Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Penyebaran wabah penyakit menular akibat virus corona berpotensi mempengaruhi ekspor komoditas energi Indonesia ke Cina. Batu bara menjadi salah satu komoditas yang diprediksi terkena imbas paling parah akibat menurunnya permintaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance, Rusli Abdullah, menyebutkan penurunan permintaan batu bara akan berdampak pada anjloknya harga komoditas tersebut. Beberapa hari terakhir harga batu bara sempat terkoreksi, tapi dalam dua hari ini kembali melonjak. "Namun, jika tidak terserap oleh Cina, pasokan batu bara diprediksi menumpuk di dalam negeri," kata Rusli, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Virus corona merebak dari Kota Wuhan di Provinsi Hubei sejak awal 2019. Sebagai salah satu pusat industri dan transportasi di Cina, perekonomian Hubei tumbuh 7,8 persen pada tahun lalu. Angka ini lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi Cina yang hanya sekitar 6 persen. Namun, sejak kegiatan industri di Hubei berhenti, turunnya permintaan terhadap batu bara diperkirakan mencapai 30 persen.
Padahal ekspor komoditas energi ke Cina terhitung tinggi. Tahun lalu, nilai ekspor batu bara ke Cina mencapai US$ 3,2 miliar. Adapun ekspor gas dan sawit menempati urutan kedua dan ketiga, dengan total nilai US$ 2,7 miliar dan US$ 2,1 miliar.
Selama ini batu bara Indonesia banyak dimanfaatkan untuk pembangkit listrik industri di Cina. Namun kegiatan industri saat ini mangkrak setelah merebaknya wabah virus corona. "Otomatis kebutuhan terhadap energi akan berkurang paling tidak sampai wabah berhenti," kata Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics Indonesia, Mohammad Faisal.
Senior Vice President Research PT Kanaka Hita Solvera, Janson Nasrial, menyatakan emiten batu bara akan terkena imbas penurunan permintaan tersebut. "Setidaknya pada kuartal pertama kinerja emiten akan negatif akibat penyakit seperti ini," kata dia, kemarin. Berkaca dari wabah SARS pada 2003, Janson menilai penyebaran virus tersebut dapat diatasi dalam tiga bulan.
Itu sebabnya Head of Business Development Sucor Sekuritas, Bernadus Wijaya, menilai strategi pemerintah untuk menurunkan produksi batu bara merupakan langkah tepat untuk menjaga harga komoditas tersebut. Meski volume penjualan berpotensi menurun, perusahaan tetap diuntungkan oleh permintaan yang tetap stabil dari dalam negeri. "Terutama dari PLN," kata dia.
Ketua Indonesia Mining Institute Irwandy Arief menuturkan harga batu bara Indonesia secara keseluruhan belum akan membaik pada tahun ini. "Ditambah ada gejolak dunia karena virus corona," katanya. Kejadian tak terduga seperti wabah corona berpotensi membuat harga terus bergejolak. Itu sebabnya Irwandy memproyeksikan harga batu bara di kisaran US$ 60-80 per ton.
Meski virus corona terus merebak, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia Hendra Sinadia mengatakan penurunan permintaan batu bara dari Cina hingga saat ini belum terlihat. Menurut dia, perdagangan batu bara biasanya cenderung melambat setelah Imlek. "Tapi perlu dilihat dulu satu hingga dua pekan ke depan untuk mengetahui dampak virus corona," ujar Hendra.
Menurut Menteri Perindustrian Agus Gumiwang, pemerintah tengah mengkalkulasi dampak wabah virus corona terhadap ekspor komoditas ke Cina. Pemerintah bahkan berencana mencari pasar ekspor baru sebagai langkah antisipasi. "Pasar-pasar baru non-konvensional, seperti negara-negara Afrika, Asia Selatan dan Asia Tengah, serta Amerika Selatan, sedang dijajaki." VINDRY FLORENTIN
Harga Ekspor Energi ke Cina Terancam Anjlok
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo