Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DUA anak buah Nurdin, yakni Kepala Dinas Kelaut-an dan Perikanan Edy Sofyan serta Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Budi Hartono, serta pengusaha bernama Abu Bakar turut ditetapkan sebagai tersangka. “Nurdin diduga menerima uang dari Abu secara langsung ataupun melalui Edy dalam beberapa kali kesempatan,” ujar Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, Kamis, 11 Juli lalu.
Kasus ini bermula dari operasi tangkap ta-ngan di Pelabuhan Sri Bintan Pura, Tanjung-pinang, Rabu, 10 Juli lalu. Saat itu tim KPK menangkap tujuh orang, yang lima di antaranya anak buah Nurdin. Penyidik lalu mencokok Nurdin di rumah dinasnya.
Penangkapan tersebut berawal dari pembahasan peraturan daerah rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Kepulauan Riau di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah setempat. Aturan ini memungkinkan pemanfaatan penge-lolaan laut di Kepulauan Riau. Pada Mei lalu, Abu Bakar mengajukan permohonan izin reklamasi seluas 10,2 hektare di Tanjung Piayu untuk dijadikan resor dan kawasan wisata. Padahal lokasi itu masuk kawasan budi daya yang dilindungi.
Gubernur Kepulauan Riau Tersangka Korupsi Izin Reklamasi/Tempo
Menurut Basaria, Budi dan Edy diduga membantu Abu melengkapi dokumen yang diperlukan. Abu memberikan Sin$ 5.000 dan Rp 45 juta kepada Nurdin pada 30 Mei untuk memuluskan rencana itu. Sehari berselang, Nurdin menerbitkan izin prinsip reklamasi seluas 10,2 hektare. Pada 10 Juli, Nurdin kembali menerima US$ 6.000 dari Abu melalui Budi.
KPK juga menggeledah rumah dinas Nurdin pada Jumat, 12 Juli lalu. Hasilnya, penyidik menyita 13 tas dan kardus berisi duit Rp 3,5 miliar, US$ 33.200, dan Sin$ 134.711. “Ditemukan di kamar Gubernur di rumah dinasnya,” ucap juru bicara KPK, Febri Diansyah. Adapun Nur-din bungkam ketika dimintai tanggap-an setelah diperiksa KPK pada Jumat dinihari.
Grasi Presiden untuk Pelaku Perundungan Seksual
PRESIDEN Joko Widodo memberikan grasi kepada Neil Bantleman, terpidana kasus perundungan seksual terhadap tiga murid taman kanak-kanak Jakarta International School (JIS). “Grasi dari Presiden berupa pengurangan pidana dari 11 tahun menjadi 5 tahun 1 bulan,” ujar Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Ade Kusmanto, Jumat, 12 Juli lalu.
Pengampunan itu tertuang dalam Keputusan Presiden RI Nomor 13/G Tahun 2019 tertanggal 19 Juni 2019. Menurut Ade, Bantleman telah membayar denda senilai Rp 100 juta dalam perkara ini. Dua hari setelah grasi diberikan, Bantleman keluar dari penjara dan kembali ke Kanada.
Kuasa hukum korban perundungan seksual oleh guru JIS, yang kini berubah nama menjadi Jakarta Intercultural School, itu, Tommy Sitohang, mengatakan kliennya kecewa atas pemberian grasi ini. Tommy akan mengirimkan surat protes kepada Jokowi. “Karena grasi, Bantleman tak akan kembali ke Indonesia dan lolos dari tanggung jawab perbuatannya,” katanya.
Tim Polri Kesulitan Ungkap Pelaku Teror Novel
TIM gabungan yang dibentuk Kepolisian RI kesulitan membongkar pelaku teror penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan. “Kalau orang bilang mudah, tolong kasih tunjuk ke kami,” ujar anggota tim gabungan, Hendardi, Senin, 8 Juli lalu.
Masa kerja tim gabungan yang dibentuk Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian itu berakhir pada Ahad, 7 Juli lalu. Tim yang bertugas selama enam bulan tersebut sudah memeriksa sejumlah saksi. Salah satunya, kata Hendardi, mantan Kepala Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya, Komisaris Jenderal Mochamad Iriawan.
Tim gabungan akan mengumumkan hasil kerjanya kepada publik pekan ini. Adapun Novel meminta kepolisian mengungkap pelaku penyiraman yang menyebabkan mata kirinya rusak. “Jangan berspekulasi aktor intelektual, dalang, dan lainnya,” ucapnya.
Ratna Sarumpaet Divonis 2 Tahun BUI
Ratna Sarumpaet Divonis 2 Tahun BUI/Tempo/TEMPO/M Taufan Rengganis
PENGADILAN Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan hukuman dua tahun penjara kepada Ratna Sarumpaet karena menyebarkan berita bohong dan secara sengaja menimbulkan keonaran di masyarakat. “Memenuhi semua unsur pidana,” ujar ketua majelis hakim, Joni, Kamis, 11 Juli lalu.
Vonis itu lebih rendah daripada tuntutan jaksa, yakni enam tahun penjara. Jaksa penuntut umum mempertimbangkan rencana meminta banding. “Dakwaan kami terbukti,” kata jaksa Daru Trisadono.
Ratna sebelumnya membuat cerita bahwa dia dipukuli orang di Bandung. Ia menyebarkan informasi itu kepada sejumlah orang, termasuk Prabowo Subianto dan sejumlah personel Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno. Prabowo dan elite partai menggelar konferensi pers mengutuk peristiwa itu. Padahal Ratna menjalani operasi muka di Rumah Sakit Bedah Bina Estetika.
Ratna menyatakan kecewa atas vonis tersebut. Kuasa hukum Ratna, Desmihardi, menyebutkan kliennya mempertimbangkan langkah mengajukan permohonan banding.
Legalisasi Poligami Menuai Kritik
RENCANA Pemerintah Provinsi Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh mengeluarkan Qanun Hukum Keluarga menuai kontroversi. Sebab, qanun itu juga melegalkan poligami.
Ada lima pasal yang mengatur persyaratan poligami. Di antaranya seorang laki-laki tak boleh beristri lebih dari empat orang, memiliki kemampuan finansial dan batin, serta mendapat izin dari Mahkamah Syariah. Wakil Ketua Komisi VII DPR Aceh Musannif mengklaim aturan ini bertujuan melindungi anak dan perempuan. “Kalau pernikahan siri tak tercatat, nanti yang jadi korban istri dan anaknya,” katanya.
Anggota Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan, Sri Nur Herawati, menilai qanun itu tak bisa menjadi solusi untuk melindungi hak-hak perempuan dalam perkawinan. Menurut dia, pemerintah Aceh seharusnya merapikan pencatatan perkawinan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo