Kios miliknya juga pernah benar-benar tutup total selama dua pekan.

Sistem pemberlakuan 50 persen toko buka dan tutup juga membuat beralih dengan membuka akun belanja online pada sosial media yang dimiliki untuk mengantisipasi seandainya pembeli sedang sepi.

Ia juga mengatakan hasilnya dari berjualan online lebih banyak dibandingkan dengan pembeli yang datang ke kios tempatnya berjualan. “Ya bisa dibilang 70 persen, 80 persen si yah dari online,” tambahnya.

Ia berharap pemerintah lebih memperhatikan pemulihan ekonomi para pelaku UMKM supaya para pelaku UMKM dapat kembali bergairah untuk berusaha dan berinovasi lagi seperti ketika sebelum terjadi pandemi.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus