Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Lembang Sembilan Tinggallah Nama

Kegiatan Institut Lembang Sembilan, dapur tim sukses Jusuf Kalla, kini tak terdengar lagi. Ada rencana berpindah kantor.

13 Oktober 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bertengger di Jalan Lembang 9, Menteng, Jakarta Pusat, rumah itu memiliki langit-langit yang tinggi khas arsitektur peninggalan Belanda. Suasana ruang tengahnya menggambarkan pernah berlangsung kegiatan yang penting di sana. Ada sofa-sofa empuk dan hiasan patung Loro Blonyo. Di salah satu sisinya, terpajang lukisan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Ibu Ani. Ukurannya lebih dari 1,5 meter persegi. Sementara lukisan Jusuf Kalla dan Ibu Mufida dalam ukuran yang lebih kecil menempel di atas jendela.

Itulah rumah yang pernah jadi markas tim sukses Jusuf Kalla dalam pemilihan presiden dan wakil presiden tahun lalu. Ketika Tempo melongok tiga pekan lalu, suasananya sungguh sepi. Padahal sebelumnya rumah yang dibeli oleh Haji Kalla—ayah Jusuf Kalla—pada 1972 itu selalu dikunjungi banyak orang, terutama politisi asal Makassar. Puncak keramaian terjadi pada musim kampanye pemilihan presiden yang lalu. Saat itu, hampir setiap hari, siang dan malam, orang sering berdiskusi dan mengantur strategi di sana untuk memenangkan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla.

Dari sana pula lahir sebuah lembaga bernama Institut Lembang Sembilan, sesuai dengan alamat rumah tersebut. Kendati bernama institut, jangan bayangkan ini sebuah lembaga pendidikan atau penelitian. Lembaga ini lebih sebagai tempat berpayung tim sukses Jusuf Kalla. Mereka dibentuk menjelang konvensi Golkar pada 5 April tahun lalu untuk menentukan calon presiden dari partai ini. Jusuf yang hendak berlaga dalam arena itu butuh dukungan tim sukses. Alwi Hamu, sahabat lama Jusuf semasa menjadi mahasiswa dan aktivis HMI di Ujung Pandang, mengajukan diri jadi ketua. Puluhan tokoh pendukung Jusuf kemudian berkumpul.

Mereka lalu menggunakan rumah milik Haji Kalla sebagai tempat berkumpul. Sebelumnya, rumah ini sering digunakan untuk singgah keluarga Kalla dari Makassar yang mengurus bisnis di Jakarta. Jusuf Kalla pernah tinggal di situ, demikian juga adiknya, Achmad Kalla, dan pengusaha Fadel Muhammad, yang ketika itu baru coba-coba berbisnis setelah lulus dari Institut Teknologi Bandung.

Komponen Lembang Sembilan didominasi orang Bugis Makassar. Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) menjadi batang tubuh. Hanya, tim intinya berasal dari keluarga dan kerabat dari kelompok bisnis NV H. Kalla, perusahaan yang dirintis ayah Jusuf, Bukaka, serta grup Bosowa. Meski begitu, ada juga beberapa orang yang bukan dari Makassar tapi memiliki pertautan dengan Jusuf Kalla lewat Golkar atau HMI, yang ikut bergabung.

Menurut Alwi Hamu, setidaknya ada 36 nama yang masuk daftar perintis Institut Lembang Sembilan. Di antaranya Muhammad Abduh (bekas pejabat Departemen Keuangan) dan Aksa Mahmud (adik ipar Jusuf yang juga pemilik Bosowa). Pertautan Jusuf dengan Alwi dan Aksa dimulai saat mereka masih kuliah di Universitas Hassanudin pada 1960-an. Sedangkan pertemanannya dengan Abduh terjalin lebih lama lagi, ketika mereka masih di sekolah menengah.

Tanri Abeng, mantan Menteri Pendayagunaan BUMN, termasuk juga anggota Lembang Sembilan. Demikian pula tiga adik Jusuf Kalla, yakni Achmad Kalla, Suhaeli, dan si bungsu Halim Kalla. Ada pula tokoh yang berasal dari luar Makassar seperti Setyanto P. Santosa (bekas Direktur Utama PT Telkom), Sofyan Djalil (bekas staf Tanri Abeng), dan Sahrul Udjud, staf Jusuf sewaktu menjadi Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat.

Menurut Abduh, ada tiga hal yang dulu sering dibicarakan kelompok Lembang Sembilan, yakni restrukturisasi perpajakan, kebijakan energi, dan perbaikan perbankan. Tak jarang pula mereka membahas konsep ekonomi mikro untuk memberdayakan pengusaha pribumi. Pernah juga, kata pakar komunikasi Universitas Hassanudin, Sinansari Ecip, yang juga tergabung di dalamnya, lembaga ini mengundang pakar dari pemerintah dan swasta. Eki Kalla, keponakan Jusuf yang kini tinggal di rumah itu, masih ingat salah satu yang dibicarakan saat itu yakni masalah minyak dan gas di Blok Cepu, Jawa Timur. “JK ingin Cepu tidak lagi dikelola Exxon, tapi oleh Pertamina,” kata Eki.

Saking pentingnya Lembang Sembilan saat itu, Eki juga ingat apa yang pernah diucapkan Jusuf mengenai tim suksesnya. “Saya tidak punya partai, partai saya Lembang Sembilan dan KKSS,” kata Jusuf Kalla seperti ditirukan Eki.

Ketika itu Jusuf Kalla memang mengundurkan diri dari konvensi Partai Golkar. Tanpa mendapat sokongan resmi dari Golkar, dia akhirnya maju menjadi calon wakil presiden berpasangan dengan Susilo Bambang Yudhoyono. Sejak itu pula tim dari Lembang Sembilan lalu bergabung dengan tim sukses SBY yang berasal dari Blora Center dan Brighten Institute. Alwi Hamu, pemilik harian Fajar yang juga pengusaha penerbitan di Sulawesi Selatan, kemudian menjadi ketua tim kampanye nasional SBY-JK dalam pemilihan presiden lalu.

Lewat kampanye yang memukau, akhirnya pasangan SBY-JK terpilih menjadi presiden dan wakil presiden. Sebagian anggota tim sukses mereka ikut masuk ke Istana. Tiga pentolan Lembang Sembilan, Alwi Hamu, Muhammad Abduh, dan Sahrul Udjud, diangkat sebagai staf khusus Wakil Presiden. Yang lain mendapat posisi yang tak kalah penting. Aksa Mahmud, misalnya, menjadi Wakil Ketua MPR, dan Sofyan Djalil jadi Menteri Komunikasi dan Informasi.

Setelah beberapa bulan pasangan SBY-JK memerintah, rupanya masih banyak anggota Lembang Sembilan yang tidak kebagian posisi. Itu sebabnya pada April lalu lembaga ini menyodorkan sejumlah nama calon pejabat eselon satu untuk duduk di posisi strategis sejumlah kementerian. Dibubuhi pengantar dari kantor Sekretariat Wakil Presiden, surat yang diteken oleh Alwi Hamu itu kemudian diteruskan ke para menteri dengan harapan ”dapat ditindaklanjuti”.

Keruan saja manuver kelompok Lembang Sembilan itu segera mengundang cibiran dari lawan-lawan politiknya. Jusuf Kalla lantas buru-buru mengatakan surat itu salah prosedur dan sudah dibatalkan.

Sejak itulah tidak terdengar lagi kegiatan Lembang Sembilan. Kantor lembaga ini di Menteng juga selalu terlihat sepi. Pengusaha Aksa Mahmud malah menegaskan, sebenarnya lembaga ini cuma eksis semasa kampanye dan kini tidak ada lagi. Dia juga mengatakan lembaga semacam ini tidak dibutuhkan lagi sekarang. ”Jangan sampai ada kekuatan-kekuatan baru,” kata Aksa.

Muhammad Abduh pun mengaku tidak pernah lagi datang ke kantor Lembang Sembilan karena kesibukannya sekarang. Demikian pula dengan Suhaeli dan Halim Kalla. Mereka jarang kumpul-kumpul lagi di sana sejak abangnya terpilih jadi wakil presiden. Tokoh lainnya, Tanri Abeng, malah tak merespons pertanyaan Tempo soal Lembang Sembilan.

Begitu pula Sofyan Djalil, yang dulu menjadi sekretaris Lembang Sembilan. Dia enggan menjelaskan ihwal lembaga tersebut. ”Saya sudah nggak tahu lagi,” katanya. Dia lalu menyarankan agar Tempo menghubungi Alwi Hamu.

Sejauh ini Alwi Hamu memang masih berkukuh bahwa Lembang Sembilan tetap berdiri. Menurut dia, lembaganya berusaha memberikan pendidikan politik bagi masyarakat. ”Ini think tank serius. Kami masih terus melakukan rapat dan diskusi di mana saja kalau diperlukan, tak perlu di Jalan Lembang. Di sini juga bisa,” katanya sambil menunjuk ruangnya di Sekretariat Wakil Presiden.

Menurut Alwi, diskusi terakhir orang-orang Lembang Sembilan mengenai pencabutan subsidi BBM. ”Intinya kami mendukung kebijakan pemerintah,” kata dia. Untuk memudahkan sosialisasi, Alwi mengaku menggunakan lebih dari seratus media di bawah jaringan grup Jawa Pos yang dipimpinnya. Sayang, dia tidak bisa menunjukkan naskah hasil diskusi itu kepada Tempo. Kata Alwi, ia masih harus mencarinya dulu.

Dia juga berencana memindahkan kantor lembaga tersebut ke sebuah rumah di kawasan Simpruk Golf, Jakarta Selatan. Alwi memilih keluar dari Jalan Lembang 9 supaya organisasi itu tidak selalu dikaitkan dengan figur Jusuf Kalla. Meski akan pindah kantor, nama Lembang Sembilan tetap dipertahankan oleh Alwi. Jadi, dia tak mengubahnya menjadi Institut Simpruk Golf, misalnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus