DUKA nestapa hati Nyonya Naimah. Perkawinannya dengan Udin, pemuda pilihannya, tak kunjung direstui orangtuanya, meskipun sudah berlangsung lima belas tahun dan membuahkan dua anak. Duh, apa pula ini. Yang dirisaukan oleh Naimah, ia diultimatum orangtuanya: pilih keluarga atau suami. Pilih yang mana, coba. "Saya bingung. Kalau mau ikut suami, saya tidak diakui anak. Ikut keluarga, ya, harus meninggalkan anak dan suami," kata Naimah suatu ketika kepada salah seorang temannya. Karena tak boleh berlama-lama bingung, Naimah main putus-putusan. Ia kembli ke rumah orangtuanya, di Jalan Teluk Nibung, Surabaya. Dengan notabene, hatinya tetap gundah. Suami dan anaknya selalu dl pelupuk matanya. Celakanya, Si Udin ikut bikin susah. Tidak tahu bahwa istrinya masih cinta banget, ia nekat kawin lagi. Padahal, 'kan belum cerai sama Naimah. Akhirnya, Naimah pun merasa ditinggal sendirian. Di suatu pagi Januari lalu, ia mengurung diri di kamarnya. Pintu dikunci. Ini yang membuat adiknya, Naisyah, curiga. Lalu menggedor pintu, dan kemudian mendobraknya. Astaga. Naimah tertatih-tatih di depan pintu. Tangan kanannya menjinjing gergaji. Sementara itu, tenggorokannya robek dan mengalir darah segar. Naisyah menjerit histeris, sementara Naimah melanjutkan pekerjaannya, menggergaji lehernya sendiri. Orang-orang berdatangan. Naimah dilarikan ke RS dr. Soetomo. Alhamdulillah, ia selamat tapi perlu dirawat. "Daripada hidup menderita, lebih baik mati," kata Naimah kepada seorang kerabat yang menjenguknya di rumah sakit. Tampaknya, Naimah tak akan menderita panjang. Udin kembali mendampinginya, dan keluarganya manutmanut saja. Semuanya berbalik, gara-gara gergaji itu, cara bunuh diri yang langka walau (hampir) nyata.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini