UNTUK pertama kalinya, Gubernur DKI Tjokropranolo berdiri di
muka sidang paripurna DPRD DKI, untuk menyampaikan RAPBD. Ini
terjadi 1 April lalu. Warga kota tampaknya memang
menunggu-nunggu apa yang akan dilakukan pengganti Ali Sadikin
itu.
Tapi tampaknya tak banyak perobahan yang akan dibuat
Tjokropranolo. Dalam masalah becak misalnya, ia tetap meneruskan
kebijaksanaan pendahulunya. Hanya saja ada sedikit tambahan,
"dalam pelaksanaannya akan disesuaikan dengan kondisi dan
situasinya." Sebab katanya, "kebijaksanaan ini menyangkut lebih
luas, dalam rangka penerapan Pola Transportasi Jakarta."
Masih dalam soal angkutan, Tjokro sedikit merubah langkah yang
pernah diambil Ali Sadikin. Ia kini menghidupkan kembali Kopaja
(Koperasi Angkutan Jakarta), yang bergerak di bidang angkutan
jenis mikro bis. Hingga dengan demikian Kopaja kembali bisa
berdampingan dengan PT Metro Mini sebagai wadah pengatur usaha
bis-bis kota kecil.
Apakah Gubernur Tjokropranolo mampu memacu laju pembangunan di
DKI. Ini tentu saja tercermin dalam APBD DKI yang baru saja
disahkan akhir bulan lalu itu. Ternyata Tjokropranolo belum
punya nyali besar. "Apabila kita bandingkan dengan tahun
anggaran yang sedang berjalan, anggaran Rp 104.138.305.000
(sesudah perobahan), hanya mengalami kenaikan 0,41% saja," kata
Tjokropranolo di depan DPRD. Hingga, "dibandingkan dengan
kenaikan tahun 1977/1978 terhadap tahun 1976/1977 sebesar
16,33%, maka kenaikan tahun 1978/1979 tersebut memang sangat
kecil."
Pasar Inpres
Untuk anggaran 1978/1979 ini Pemda DKI mengajukan Rp
104.565.204. 000. Terbagi 44,90% untuk belanja rutin dan 55,10%
untuk belanja pembangunan. Dengan pendapatan sebesar 54,28% dari
sumber daerah sendiri, disusul dari Pemerintah Pusat 29,51% dan
dana pinjaman sebesar 16,21%. Belum termasuk dana-dana dari
program bantuan pembangunan Daerah Tingkat II, program bantuan
sarana pendidikan dan sarana kesehatan, dana bantuan desa dan
pembiayaan-pembiayaan bagi proyek sektoral.
Tjokro menyebutkan biang sebab kenaikan anggaran yang secuil itu
karena, "kecilnya tambahan penerimaan dari Pemerintah Pusat
untuk tahun 1978/1979 yang hanya naik 7,64% dibanding tahun
sebelumnya." Kenaikan pada tahun 1977/1978 dibanding tahun
1976/1977 katanya mencapai 54,64%.
Tampaknya kesan adanya gaya santai dari gubernur pengganti Ali
Sadikin ini makin diperkuat oleh kenyataan APBD yang
dikemukakannya. Apalagi dalam soal pembangunan dan pemugaran
pasar yang mendapat dana Inpres terjadi kelambatan yang amat
menyolok. Rencana pembangunan pasar Inpres 1976/1977 untuk 37
buah pasar (dana sebesar Rp 5,7 milyar) cuma mampu diselesaikan
sebanyak 12 saja. Sisanya 25 pasar ada yang masih dalam proses
pembebasan tanah, persiapan tender atau dalam penyelesaian.
Padahal untuk tahun 1977/1978 sudah pula disetujui Mendagri
untuk mendapat tambahan dana Inpres sebesar Rp 6,5 milyar untuk
34 pasar. Hingga di tahun 1978/1979 ini agaknya Pemda DKI harus
ngebut untuk menyelesaikan 59 pasar Inpres.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini