Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
AURA ”panas” hak angket impor beras melanglang buana ribuan kilometer jauhnya ke Eropa. Di Bandar Udara Internasional Vantaa, Helsinki, Finlandia, Jumat pekan lalu, sejumlah anggota DPR Partai Golkar saling meledek. ”Saya usul, bagaimana kalau teman-teman DPR yang ngotot bikin hak angket itu diundang kemari,” kata Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Rully Chairul Azwar. Anggota partai lainnya serentak berseru, ”Setujuuu!” Di atas bus yang membawa rombongan Wakil Presiden Jusuf Kalla dari airport ke hotel, semuanya terbahak. ”Biar saja mereka yang mengatasnamakan rakyat itu kemari, biar mereka terkapar, he-he-he,” kata Muhammad Malkan Amin, sohib Kalla dari Fraksi Golkar.
Di luar bus, bandara Helsinki bagai kulkas raksasa. Suhu udara ambruk hingga minus 22 derajat Celsius. Pesawat kepresidenan GIA2 Airbus A330-341 yang membawa Wakil Presiden dan 80 anggota rombongan baru saja mendarat mulus di sana.
Hawa dingin memang tengah membekap kawasan Skandinavia—menyambut Jusuf Kalla yang tengah melakukan kunjungan kerja di sana. Meski jauh dari Tanah Air, Kalla tetap serius mengatur politik, terutama soal perkembangan usul hak angket impor beras dari parlemen. Di Brussels, misalnya, Kalla menyempatkan membahas soal itu dengan Rully Chairul Azwar. ”Kita ngobrol sambil ngopi,” kata Rully.
Rapat Paripurna DPR Selasa pekan lalu memang memberi kabar buruk bagi pemerintah. Legislatif menyetujui usul hak angket dibahas DPR. Sebagai penentang penggunaan hak itu, Fraksi Golkar jelas kelimpungan. Dan ini membikin Kalla, sebagai Ketua Umum Partai Golkar, tak bisa leha-leha di perjalanan. ”Sebagai ketua umum, Pak Kalla telah memberikan instruksi agar segera melakukan lobi,” ujar Muhammad Malkan Amin. ”Tak ada rezim mana pun yang jatuh karena menaikkan harga BBM. Tapi, kalau rakyat sampai antre beras karena harganya mahal, bisa berabe,” kata Rully.
Diteken oleh 108 anggota DPR, hak angket itu telah diserahkan ke pimpinan parlemen sebelum masa reses pertengahan Desember lalu. Mereka datang dari lima fraksi, yakni PDI Perjuangan, Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Keadilan Sejahtera. Hak untuk melakukan penyelidikan itu digalang setelah pemerintah memutuskan melakukan impor beras tahap kedua sebanyak 110 ribu ton pada Januari ini. Kelompok ini berpendapat, stok beras dalam negeri masih mencukupi dan tak perlu impor.
Maka, bak kibasan bendera start, begitu DPR membuka masa persidangan 12 Januari lalu, para pendukung hak angket langsung tancap gas. Dengan berondongan interupsi, mereka mendesak DPR segera mengambil sikap atas soal yang melibatkan hajat hidup orang banyak itu. Namun, lintasan berliku mesti ditempuh. Para penentang hak angket tak tinggal diam. Kubu yang digawangi para politisi Fraksi Partai Golkar dan Partai Demokrat untuk sementara sukses menghadang (lihat infografik).
Memang, akhirnya pertahanan jebol. Lewat sebuah voting, DPR mesti menyisipkan hak angket beras dalam agendanya. Pemungutan suara harus dilakukan karena kedua kubu membatu pada sikap masing-masing.
Sebelumnya kelompok anti-angket sudah berbesar hati. Dalam pertemuan Jusuf Kalla dengan 20 anggota DPR di Ruang Bimasena, Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, Minggu dua pekan lalu, Kalla berpidato hak angket itu tak perlu. Pertemuan itu dianggap lawan politiknya sebagai upaya Kalla mengintervensi parlemen.
Menurut Lukman Hakim dari PPP, yang menggagas kumpul-kumpul itu, pertemuan itu sebenarnya hanya akan terjadi antara mereka dan yang terkait dengan soal impor beras. Maklum, sebelumnya terjadi polemik antara Menteri Pertanian Anton Apriyantono dan Menteri Perdagangan Mari Pangestu soal stok beras. ”Nah saya punya ide mengundang keduanya untuk minta penjelasan,” kata salah satu penanda tangan hak angket ini.
Tetapi, kata Lukman, ujug-ujug Jusuf Kalla datang. Lukman mengaku tak mengundangnya. Tetapi tentu saja dia tak bisa menolak kehadiran Wakil Presiden. Maka, hanya dengan berbusana kaus dan celana jins, Lukman menyambut kedatangan Kalla. ”Kalau tahu dia akan datang, mungkin saya akan pakai batik,” ujar Lukman tersenyum. Tetapi dia tak kaget dengan aksi pendadakan Kalla itu. ”Ia memang sering datang tanpa pemberitahuan kalau ada kumpul-kumpul begini.”
Kalla memanfaatkan kesempatan itu dengan manis. Lebih dari setengah jam dia menjelaskan kenapa impor beras perlu. Kata Kalla, pemerintah tak mau berisiko terjadi kekurangan beras. Kalla juga membagi-bagikan fotokopi hasil rapat Komisi VI yang menyebutkan jangan lagi ada impor beras, kecuali dalam keadaan mendesak. Itu pun harus melalui Dewan Ketahanan Pangan. Menurut Kalla, impor yang sekarang sudah menempuh prosedur itu. ”Jadi, kalau bisa, enggak usahlah ada hak angket. Impor beras kan kebutuhan kita,” kata Kalla seperti dikutip Lukman.
Penjelasan bos Partai Beringin itu cukup meyakinkan. Para politisi itu bisa memaklumi, meskipun mereka tak yakin rekan-rekan mereka di DPR lainnya bakal bersikap serupa. Menjelang Magrib, pertemuan itu berakhir tanpa kesepakatan apa pun. Lukman mengaku tak terpengaruh lobi Kalla. ”Di rapat paripurna ternyata tak berpengaruh apa-apa, kan?” katanya.
Pertemuan Dharmawangsa hampir bersamaan dengan pertemuan di Setiabudi Building, Kuningan, Jakarta, dari kubu anti-impor beras. ”Kami mengantisipasi perkembangan. Pertemuan itu juga untuk mempersiapkan penjelasan hak angket, menjaga soliditas, dan mengatur strategi,” kata Hasto Kristiyanto, anggota DPR penentang impor beras. Untuk keperluan itu, mereka membentuk dua tim. Yang pertama membahas mekanisme dan persoalan kelembagaan. Tim ini dipimpin Aria Bima dari PDIP dan Ephyardi Asda dari FPPP. Tim kedua mengkaji substansi persoalan impor, dipimpin Cecep Rukmana dari PAN.
Untuk sementara, hasil tarik-ulur di luar ruang sidang itu berakhir seri ketika DPR bersedia mengagendakan soal ini dalam rapat paripurna. Selasa pekan ini, para pengusung hak angket direncanakan akan menjelaskan alasannya di depan rapat.
Tampaknya pertarungan bakal kembali alot mengingat sikap kedua kubu belum bergeser. Malkan Amin menegaskan partainya menilai impor beras sudah tepat karena harga dasar beras di pasaran sudah tinggi di atas patokan. Lagi pula, beras sudah tak di tangan petani lagi karena sudah dialihkan ke pedagang dan tengkulak. ”Golkar memaklumi impor beras itu sebagai upaya melindungi rakyat kecil,” katanya.
Jurus-jurus di luar arena pun dimainkan kembali. Malkan Amin mengakui orang-orang Golkar akan terus melakukan lobi agar hak angket dapat dimentahkan. Sebaliknya, kubu pro-angket juga tak kalah waspada. ”Kami akan memeriksa faktor apa saja yang mungkin bakal menghambat keputusan itu. Kami berusaha agar keputusan hak angket yang diterima, dan bukan hak interpelasi,” Hasto menandaskan. Dibandingkan dengan hak angket, hak interpelasi—hak bertanya DPR kepada pemerintah—memang lebih rendah tekanan politiknya.
Kalla bukan tak menyadari risiko yang mesti ditanggung pemerintah jika hak angket terus bergulir. Itulah sebabnya di luar negeri ia terus bergerilya. Di Brussels, Belgia, menjelang keberangkatannya ke Helsinki, ia menggelar konferensi pers. ”Kami sudah bekerja berdasar komitmen (dengan DPR). Apa lagi yang dipertanyakan?” katanya mengeluh. Di negeri dengan guyuran salju, apa boleh buat, Jusuf Kalla tampaknya harus terus merasa gerah.
Tulus Wijanarko, Maria Ulfah, Nuraini (Jakarta), Wahyu Muryadi (Helsinki)
Jalan Berliku Hak Angket
12 Januari Rapat Paripurna Pembukaan Masa Sidang III 2005-2006. Pendukung hak angket mendesak DPR agar mengambil sikap soal impor beras yang dilakukan pemerintah.
13 Januari Dalam rapat pengganti Badan Musyawarah pendukung hak angket gagal mengagendakan pembahasan dalam rapat paripurna yang direncanakan berlangsung 17 Januari. Penyebabnya empat fraksi, yakni Partai Golkar, Partai Demokrat, Bintang Pelopor Demokrasi, dan Partai Keadilan Sejahtera, mempertanyakan status rapat.
16 Januari Dalam rapat Badan Musyawarah, kembali hak angket gagal diagendakan karena sidang tak mencapai kuorum. Wakil dari Fraksi Golkar, Fraksi Demokrat, Fraksi Partai Bintang Reformasi, dan Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi tidak hadir.
17 Januari Dalam rapat paripurna, kubu pro-hak angket berhasil memaksa dilakukan voting. Hasilnya, sidang menyetujui diagendakan dalam rapat paripurna berikutnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo