Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lewat tengah malam, Rabu pekan lalu, pesisir Jawa Barat diguncang gempa berkekuatan 7,3 skala Richter. Getarannya terasa sampai Ibu Kota Jakarta. ”Saya sampai terlompat dan langsung lari ke luar kantor,” kata seorang warga yang malam itu bekerja lembur di kawasan niaga Sudirman-Thamrin.
Nelayan di kawasan Sindangbarang, Cianjur, sempat berlarian meninggalkan pantai ketika gelombang laut naik sampai 2 meter. Reaksi yang sama terjadi di Sukabumi, Indramayu, Garut, Tasikmalaya, dan kawasan pesisir Jawa Barat lainnya. ”Saya langsung lari mengungsi bersama keluarga,” kata Tarmidi, 50 tahun, warga Desa Limbangan, Indramayu.
Selain itu, tiga dari lima turbin penggerak mesin di kilang minyak Balongan, milik Pertamina, sempat gagal beroperasi akibat gempa. Perbaikan memakan waktu empat jam.
Pusat gempa besar ini diperkirakan berada pada 286 kilometer di bawah Pulau Jawa, tepatnya Indramayu. Penyebab gempa adalah pergeseran lempeng Indo-Australia dan Eurasia. ”Tidak ada potensi tsunami,” kata Kepala Badan Meteorologi dan Geofisika Suhardjono, Kamis pekan lalu.
Pascagempa, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral juga langsung memantau beberapa gunung api aktif di Jawa untuk mengetahui dampak getaran. Gunung Gede, Galunggung, dan Krakatau termasuk yang dipantau ketat.
Kiai Abdullah Abbas Wafat
Kiai karismatis Nahdlatul Ulama, KH Abdullah Abbas, meninggal dunia Jumat pagi pekan lalu. Pemimpin Pesantren Buntet, Cirebon, Jawa Barat, ini meninggal pada usia 85 tahun, setelah dirawat di Rumah Sakit Ciremai, Cirebon, selama 35 hari. Kiai yang akrab dipanggil Ki Dullah ini masuk rumah sakit pada 14 Juli lalu karena menderita penurunan hemoglobin.
Ki Dullah merupakan salah satu kiai khos NU yang punya pengaruh kuat di kalangan pemimpin nasional. Lahir pada 7 Maret 1922, sebagai anak pertama ulama terkemuka Cirebon, Kiai Abbas Djamil, fatwanya kerap menjadi rujukan umat Islam di Tanah Air. Restunya menjadi rujukan tokoh politik. Rumahnya bahkan kerap dijadikan tempat pertemuan tokoh nasional. Di antaranya pertemuan pada 1999 yang membahas pencalonan Abdurrahman Wahid menjadi presiden.
Ki Dullah juga dikenal dekat dengan masyarakat dan merupakan tokoh pejuang. Di masa penjajahan Jepang, ia turut mengangkat senjata bersama pasukan Hizbullah. Ia juga pernah menjabat Kepala Staf Batalion Hizbullah dan anggota Batalion 315/Resimen I/Teritorial Siliwangi.
PDIP Gaet Empat Tokoh
Sebuah pelantikan istimewa terjadi di markas Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Minggu dua pekan lalu. Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri meresmikan Baitul Muslimin Indonesia (BMI), sayap politik Islam partai tersebut. Lembaga ini dipimpin oleh Profesor Hamka Haq.
Ikut juga dilantik mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Syafi’i Ma’arif, ekonom dan mantan Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional Faisal Basri, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Said Agil Siradj, dan budayawan Mohamad Sobary. Mereka menjadi anggota Dewan Pembina BMI.
Syafi’i bersedia bergabung sebagai pembina dengan alasan, ”Di situ banyak umat Islam, mengapa tidak saya dukung?” Penasihat dan anggota BMI, kata Syafi’i, juga tidak disyaratkan menjadi anggota PDIP. Sedangkan Faisal bersedia terlibat karena ingin menguatkan pengorganisasian ekonomi rakyat.
Megawati mengatakan BMI didirikan untuk menampung ghirah Islam di kalangan nasionalis. ”Tak ada kaitannya dengan persiapan pemilu dan pemilihan presiden 2009,” ujar Megawati.
Kasus Asabri Terganjal Polisi
PEMERIKSAAN Kejaksaan Agung dalam kasus PT Asabri terganjal surat ketetapan penghentian penyidikan (SKPP) yang dikeluarkan polisi pada 20 Juli 2004. Surat itulah yang dijadikan alasan Mayor Jenderal TNI (Purn) Subarda Midjaja, salah satu tersangka kasus ini, untuk menolak panggilan pemeriksaan kejaksaan.
Rencananya, Subarda diperiksa kejaksaan dalam kasus ini pada Senin pekan lalu. Melalui kuasa hukumnya, Anindyo Darmanto, dia menyampaikan penolakannya untuk diperiksa sebagai tersangka. ”Karena SKPP dari Markas Besar Polri masih berlaku,” kata Anindyo. Subarda pernah datang ke kejaksaan dan diperiksa sebagai saksi. Selain Subarda, menjadi tersangka pula Henry Leo. Ia datang memenuhi panggilan kejaksaan Senin pekan lalu.
Dalam kasus ini, kejaksaan menilai keduanya terlibat kasus dugaan korupsi di PT Asabri yang mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp 500 miliar. Sebab, dana prajurit TNI yang dikelola PT Asabri dipinjamkan kepada Henry Leo sebesar Rp 410 miliar pada 1996. Mengenai jumlah persis kerugian negara, itu sedang dihitung Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
Polisi menyarankan Kejaksaan Agung mempraperadilankan SKPP tersebut untuk melanjutkan penyidikan kasus ini. ”SKPP memiliki kekuatan hukum yang bisa dikalahkan antara lain dengan praperadilan,” kata Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Sisno Adiwinoto. Dia menilai sikap Subarda yang menolak panggilan pemeriksaan sudah tepat.
Tommy Batal Diperiksa
HUTOMO Mandala Putra alias Tommy Soeharto batal diperiksa Kejaksaan Agung, Selasa pekan lalu. Dalam suratnya, tersangka kasus dugaan korupsi kredit Bantuan Likuiditas Bank Indonesia Rp 175 miliar di Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC) itu tak memenuhi panggilan karena alasan sakit.
Menurut kuasa hukumnya, O.C. Kaligis, Tommy tak datang ke kejaksaan karena alasan kesehatan. ”Tommy harus menjalani pemeriksaan kesehatan di sekitar kepalanya,” kata Kaligis. Penyakit ini diderita saat Tommy masih ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Namun dia tidak bisa memastikan jenis penyakit ”Pangeran Cendana” itu.
Tommy, kata Kaligis, sebenarnya juga tidak siap diperiksa secara materi. Dia tidak memiliki banyak data tentang BPPC karena yang tahu keuangan BPPC adalah para pengurusnya. ”Kami sedang mengumpulkan datanya,” kata Kaligis.
Kejaksaan Agung percaya alasan Tommy dan berencana melakukan panggilan ulang. ”Kalau baru sekali (alasan sakit), kan, kami percaya,” kata Jaksa Agung Hendarman Supandji. Jika dalam pemeriksaan kedua Tommy kembali tak datang, kejaksaan akan meminta opini kedua (second opinion) soal kesehatannya.
Usul Amendemen Batal
Usul sejumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk mengubah Pasal 22-D Undang-Undang Dasar 1945 menyangkut kedudukan Dewan Perwakilan Daerah ditunda tanpa batas waktu. ”Kami bersepakat untuk belum meneruskan proses usul perubahan pasal itu,” kata anggota MPR, Bambang Soeroso, Selasa pekan lalu. DPD mengusulkan amendemen pasal tersebut untuk menguatkan peran legislasi mereka.
Penundaan itu untuk mengakomodasi berbagai pandangan yang terus berkembang. ”Juga untuk memperoleh dukungan yang luas dari anggota MPR,” ujar Bambang. Sejak pertama kali digulirkan tahun lalu hingga penutupan pekan lalu, dari 678 anggota MPR, usul amendemen itu ternyata baru disokong 216 anggota. Padahal, sampai akhir Mei lalu, jumlah dukungan sempat mencapai 238 orang.
Sejumlah pendukung amendemen menarik suaranya. ”Apa kalau diubah, kinerja DPD makin bagus? Kenapa tidak jalankan dulu? Kan, amendemen baru 2002 kemarin,” kata Agung Gunandjar Sudarsa, anggota Komisi Hukum DPR dari Partai Golkar.
Menurut Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, tak ada batasan waktu kapan usul perubahan konstitusi bisa diajukan kembali. MPR sendiri menyatakan tak akan meneruskan usul amendemen tersebut tahun ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo