Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LAGI-lagi telepon genggam -Erick S. Paat berdering. Ini keempat kalinya telepon menjerit-jerit sejak pengacara itu tiba di kantornya pukul 08.00, Rabu pekan lalu. Semua pene-le-pon membicarakan topik yang sama. Me-reka berkomentar soal permintaan Ha-mid Awaludin lewat Daan Dimara, kliennya, agar Erick tidak memojokkan Men-teri Hukum dan Hak Asasi Ma-nusia itu.
Kepada seorang peneleponnya, Erick bahkan sempat berdebat sekitar 15 menit. ”Ucapan Hamid itu saya anggap ancaman dan menghina profesi saya. Kalau Anda seperti saya, Anda mau digitukan?” ujarnya.
Hari itu sebagian besar waktu Erick praktis terkuras untuk menjawab telepon dan puluhan pesan pendek berkait-an dengan kasus Hamid. Isinya macam-macam. Ada yang mendukung sikapnya serta mengingatkannya agar berhati-hati menjalankan profesinya. ”Tapi, ada juga yang menawarkan diri jadi mediator antara saya dan Hamid,” kata Erick.
Semua berawal dari pertemuan Hamid Awaludin dengan Daan Dimara di Pengadilan Korupsi, Jakarta Pusat, Selasa pekan lalu. Saat itu sang Menteri datang untuk memberikan kesaksian atas kasus korupsi pengadaan segel sampul surat suara pemilihan presi-den 2004. Daan Dimara, bekas anggota Komisi Pemilihan Umum, menjadi terdakwa kasus ini.
Hamid, yang juga bekas anggota KPU, bisa terancam terseret kasus ini karena ada kesaksian yang menyudutkan diri-nya. Menurut Daan, sebenarnya penentuan harga segel dilakukan oleh Hamid Awaludin. Sejumlah saksi juga menyebutkan Hamid pernah hadir dalam pertemuan dengan pihak PT Royal Standard, rekanan KPU, untuk menentukan harga.
Nah, sebelum sidang di pengadilan korupsi itu dimulai, Hamid menggamit le-ngan Daan. Dia mengajaknya bicara em-pat mata di ruangan saksi. Usai perte-muan, Daan keluar ruangan dengan wajah tegang. Erick melihat ada keganjilan, lalu meminta kliennya bercerita. Daan pun buka mulut. Menurut dosen Univer-sitas Cenderawasih itu, selain Hamid me-nawarkan bantuan ekonomi terhadap dirinya, dia juga meminta agar Erick -tidak terus-terusan menyerang diri-nya di media massa. ”Nanti jadi masa-lah pribadi,” ujar Daan menirukan Hamid.
Erick kaget mendengar pesan Hamid. Ia menganggap sang Menteri telah melakukan ancaman terhadap dirinya. Hal ini juga diungkapkan Erick pada persidangan. Kepada Tempo, dia pun mengi-sahkan, sehari sebelumnya mene-ri-ma sebuah SMS bernada ancaman da-ri sese-orang. ”Jangan menyerang Hamid di persidangan. Jangan melakukan pe-ne-kanan-penekanan,” demikian bunyi SMS dari orang yang tak dikenal tersebut.
Di mata si pengacara, Hamid telah me-lakukan perbuatan tidak menyenangkan seperti yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Pelaku-nya bisa dihukum setahun penjara. ”Dia juga bisa dituduh melanggar Undang-Undang Advokat,” kata Erick. Soalnya, perbuatan itu bisa dianggap sebagai penekanan terhadap profesi pengacara.
Itu sebabnya Erick mengajukan per-lin-dungan hukum ke Asosiasi Advokat Indonesia (AAI). Dia juga bermaksud meng-adukan hal ini ke kepolisian. Langkah ini mendapat dukungan dari rekan-rekannya. ”Erick seorang advokat. Dia merasa tidak bebas lagi menjalankan profesinya sekarang,” ujar Humprey N. Jemaat, Ketua Dewan Peng-urus AAI -Jakarta Pusat.
Menurut Humprey, AAI sudah mem-ben-tuk tim perlindungan hukum bagi Erick. Soalnya, ucapan Hamid bisa di-kategorikan sebagai ancaman s-ecara nonfisik. Dia pun meminta Hamid Awa-ludin mengklarifikasi ucapannya secara resmi ke Asosiasi Advokat Indonesia. ”Kalau tidak, kami yang berinisiatif menulis surat kepada presiden untuk menegur pembantunya,” kata Humprey.
Hanya, Hamid membantah penafsiran Erick maupun AAI. Menurut dia, yang diucapkannya bukan suatu ancaman. Dia sekadar meminta Erick tidak terus memojokkan dirinya. ”Yang wajar sajalah,” ujar Hamid.
Maria Hasugian, Riky Ferdianto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo