Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mata uang rupiah ditutup menguat 25,5 poin ke level Rp 15.629,5 terhadap dolar Amerika Serikat pada Rabu sore, 9 Oktober 2024. Pada penutupan perdagangan sebelumnya kurs tercatat pada level Rp 15.655 per dolar AS.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, memprediksi rupiah bergerak naik turun pada Kamis. “Untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp 15.610 - 15.730 per dolar AS," ujarnya dalam analisis rutinnya, Rabu, 9 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ibrahim mengatakan, pergerakan rupiah dipengaruhi beberapa faktor. Dari sisi eksternal, dolar AS menguat setelah investor berhenti sejenak untuk menilai prospek suku bunga untuk Amerika Serikat. Kalender data AS yang sedikit pekan ini memberikan jeda, setelah laporan pekerjaan yang dirilis Jumat lalu menyebabkan dolar AS menguat.
Data penggajian nonpertanian yang kuat, membuat pasar menilai kembali ekspektasi penurunan suku bunga Bank Sentral AS atau Federal Reserve (The Fed) dalam waktu dekat. Investor, menurut Ibrahim, saat ini memiliki sekitar 85 persen peluang penurunan seperempat basis poin yang diperhitungkan. Survei CME FedWatch menunjukkan kemungkinan The Fed akan membiarkan suku bunga tidak berubah. Laporan Indeks Harga Konsumen AS September akan menjadi bagian utama data minggu ini.
Dari sisi internal, Survei Konsumen Bank Indonesia pada bulan lalu mengindikasikan keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi tetap terjaga. Tecermin dari Indeks Keyakinan Konsumen September 2024 yang berada pada level optimistis, yakni 123,5. Berdasarkan Survei Konsumen BI yang dipublikasikan Selasa kemarin menyebut tetap kuatnya keyakinan konsumen didorong oleh sikap optimistis konsumen terhadap kondisi ekonomi ke depan.
Konsumsi masyarakat mengalami peningkatan pada bulan lalu. Namun, pada periode yang sama tingkat tabungan masyarakat mengalami penurunan. “Artinya, masyarakat masih cenderung makan tabungan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,” ujar Ibrahim.