Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Kala Surya Tenggelam

Koperasi Simpan Pinjam Indosurya Cipta dianggap menghimpun dana dari masyarakat secara ilegal. Pengelolaannya tak transparan, sejumlah dana nasabah diduga disalurkan perusahaan lain yang terafiliasi.

16 Mei 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Suasana Kantor Indosurya di gedung Grha Surya, Setiabudi, Jakarta, 11 April 2020./TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Polisi menetapkan petinggi Indosurya, Henry Surya dan Suwito Ayub, sebagai tersangka kasus penipuan, penggelapan, bank ilegal, dan pencucian uang.

  • Total simpanan nasabah mencapai Rp 10 triliun.

  • Koperasi menawarkan dua opsi penggantian dana nasabah.

BERSAMA dua kerabatnya, Karmila Susanto bertandang ke Gedung Plaza Indosurya, Jakarta Pusat, pada Senin, 11 Mei lalu, untuk memenuhi undangan Koperasi Simpan Pinjam Indosurya Cipta. Pertemuan di lantai 7 gedung itu mengagendakan penandatanganan surat kesepakatan penyelesaian simpanan mereka yang tertahan di koperasi. “Mereka menawarkan aset. Kalau dihitung-hitung, kami seperti ngasih diskon 70 persen ke mereka,” ujar Karmila, Senin, 11 Mei lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kepada seorang kerabat Karmila, koperasi menawarkan aset berupa rumah toko di Ciledug, Kota Tangerang, yang nilainya Rp 3-4 miliar. Padahal saldo simpanan kerabat Karmila di koperasi senilai Rp 11 miliar. Jika menerima tawaran tersebut, nasabah harus meneken surat kesepakatan bahwa sertifikat bilyet Rp 11 miliar yang diterbitkan koperasi tak berlaku lagi. Jika mereka menolak, koperasi akan mencicil pembayaran selama 15 tahun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kerabat Karmila lainnya yang mempunyai simpanan Rp 2 miliar ditawari rumah toko di Tanah Abang, Jakarta Pusat, yang harganya sekitar Rp 400 juta. “Tentu saja kami menolak,” kata pengusaha tas impor di kawasan Mangga Dua, Jakarta, ini. Pilihan lain, koperasi akan melunasi pembayaran dalam kurun 15 tahun juga. Adapun Karmila, yang mempunyai simpanan Rp 6 miliar atas nama ibunya di koperasi itu, belum disodori opsi penyelesaian.

Koperasi Indosurya menawarkan dua opsi penyelesaian tersebut setelah gagal membayar bilyet yang jatuh tempo ataupun bagi hasil kepada sebagian nasabah sejak 10 Februari lalu. Dua pekan kemudian, sejumlah nasabah mulai menerima surat dari Indosurya bahwa uang simpanan mereka tidak bisa dicairkan dan baru bisa diambil enam bulan hingga empat tahun mendatang, tergantung nominalnya.

Nasabah mulai kalut. Koperasi yang berdiri pada September 2012 ini mulanya menyiasati dengan membolehkan penarikan dengan batas Rp 1 juta per nasabah mulai 9 Maret. Tiap hari Indosurya membatasi hanya 50 orang di seluruh Indonesia yang boleh menarik uang. Padahal jumlah nasabah Indosurya sekitar 8.000 orang dengan total simpanan mencapai Rp 10 triliun.

Pimpinan Grup Indosurya, Henry Surya./Indosuryalife.co.id

Kebanyakan nasabah Indosurya bukan anggota koperasi, melainkan berstatus calon anggota. Para nasabah juga tak pernah diajak rapat tahunan sebagaimana koperasi pada umumnya.

Untuk meredam kepanikan, bos Indosurya Group, Henry Surya, mengundang nasabah platinum atau mereka yang mempunyai simpanan di atas Rp 10 miliar ke sebuah hotel di Jakarta Selatan. Salah satu nasabah platinum, Tien, yang meminta namanya disebut begitu, menaruh simpanan berjangka di Indosurya senilai Rp 30 miliar sejak tahun lalu. Pengusaha kuliner Jawa ini tergiur menyimpan uang di Indosurya karena iming-iming bunga tinggi, sebesar 10,5 persen.

Koperasi Indosurya menawarkan bunga mulai 6,25 hingga 10,5 persen per tahun, tergantung nominal simpanan. Imbal hasil ini jauh di atas bunga deposito bank konvensional yang berkisar 4-6 persen. “Waktu itu saya ketemu Pak Henry langsung. Dia bilang jangan khawatir. Dia memiliki perusahaan-perusahaan besar yang tergabung dalam Indosurya Group,” ujar Tien.

Bilyet Tien senilai Rp 30 miliar diteken langsung oleh Henry. Padahal nama Henry sudah tak tercatat lagi di akta kepengurusan koperasi sejak Februari 2018.

Menurut Tien, setelah Indosurya gagal bayar, Henry menawarinya opsi cicilan selama sepuluh tahun atau mengganti simpanan dengan tanah di Sentul, Bogor, Jawa Barat, yang per meter perseginya diklaim seharga Rp 2,5 juta. Ternyata, setelah dicek, harga pasaran tanah di sana sekitar Rp 1 juta per meter persegi. Waktu itu Tien belum mengambil keputusan. Dua bulan berlalu seusai pertemuan dengan Henry, tak ada kabar lagi dari Indosurya. Tien belakangan tahu, Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI menetapkan Henry dan Direktur Operasional Koperasi Indosurya Suwito Ayub sebagai tersangka.

Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Hubungan Masyarakat Polri, Komisaris Besar Ahmad Ramadhan, mengatakan Henry dan Suwito dijadikan tersangka berdasarkan laporan dua nasabah Indosurya yang masing-masing dirugikan Rp 28,2 miliar dan Rp 3,3 miliar. Henry selaku penanggung jawab koperasi dan Suwito sebagai direktur operasional dijerat dengan pasal penipuan, penggelapan, tindak pidana perbankan, dan pencucian uang.

Menurut Ahmad Ramadhan, modus Henry dan Suwito adalah menghimpun dana nasabah koperasi dengan memberikan bunga tinggi melampaui bunga bank. “Mereka tidak mempunyai izin menghimpun dana masyarakat dari Bank Indonesia,” ujar Ramadhan.

Kuasa hukum Henry, Juniver Girsang, mengatakan gagal bayar Indosurya merupakan imbas dari kasus gagal bayar asuransi Jiwasraya. Sebab, kata dia, sejak beroperasi pada 2012, koperasi tak pernah bermasalah. Menurut Juniver, nasabah panik melihat situasi di Jiwasraya sehingga mulai menarik simpanan di Indosurya dalam waktu bersamaan dan dalam jumlah besar. “Kalau terjadi pengambilan dana besar-besaran, bagaimana koperasi bisa beroperasi secara normal? Bisnis akan terganggu,” ucapnya.

Juniver mengklaim Henry akan menyelesaikan seluruh kewajibannya terhadap nasabah. “Klien kami tidak akan kabur. Sedari awal ada di sini untuk mempertanggungjawabkan,” ujarnya. Dalam waktu dekat, menurut Juniver, Henry akan meminta audit eksternal terhadap koperasi untuk mengetahui kondisi sebenarnya. Yang terpenting, kata dia, uang nasabah tak akan hilang. “Tinggal bagaimana pembayarannya berkelanjutan.”

Sebagai koperasi, kiprah Indosurya diawasi Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Berbeda dengan keterangan Juniver yang mengklaim masalah di Indosurya baru terjadi Februari lalu, Kementerian Koperasi mendapat fakta sebaliknya. Pada 2018, Kementerian Koperasi melakukan evaluasi, lalu memberikan imbauan kepada Indosurya. Kementerian menemukan dana yang dihimpun dari anggota dan calon anggota dialirkan dalam bentuk cessie ke grup perusahaan Indosurya. Ini menyalahi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Koperasi bahwa pinjaman hanya untuk anggota, bukan ke grup perusahaan sendiri.

Masyarakat yang menyimpan dana di sana selama dua tahun atau lebih juga tetap berstatus sebagai calon anggota. Padahal, ketentuannya, status calon anggota paling lama hanya tiga bulan. Tapi Kementerian Koperasi tak punya taring untuk menghentikan penyimpangan Indosurya. Menteri Koperasi Teten Masduki mengakui kewenangan lembaganya dalam membina koperasi selama ini kurang bergigi. Berdasarkan Undang-Undang Koperasi, kewenangan Kementerian Koperasi lebih diarahkan pada pembinaan, pelatihan, dan konsultasi.

Besaran bunga simpanan di Koperasi Sim­pan Pinjam Indosurya Cipta yang ditawar­kan oleh Indosurya Inti Finance./Istimewa

Walau demikian, Teten mengatakan timnya sedang membujuk anggota Indosurya agar mendesak pengurus menggelar rapat tahunan sebagai kekuasaan tertinggi koperasi. Lewat mekanisme ini, seharusnya anggota berhak mendapat keterangan soal perkembangan koperasi. Pengurus koperasi memang harus bertanggung jawab kepada anggota. Menurut Teten, berdasarkan Pasal 34 ayat 1 Undang-Undang Koperasi, bila ada kesengajaan atau kelalaian yang menyebabkan koperasi merugi, hal tersebut ditanggung oleh pengurus dan bisa diganti dengan harta pribadi mereka. “Bahkan bisa dituntut pidana,” ujar Teten.

Ihwal kebanyakan nasabah Indosurya tak berstatus anggota koperasi, Teten memahami. Menurut dia, penempatan dana di koperasi oleh non-anggota sebenarnya tidak boleh. “Ini disiasati untuk mencari pembiayaan dari luar anggota. Ini praktik shadow bank,” ucapnya. Karena itu, Kementerian Koperasi berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan serta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk mencari jalan keluarnya.

Menurut Otoritas Jasa Keuangan, dalam rapat itu Indosurya Group tak mengakui hubungan hukum dengan Koperasi Simpan Pinjam Indosurya. Plang Koperasi Simpan Pinjam Indosurya Cipta belakangan juga dicopot dan diganti dengan Indosurya Finance. “Koperasi Indosurya dan grup keuangan Indosurya entitas yang berbeda dari sisi kepemilikan,” kata juru bicara OJK, Sekar Putih Djarot.

Licinnya Koperasi Indosurya dalam menghapus kaitan dengan grup usaha tempat bernaung mendorong nasabah mencari pegangan. Pada 7 Mei lalu, sejumlah nasabah menggelar rapat dengar pendapat dengan Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi koperasi. Karmila dan sejumlah nasabah juga beranjangsana secara khusus dengan anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di Komisi VI, Darmadi Durianto, dan Hendrawan Supratikno di Komisi XI, yang membidangi keuangan dan perbankan. Menurut Darmadi, dalam pertemuan itu ia menanyakan faktor sebenarnya yang membuat nasabah mau menyimpan uangnya di Koperasi Indosurya. “Bunga tinggi belum tentu menarik untuk menyimpan uang di koperasi,” ucap Darmadi.

Kini Karmila Susanto tak lagi memikirkan memetik bunga tinggi dari Indosurya. “Kami ingin mendapat kepastian bahwa kasus ini benar-benar diusut dan uang kami kembali,” ujarnya.

LINDA TRIANITA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Linda Trianita

Linda Trianita

Linda Trianita sedang menempuh Magister Kebijakan Publik di Universitas Indonesia. Alumni Executive Leadership Program yang diselenggarakan oleh Asian American Journalists Association (AAJA) Chapter Asia pada 2022 fellowship dari Google News Initiative. Menyabet Juara 1 Kategori Investigasi ExcEl Award (Excellence in Election Reporting in Southeast Asia) 2021 dan 6 Finalis Kategori Media Besar Global Shining Light Awards 2023.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus