Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Gerak Trengginas Sang CEO

Sebagai ”CEO” republik, langkah Jusuf Kalla terbilang gesit. Dari kalangan muslim hingga konglomerat diurusnya. Upaya mendulang dukungan?

13 Oktober 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MOTTO high risk high gain tampaknya sudah berurat berakar dalam nadi darah Jusuf Kalla. Meski sejak Oktober tahun lalu saudagar kelahiran Watampone, Sulawesi Selatan, 63 tahun silam ini sudah menjadi wakil presiden, langgamnya tak banyak berubah.

Kalla tetap kerap menyongsong risiko demi mencapai tujuan yang diinginkannya. Batas-batas yang semula tampak musykil dilewati, diterabasnya. Langkahnya terkadang zigzag, sehingga kerap mengundang kontroversi.

Banyak orang mengingat Kalla ketika menyelesaikan konflik Ambon dan Poso. Pada awalnya, banyak yang tak yakin konflik berdarah itu bisa dibereskan segera. Rakyat Maluku kini merasakan damai.

Belum lama ini Aceh pun merasakan sentuhannya. Tak mengagetkan jika Kalla dikenal bukan sekadar wakil presiden pajangan—seperti kebanyakan wakil presiden sebelumnya. Bisa jadi, itu semua lantaran dia seorang pengusaha. ”Sebagai pengusaha, pola pikirnya cepat,” kata bos Grup Para, Chaerul Tanjung.

Gerak cepat itu juga terlihat ketika pemerintah dihadapkan pada lonjakan harga minyak mentah dunia dan membengkaknya subsidi. Pemerintah harus membuat keputusan yang tidak populer: harga BBM mesti dinaikkan untuk menekan subsidi. Sebelum keluar kata putus dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menaikkan harga BBM, suaranya jauh-jauh hari sudah nyaring terdengar.

Dalam sejumlah kesempatan, Ketua Umum Partai Golkar ini menyuarakan perlunya pengurangan subsidi BBM dengan menaikkan harga BBM. Alasannya, dengan harga minyak dunia yang melesat di atas US$ 60 per barel, subsidi yang harus digelontorkan negara bisa di atas Rp 100 triliun.

Suara ini terasa sumbang karena saat itu Presiden Yudhoyono justru masih terkesan ragu-ragu mengambil keputusan. Konon, sejumlah orang dekat SBY membisikkan, akan berbahaya jika kebijakan tak populer itu diambil menjelang setahun umur pemerintahannya, yang jatuh pada 20 Oktober lalu.

Adakah hubungan yang tak harmonis antara dirinya dan Presiden Yudhoyono? Kalla menampiknya. ”Ada nuansa berbeda itu wajar-wajar saja, tapi prinsipnya tidak ada perbedaan,” katanya dalam wawancara khusus dengan Tempo.

Ia juga menyebutkan, semua yang dilontarkannya sudah dibicarakan langsung dengan Presiden. Lalu, soal kenapa Presiden terkesan lebih lambat mengeluarkan keputusan, Kalla menyatakan, pernyataan Presiden bersifat final. ”Kalau saya kan nomor dua. Jika ada yang keliru masih bisa diluruskan Presiden.”

Protes langsung muncul, dan demo pun marak di mana-mana. Bahkan rumah Kalla di Makassar sempat dikurung massa dan dilempari batu.

l l l

Di lingkup mikro, salah satu gebrakan Kalla yang cukup kontroversial—tapi punya nilai strategis—adalah upaya penyelamatan Bank Persyarikatan Indonesia.

Bank ini memang terbilang kecil. Modalnya cekak, bahkan rasio kecukupan modalnya sempat anjlok hingga tinggal 4,4 persen—di bawah ketentuan Bank Indonesia yang 8 persen. Karena itu, bank sentral pun memasukkan bank ini ke unit pengawasan khusus pada Desember tahun lalu.

Tapi Kalla rupa-rupanya melihat ”potensi” lain di balik bank yang tengah mati suri ini. Bank Persyarikatan punya kaitan erat dengan Muhammadiyah. Setidaknya, ada sejumlah anggota Pengurus Pusat Muhammadiyah yang menjadi pemegang sahamnya, sebelum kemudian diganti pemodal baru.

Tak mengherankan bila upaya penyelamatan pun langsung dikomandani oleh Wakil Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah, Din Syamsuddin, yang kini menjabat ketua umum. Di sinilah, lagi-lagi Kalla menunjukkan ”kepiawaiannya”. Ia berinisiatif mengambil langkah-langkah penyelamatan Bank Persyarikatan. Padahal saat itu dia baru dua bulan menjabat wakil presiden.

Upaya penyelamatan bermula dari sebuah makan malam yang diadakan di rumah dinasnya di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, sekitar tujuh bulan lalu. Saat itu sejumlah pengusaha pribumi, yang juga beragama Islam, diundang hadir ke rumahnya.

Menurut Aksa Mahmud, adik ipar Kalla yang turut membantu proses penyelamatan, para pengusaha itu antara lain Chaerul Tanjung, Nirwan Bakrie, dan Tanri Abeng.

Tanri bukan orang baru buat Kalla. Keduanya sudah saling mengenal sejak sama-sama kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin, Makassar. ”Mereka seangkatan,” kata Aksa. Hanya, Tanri kemudian memilih melanjutkan studinya di Amerika Serikat.

Singkat cerita, di situ Kalla mengajak para pengusaha membantu menyelamatkan Bank Persyarikatan bersama Bank Bukopin. Gayung pun bersambut. ”Beberapa pengusaha yang hadir sepakat urunan menyelamatkan BPI,” kata Chaerul Tanjung kepada Tempo. Tak kurang dari Rp 214 miliar dikumpulkan untuk menyelamatkan BPI.

Dasar pertimbangannya, bagaimanapun Bank Persyarikatan identik dengan Muhammadiyah. ”Kalau tidak ditolong, kan tidak baik untuk nama umat (Islam) dan Muhammadiyah,” kata Chaerul. ”Apalagi ada figur-figur Muhammadiyah yang bisa kena masalah ini.”

Gerak cepat Kalla ini terbilang berani. Pasalnya, di tubuh Muhammadiyah sendiri saat itu berkembang pro-kontra terhadap upaya penyelamatan Bank Persyarikatan, yang akan melibatkan amal usaha Muhammadiyah.

Tak kurang, penolakan datang dari mantan Ketua Umum Muhammadiyah, Amien Rais, yang justru menyarankan agar bank ini ditutup saja. Karena itu, bekas Ketua Umum Partai Amanat Nasional ini pun meminta upaya mencari investor baru dibatalkan.

Nah, justru karena itulah muncul desas-desus bahwa upaya Kalla tidak lain merupakan bagian dari upayanya mendulang dukungan konstituen muslim dan Muhammadiyah, khususnya untuk Pemilu 2009.

Kalla menampik sinyalemen itu. Menurut dia, penyelamatan Bank Persyarikatan semata-mata didasarkan pertimbangan bisnis. Jika bank itu sampai bubar, negara harus mengeluarkan duit penjaminan nasabah Rp 600 miliar. Lagi pula, kata Kalla, ”Saya menjaga harkat Muhammadiyah. Bisa habis namanya, kasihan.”

Toh, Kalla menambahkan, dalam jangka panjang Bank Persyarikatan bisa dijadikan bank syariah di bawah payung Bank Bukopin. Selain itu, BCA dan bank-bank lain pun telah dibantu pemerintah triliunan rupiah. ”Sedangkan ini kan bank kecil.”

Aksa pun menampik tudingan tersebut. Menurut Wakil Ketua MPR yang juga bos Grup Bosowa ini, uluran tangan Kalla sebetulnya bukan hal yang aneh. Sebab, keluarga Kalla sudah lama punya hubungan dengan Muhammadiyah. ”Ibunya pernah menjabat bendahara di Aisyiah (organisasi kewanitaan di bawah payung Muhammadiyah),” ujarnya.

l l l

Manuver lain yang tak kalah menarik adalah upaya Kalla mendekati para taipan papan atas Indonesia saat ia berkunjung ke Cina pada akhir Agustus lalu. Saat itu rupiah sedang gonjang-ganjing hebat, bahkan sempat hampir menyentuh Rp 12 ribu per US$ 1.

Pertemuan dengan para taipan dilakukan dalam sebuah santap pagi bersama. Sederet konglomerat hadir di sana, antara lain Anthoni Salim, Prajogo Pangestu, Sukanto Tanoto, The Nin King, Teguh Ganda Widjaja, dan Chaerul Tanjung.

Kebetulan (atau tidak) para taipan saat itu sedang mengikuti pameran dagang di Beijing, Cina, yang digagas Kamar Dagang dan Industri Indonesia. Namun, momen ini jadi menarik karena selama ini sosok Kalla kerap dinilai antipengusaha keturunan Tionghoa. ”Bisa jadi, inilah upaya Kalla melakukan rekonsiliasi,” kata salah seorang pengusaha yang enggan disebut namanya.

Di mata para koleganya, langkah gesit Kalla memang tak bisa dipisahkan dari latar belakangnya sebagai pengusaha. Itu sebabnya, Aksa pun lebih menggambarkan peran Kalla sebagai chief executive officer (CEO) Republik, dengan Presiden Yudhoyono sebagai chairmannya.

Di sebuah perusahaan, CEO-lah pemimpin eksekutif tertinggi yang menjalankan roda bisnis. Dalam kapasitas itu, tentu Kalla tak bisa bekerja sendirian. Dibutuhkan orang-orang kepercayaannya untuk membantu menggerakkan roda ”perusahaan”. Untuk itu, ia pun dikabarkan getol memilih orang pilihannya di pos-pos penting ekonomi.

Sudah menjadi rahasia umum, Menteri Koordinator Perekonomian Aburizal Bakrie, koleganya di Partai Golkar, termasuk yang diusungnya masuk kabinet. Belakangan beredar bisik-bisik, ia pun rajin memasukkan orang-orangnya di sejumlah departemen dan perusahaan milik negara.

Salah satu nama yang disebut-sebut adalah Sofyan Basir, yang pada Mei lalu didaulat menggantikan Rudjito sebagai Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia. Kemunculannya sempat dikaitkan dengan posisi lamanya sebagai Direktur Utama Bank Bukopin. Maklum, bank ini merupakan pimpinan konsorsium investor yang menginjeksikan dana ke Bank Persyarikatan.

Sofyan menampik tudingan itu. ”Ngawur itu, tidak ada kaitannya,” katanya. Ia pun mengaku saat pencalonan, dirinya hanya dihubungi Menteri BUMN Sugiharto.

Nama lain yang juga santer disebut sebagai kepanjangan tangan Kalla adalah Said Didu. Mantan pejabat eselon dua di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) ini kini dipercaya sebagai Sekretaris Menteri Negara BUMN menggantikan Richard Claproth.

Menurut sumber Tempo, ia ditempatkan di sana untuk menjadi ”mata dan telinga” Kalla di Kementerian BUMN yang mengelola aset lebih dari Rp 600 triliun. Said membenarkan ia telah lama berhubungan dengan Kalla. Keduanya pernah bekerja bareng dalam penyusunan Garis-Garis Besar Haluan Negara pada 1987, saat Kalla menjadi anggota MPR dari Utusan Daerah.

Meski begitu, kata pria kelahiran Pinrang, Sulawesi Selatan, 43 tahun silam ini, penunjukannya bukan karena faktor ”kedekatan” dengan Kalla, yang sama-sama berasal dari Sulawesi Selatan. ”Ini bukan zamannya lagi.” Apalagi, kata Said, sesungguhnya orang Sulawesi Selatan justru paling banyak diangkat jadi menteri dan pejabat eselon satu sewaktu pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus