Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Gerakan Indonesia Kita (Gita) berinisiatif mengadakan toren air untuk memudahkan cuci tangan.
Sekelompok pekerja kreatif menghimpun lagu untuk mengedukasi cuci tangan yang benar.
Penulis buku anak, Watiek Ideo, dan ilustrator Luluk Nailufar membuat cerita tentang corona untuk anak.
TANGKI air berkelir biru berukuran 60 liter terpasang di pinggir Jalan Masjid Nurul Hidayah, Ciracas, Jakarta Timur, pada Selasa, 7 April lalu. Di bagian bawah tangki, ada wadah penampung air yang turun dari keran. Di sampingnya, sabun cair dan lembaran tisu terikat di tembok rumah penduduk. Selebaran berisi petunjuk 12 langkah cara mencuci tangan terpasang di toren air tersebut.
Sejak tangki itu diletakkan di dekat rumahnya, Muhammad Firman Saputra jadi lebih sering membersihkan tangan. Saban kali pulang ke rumah, pelayan restoran itu kerap mampir dan berhenti sejenak untuk mencuci tangan sebagai langkah mencegah penularan virus corona. “Kalau mau pulang ke rumah, kan, lewatin toren ini, jadi bisa sekalian cuci tangan,” kata lelaki 19 tahun itu kepada Tempo, Senin, 11 Mei lalu. Jarak antara rumah Firman dan tangki air tersebut hanya beberapa meter.
Toren air juga dimanfaatkan pasukan oranye atau Pekerja Penanganan Sarana dan Prasarana Umum (PPSU). Deni Maulana, 41 tahun, anggota pasukan oranye, mengatakan fasilitas itu membantu dia dan teman-temannya membersihkan tangan. Biasanya dia mencuci tangan dengan menumpang di rumah penduduk. “Toren ini sangat membantu lingkungan di sini,” ujar Agustini, pemilik rumah di belakang toren air itu.
Penyebaran tangki air di berbagai wilayah digagas Gerakan Indonesia Kita atau Gita, komunitas yang berfokus pada isu kebudayaan dan kesetaraan hak. Alif Imam Nurlambang, Ketua Umum Gita, menyebutkan inisiatif itu bermula ketika dia dan kawan-kawannya menilai ada ruang kosong yang belum diisi pemerintah dalam menanggulangi wabah corona. Kampanye cuci tangan yang benar, kata Alif, belum sampai ke akar rumput. Ditambah lagi, sarana cuci tangan sangat minim. “Padahal cuci tangan cara yang paling mudah untuk menghindari penularan corona,” ujar Alif.
Gita menyasar permukiman padat penduduk, yang dianggap lebih rentan menjadi tempat penularan corona. Alif dan kawan-kawannya membuka wadah donasi yang disebar melalui grup WhatsApp. Duit sekitar Rp 290 juta yang terkumpul digunakan untuk membeli toren air berukuran 120 liter dan 60 liter serta sabun cair. Hingga awal Mei lalu, 228 tangki telah didistribusikan di berbagai daerah, seperti Jakarta, Bekasi, Bogor, Depok, Cirebon, Garut, Sukabumi, dan Tasikmalaya. Gerakan ini, kata Alif, sebetulnya hanya untuk merangsang masyarakat agar membuat hal serupa buat menekan penularan corona.
Harapan Alif bersambut. Maryadi, Ketua RT 08 RW 12, Kelapa Dua Wetan, Ciracas, ikut membuat tempat cuci tangan setelah muncul ide tangki air dari Gita. Di wilayahnya kini ada enam titik lokasi tempat cuci tangan yang dibuat dari berbagai macam wadah. Warga pun bergantian mengisikan air dan menyediakan sabun cuci tangan.
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat atau Centers for Disease Control and Prevention, cuci tangan yang baik dilakukan selama 20 detik. Dhani Hargo, pekerja kreatif, menilai masih banyak orang tak mengetahui cara cuci tangan yang benar. Hargo dan kawan-kawannya mencoba memasyarakatkan cara tersebut dengan membuat lagu pengiring selama 20 detik. Mereka menggandeng berbagai musikus untuk menyumbangkan lagu yang dapat didengarkan selagi cuci tangan. Proyek itu dituangkan dalam tanda pagar #20detikcucicorona.
Ide itu muncul setelah Hargo dan kawan-kawannya menilai komunikasi pemerintah dalam menghadapi wabah corona membingungkan masyarakat. Pemerintah, kata dia, memilih menggunakan istilah rumit yang tak dipahami semua orang. “Contohnya physical distancing, padahal yang utama menjaga kebersihan diri sendiri dengan cuci tangan,” ujar pria 36 tahun itu. Hargo dan teman-temannya mencoba menyampaikan pesan menjaga kebersihan dengan cuci tangan melalui musik supaya lebih mudah dipahami.
Dicetuskan akhir April lalu, gerakan ini mendapat respons positif dari berbagai kalangan. Setidaknya ada 38 lagu yang dibuat musikus yang berasal dari Jakarta, Bandung, Malang, Situbondo, Surabaya, Sulawesi Tengah, Bali, dan Ambon. Di antaranya Jason Ranti, Robi Navicula, Dedy Lisan, Kamga, Changcuters, dan /rif. “Sejak kami sebar melalui grup WhatsApp, antusias dari kawan-kawan luar biasa,” ujar Dzulfikri Putra Malawi, 31 tahun, salah satu penggagas gerakan.
Karya-karya itu dirangkai ke dalam daftar putar yang dapat didengarkan di platform pemutar lagu seperti SoundCloud, Bandcamp, juga YouTube dan Instagram. Semua karya juga telah didaftarkan hak ciptanya melalui lisensi Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional–Creative Commons. Tujuannya, kata Dzulfikri, agar para musikus dan pendengar bebas menggunakan karya mereka untuk kampanye melawan corona. Misalnya diputar di fasilitas umum tanpa perlu memikirkan masalah hak cipta.
Handika Oktavian Harisen, 24 tahun, seorang warganet, mengaku pertama kali mengetahui berbagai lagu itu dari akun Instagram @20detikcucicorona. Di situ, dia mendengarkan musik karya Cliffton Jesse Rompies, personel band Clubeighties. “Lagunya asyik, bikin pingin cuci tangan terus,” katanya.
Di Pacitan, Jawa Timur, lagu-lagu itu menjadi pengiring sosialisasi tentang wabah corona dan diputar di sejumlah pasar tradisional. Ketua Majelis Ulama Indonesia Kecamatan Nawangan, Pacitan, Nurus Son’ani, menggunakan karya itu untuk membantunya menjelaskan pentingnya cuci tangan kepada penduduk sekitar. Nurus menilai tema dan lirik lagu sangat mendukung untuk mengajak penduduk hidup lebih bersih.
Tak hanya soal cuci tangan, para musikus mencoba memberikan informasi lain untuk mencegah penularan corona. Nova Ruth Setyaningtyas, musikus asal Malang, yang tergabung dalam gerakan itu, menciptakan lagu berjudul Meneng Hening Renung. Menurut dia, ide membuat lagu itu muncul karena masyarakat diminta berdiam di rumah selama pandemi. “Biasanya kita bebas pergi melakukan apa saja, tapi sekarang kita disuruh merenung dan diam,” tutur Nova.
Edukasi untuk mencegah penyebaran corona juga dilakukan penulis buku anak, Watiek Ideo, dan ilustrator Luluk Nailufar. Mereka membuat cerita bergambar bertema seluk-beluk corona dengan target anak-anak. Misalnya mengenalkan virus corona dan cara menghindarinya. Materi edukasi itu diberikan secara gratis melalui media sosial. “Dengan ilustrasi yang menarik, anak-anak bisa lebih mudah memahami virus corona,” ujarnya.
DEVY ERNIS
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo