Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Mengapungkan Beras Impor

Daerah penghasil beras mengunci pintu beras impor. Jawa Timur akan mengekspor beras ke Afrika.

23 Januari 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERAS Vietnam bisa jadi mengulangi kisah ”orang perahu”: terapung-apung di laut luas. Gubernur Imam Utomo, misalnya, melarang semua administrator pelabuhan dan kantor Bea Cukai membongkar beras impor yang merapat di pelabuhan-pelabuhan Jawa Timur.

Menurut Imam, stok beras Jawa Timur cukup untuk sepuluh bulan. Para petani juga akan panen raya bulan depan. Di provinsi lumbung beras nasional itu, Bulog Jawa Timur hanya mampu membeli 1 juta ton dari 9 juta ton beras yang bakal dihasilkan tahun ini.

Imam meyakinkan, Jawa Timur mampu menjadi penyangga stok padi nasional. Provinsi itu bahkan akan mengekspor beras kualitas rendah ke Afrika. ”Untuk apa harus impor beras?” Imam bertanya.

Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia sebelumnya menyerukan boikot terhadap beras asing. Di Hotel Mulia, Jakarta, Jumat dua pekan lalu, asosiasi yang beranggotakan semua gubernur di Indonesia ini membuat Deklarasi Dewan Beras Nasional. ”Dewan ini harus mengkritisi Dewan Ketahanan Pangan yang dipimpin Presiden,” kata Wakil Ketua Asosiasi, Fadel Mohammad.

Fadel, yang juga Gubernur Gorontalo, mengajak gubernur lain menutup pelabuhannya dari serbuan 110 ribu ton beras yang didatangkan Perum Bulog melalui sembilan pelabuhan di luar Jawa. Menurut dia, impor beras bukanlah penyelesaian bagi kurangnya stok milik Bulog. Bila Provinsi Nusa Tenggara Barat kekurangan beras, daerah lain seperti Sulawesi Selatan atau Gorontalo, yang kelebihan produksi, akan mengisinya.

Gubernur DI Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X, mengakui sebagai kepala daerah tidak bisa menolak rencana pemerintah mengimpor beras. Hanya, kalau untuk stok nasional, jangan dimasukkan ke Jawa. ”Pemerintah mau impor beras, ya monggo, asal tidak disimpan di Yogya,” kata Sultan kepada Syaiful Amin dari Tempo.

Soal kenaikan harga beras di pasar, Sri Sultan mengaku sudah menerjunkan tim ke lapangan. Ternyata, sebagian besar petani memilih menyimpan padinya. Masalah harga beras memang dilematis. Ketika harganya naik, petani diuntungkan, sementara yang tidak punya sawah akan keberatan. ”Masalahnya, selama ini petani selalu menderita,” katanya.

Tulus Budiyono, Ketua Paguyuban Perberasan Surakarta, punya cerita sendiri tentang langkanya stok beras di Bulog. Sebanyak 40 anggota paguyuban dari Sragen sebelumnya mempunyai kontrak kerja dengan Bulog untuk pengadaan beras 2.000 ton. Menurut aturan main, Bulog hanya membeli beras standar SNI 14 dengan harga Rp 3.550 tiap kilogram.

Masalahnya, saat ini, harga beras dari petani Rp 3.850 per kilogram. Itu pun kualitasnya di bawah SNI 14, karena kadar airnya tinggi akibat musim hujan. ”Kalau beras yang memenuhi syarat Bulog, harganya di atas Rp 4.000,” katanya. Akibatnya, mitra kerja Bulog Solo memilih membatalkan kontrak pengadaan beras untuk memenuhi stok pangan nasional.

Gubernur yang stok berasnya mencukupi khawatir beras impor merembes ke pasar lokal. Akibatnya, harga beras bakal anjlok dan petani kembali dirugikan. Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Perum Bulog Divisi Regional Jawa Timur, Arwakhudin Widiarso, mencontohkan peristiwa tiga tahun lalu.

Ketika itu Gubernur Jawa Timur memprotes masuknya beras impor. Bulog Jawa Timur kemudian meyakinkan Gubernur, Jawa Timur hanya pelabuhan transit, karena bisa disandari kapal bermuatan hingga 3.000 ton. Pelabuhan di Nusa Tenggara Timur atau Maluku hanya dapat disandari kapal bermuatan 200 ton.

Sejak awal ancaman boikot itu tak membuat gentar pemerintah pusat. Menteri Dalam Negeri Mohammad Ma’ruf mengingatkan, para gubernur yang menolak beras impor hanya merespons kondisi beras di daerahnya, yang sebagian mengalami kelebihan beras. ”Impor beras ini kan untuk mengisi cadangan stok beras nasional,” katanya.

Pernyataan Ma’ruf setidaknya dibenarkan Wakil Gubernur Sumatera Utara, Rudolf Pardede. Rudolf memahami provinsi yang menolak masuknya impor beras ke daerahnya. ”Bukan tidak sependapat, tapi stok beras mereka sudah aman,” katanya.

Produksi beras Sumatera Utara 2,1 juta ton per tahun, sementara kebutuhan untuk 14 juta penduduknya 1,92 juta ton setiap tahunnya. Karena itu dia akan menerima impor beras yang akan masuk Pelabuhan Belawan sebanyak 24.600 ton.

Agung Rulianto, Olivia, Sunudyantoro (Surabaya), Verrianto M (Gorontalo)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus