Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan atau Aher memberi perpanjangan waktu 6 bulan lagi kepada PT Jabar Bersih Lestari (JBL) untuk membangun fasilitas Tempat Pembuangan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPAS) Regional Lulut-Nambo untuk wilayah Bogor-Depok.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Nambo kita berikan kesempatan, diperpanjang 6 bulan,” kata Ahmad Heryawan atau Aher di Bandung, Jumat, 22 Desember 2017.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ahmad Heryawan mengatakan, PT JBL masih terkendala soal kesepakatan harga pembelian hasil olahan pabrik sampah Nambo itu dengan pabrik semen PT Indocement. Hasil akhir sampah berupa refuse derifed fuel (RDF) yakni bahan bakar alternatif pengganti batu bara untuk pabrik semen. “Dari segi teknis dan kualitas sudah oke, gak ada masalah, tinggal negosiasi harga,” kata dia.
Menurut Aher, negosiasi harga antara PT JBL dan PT Indocement tersebut belum mencapai titik temu. Kesepakatan harga itu dibutuhkan PT JBL untuk menuntaskan “financial-closing”, perjanjian pembiayaan dengan bank. “Ketika klop, harga jelas. Lembaga keuangan segera mencairkan pinjamannya. Setelah itu baru mulai membangun,” kata dia.
Aher mengatakan, pemerintah provinsi tidak bisa mencampuri negosiasi keduanya. “Itu urusan bisnis. Gak bisa (dicampuri), kata dia.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jawa Barat, Anang Sudarna mengatakan, lelang investasi pengolahan sampah regional Lulut-Nambo itu mewajibkan pemenangnya untuk memulai membangun pabrik sampah 6 bulan setelah penandatangan kontrak dengan pemerintah Jawa Barat. Bulan ini adalah tenggatnya.
“PT JBL minta tambahan waktu,” kata dia saat dihubungi Tempo, Jumat, 22 Desember 2017.
Menurut Anang, penggunaan RDF itu lebih menguntungkan bagi industri semen karena penggunaan sumber energi yang renewable, hasil daur ulang. “Harganya juga relatif lebih murah dibandingkan dengan batu bara,” kata dia.
Anang mengatakan, pemerintah provinsi mendorong kesepakatan harga keduanya segera tercapai. “Kepentingan kami agar TPPAS Lulut-Nambo itu segera beroperasi dan bisa melayani publik. Sampah di Bogor-Bogor-Depok segera bisa di olah. Tiga wilayah itu sudah darurat sampah. TPA yang ada sudah dipaksakan penggunaannya,” kata dia.
Konsorsium PT Jabar Bersih Lestari, pemenang kontrak pembangunan dan TPAS Regional Lulut-Nambo untuk wilayah Kabupaten Bogor, Kota Bogor, dan Kota Depok akan mengunakan teknologi yang dikembangkan di Korea untuk menghadapi lokasi pembuangan sampah ilegal. “Korea juga menghadapi masalah tempat pembuangan sampah ilegal,” kata Direktur Utama PT JBL, Doyun Yu di Bandung, Rabu, 21 Juni 2017,
Salah satu teknologi yang digunakan untuk mengolah sampah tersebut adalah teknologi mechanical biological technoloogy (MBT) yang akan dipergunakan di TPPAS Regional Lulut Nambo yang berlokasi di Kabupaten Bogor. “Satu dari 4 perusahaan Korea yang menjadi anggota konrsorsiumnya adalah pemain lama dalam penggunaan teknbologi itu untuk mengolah sampah,” kata Doyun.
Menurut Doyun, teknologi MBT yang menjadi andalan fasilitas pengolah sampahnya tersebut karena kemampuannya untuk memilah sampah berdasarkan jenisnya.
“Menggunakan fasiltias MBT tersebut kami bisa memilah antara sampah yang bisa dijadikan kompos dan tidak, sampah yang bisa di daur ulang, serta sampah organik,” kata dia.
Doyun mengatakan, dengan teknologi itu juga 60 persen hingga 65 persen kadar air dalam sampah bisa direduksi hingga tersisa kurang dari 25 persennya. Selanjutnya sampah yang bisa dijadikan kompos serta sampah organik digabungkan untuk menjadi bahan baku RDF, atau Refuse Derifed Fuel, atau dikenal sebagai bahan waste fuel. “Kami bisa menggunakanya waste-fuel itu untuk bahan bakar pabrik semen,” kata dia.
Dia mengklaim, teknologi yang akan diterapkannya nanti ramah lingkungan dan aman bagi warga sekitar. “Umumnya fasiltias pengolahan sampah akan berdampak negatif pada orang-orang disekitar lokasinhya, dan juga punya dampak negatif pada ekologi minimal dampak baunya, serangga, dan pencemaran air. Kami sudah menyiapkan solusi untuk itu untuk meminimalkan bau dan dampak negatif itu bagi lingkungan sekitarnya,” kata Doyun.
Doyun mengatakan, kontrak yang ditekennya dengan pemerintah Jawa Barat berupa konsesi pengelolaan sampah Bogor-Bogor-Depok selama 35 tahun. “Pemerintah menjamin untuk memasok sampai 1.500 ton per hari, dan akan membayar tiping fee,” kata dia.
Doyun mengatakan, hasil olahan sampah itu, yakni RDF itu berhak dijualnya. “Kami juga akan menyuplai RDF ini pada PT Indocement,” kata dia. Dalam pertemuan awalnya, PT Indocemen berencana menggunaakn energi alternatif pengganti batu bara untuk produksi semen mereka dan mereka berminat membeli semua produksi RDF yang dihasilkan TPPAS Regional Lulut-Nambo tersebut.