Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kedai kopi di Jalan Wahid Hasyim, Menteng, Jakarta Pusat, itu tampak sepi. Hanya dua dari 40-an kursinya yang terisi. Siang itu, pertengahan Oktober lalu, tidak ada orang yang memesan kopi. Tidak juga teh atau camilan. Maklum, bulan puasa. Jangan heran jika omzet kedai milik Handra Leo itu turun 60-70 persen dari hari biasa.
Kendati tidak untuk menikmati makanan atau minuman, selalu saja ada orang yang datang ke kedai bernama Phoenam itu. Lalu, buat apa mereka yang berpuasa itu pergi ke kedai kopi? Inilah uniknya Phoenam. Tak semua mereka yang datang ke kedai yang dirintis Liong Thay Hiong pada 1946 di Makassar ini ingin minum kopi Toraja atau teh susu sambil menikmati roti bakar. Phoenam adalah tempat untuk ”pulang sejenak”.
Warung itu menjadi salah satu tempat khusus bagi orang-orang asal Sulawesi Selatan di Jakarta. Ada kelakar di antara para pelanggan: kalau Anda mencari orang asal Makassar, datanglah ke Phoenam. Kalau tak ketemu orangnya, setidaknya salah satu temannya pasti ada.
Di sana mereka sering bertemu kangen. ”Kadang kumpul puluhan orang. Dulunya teman sekolah, lalu sama-sama ketemu ketika sudah sukses di Jakarta,” kata Handra Leo. Anak pertama pendiri Phoenam ini mengatakan, di kedainya yang di Menteng itu saja ada 20-an pelanggan tetap yang bisa dipastikan kedatangannya tiap hari. Boleh dibilang Phoenam adalah ”kantor” mereka.
Datang ketika jam kantor mulai di pagi hari, dan para pelanggan itu baru beranjak menjelang petang. Sesekali, malam hari mereka masih balik lagi, sampai kedai tutup di tengah malam. Selama sehari penuh itu, kadang hanya secangkir kopi atau teh susu yang mereka pesan. Itu pun bayarnya menunggu kawan yang datang mentraktir.
Macam-macam yang dilakukan para pelanggan di Phoenam. Mengobrol tanpa juntrung atau bicara bisnis, dan tak jarang mengatur strategi politik. Dalam soal yang terakhir itulah nama Phoenam lebih lekat di banyak orang Makassar. Cabang kedua Phoenam di Kota Makassar, yakni yang berlokasi di kompleks pertokoan di kawasan elite Panakkukang Mas, bahkan menyediakan ruang khusus untuk obrolan politik. Sekali sepekan, radio swasta Mercurius FM bahkan mengadakan siaran langsung dari kedai ini dalam acara ”obrolan warung kopi”.
”Saya hanya memfasilitasi tempat,” kata Deddy, generasi ketiga Liong yang mengelola cabang itu. Seorang pengunjung kedai, Ahmad Doel, mengaku selalu mengikuti acara tersebut. Selain karena topiknya selalu hangat, ”Semua unsur bisa terlibat. Dari pejabat, politisi, pendidik, maupun yang datang hanya sekadar ngopi,” ujarnya.
Deddy bercerita, beberapa nama terkenal yang acap nongkrong di warungnya antara lain Wakil Gubernur Syahrul Yasin Limpo, pengusaha properti Idris Manggabarani, serta Hamid Awaludin yang kini Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. ”Hampir setiap ke Makassar, Hamid pasti berkunjung. Sesekali menggelar jumpa pers, atau hanya bertemu teman lamanya,” ujar Deddy.
Cabang pertama Phoenam di Jakarta terletak di Plaza Mandiri di Jalan Gatot Subroto, didirikan pada 1997. Tapi, seingat Handra, baru pada tahun 2000 kedainya mulai jadi tempat mangkal para aktivis dan politisi Makassar. Selain Hamid yang selalu pesan teh susu, mantan Menteri Dalam Negeri Ryaas Rasyid, Halim Kalla, dan Fanny Habibie adalah beberapa pelanggan yang punya nama berkibar di panggung politik nasional.
”Yang bukan orang Makassar seperti Pak Harmoko (mantan Menteri Penerangan dan Ketua MPR) juga sesekali datang,” kata Handra. Jusuf Kalla pun sekali dua kali terlihat mampir, termasuk ketika sudah menjabat wakil presiden. Para staf Kalla seperti Alwi Hamu dan kawan-kawan juga sering terlihat. ”Banyak strategi politik tercetus dari obrolan santai di sini. Tapi lebih banyak lagi pembagian bisnis,” seorang pelanggan berkisah.
Namun, ada juga tokoh Makassar yang tak pernah pergi ke Phoenam, baik yang di Jalan Gatot Subroto maupun Menteng. Achmad Kalla salah satunya. Ia mengaku tak tahu ada tempat yang jadi semacam pangkalan ”geng” Makassar. ”Saya sekolah di Bandung. Jadi tak banyak kenal,” kata adik Jusuf Kalla yang lulusan Institut Teknologi Bandung ini.
Keramaian di Phoenam—terutama yang berada di Jalan Wahid Hasyim, Menteng—biasanya akan berlipat di saat-saat tertentu, apalagi jika ada sebuah peristiwa yang melibatkan para politisi Makassar sebagai aktornya. Misalnya pada masa pemilihan presiden, atau bahkan ketika media tengah ramai menyorot dugaan korupsi di Komisi Pemilihan Umum yang menyeret nama Hamid dalam pusaran berita.
”Di sini mereka merasa seperti di kampung halaman. Makanya, kalau stres, pasti ke sini,” kata seorang pelanggan di Phoenam Menteng. Setidaknya mereka merasa lebih aman di tengah kawan sekampung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo