Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pesan terpenting dari aksi pencabutan mandat pekan lalu sederhana. Saya ingin mengingatkan Presiden Yudhoyono bahwa kedaulatan itu berada di tangan rakyat. Nah, ini ada kebuntuan. Parlemen tidak jelas, partai politik tidak jelas, pemerintah mengatakan segala kemunduran ini bukan tanggung jawab dia. Lalu bagaimana? Kita macet di sini, ngerti enggak? Masak, setelah mencoblos dalam pemilu, rakyat kehilangan hak demokratisnya dan tidak bisa berbuat apa-apa sampai lima tahun berikutnya. Gila apa?
Saya tidak mau disandera oleh demokrasi formal prosedural. Kita semua terperangkap. Itu yang mau saya tantang. Masak, untuk mengkritik saja kami harus membentuk partai politik atau menjadi calon presiden? Kan tidak nyambung? Kalau saya diam dan berpangku tangan melihat situasi seperti ini dan menunggu sampai 2009, itu artinya saya tidak bertanggung jawab.
Gerakan ini tidak ada hubungannya dengan Dewan Revolusi. Saya enggak terlibat dalam soal itu. Saya menduga ada pihak yang mau memukul saya dengan isu itu. Kalau terkait Dewan Revolusi, akan ada alasan untuk menangkap saya. Ini pola-pola yang dipakai sewaktu Malari dulu.
Harus ada yang bisa memecahkan kemunduran bangsa ini. Kalau SBY tidak bisa, ya sudah dia lempar handuk saja. Itu saja permintaan kami.
Wahyu Dhyatmika dan Agung Rulianto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo