Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Heboh Pasar Periuk

Pembangunan pasar periuk, denpasar diserahkan kepada pt cipta agung. harga sewa tak terjangkau pedagang bekas pasar tersebut. bpp tingkat ii badung turun tangan. keresahan pedagang belum teratasi. (kt)

9 Oktober 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBUAH pasar modern bertmgkat di pusat kota Denpasar, saat ini sedang giat dibangun. Tempatnya persis di bekas Pasar Periuk setelah penghuninya diungsikan buat sementara. Pasar Periuk yang baru nanti bertingkat tiga, lantai bawah ada 234 buah kios, lantai dua dan tiga masing-masing 300 kios. Di tingkat empat, teratas, ada tempat rekreasi, Gedung bioskop dengan layar 70 MM, bowling, bilyard dan berbagai restorar. Pokoknya pasar yang berharga Rp 800 juta ini satu-satunya di Nusa Tenggara, menjadi kebanggaan Pulau Bali. Lebih-lebih tatkala Peter Soemali, itu Direktur PT Cipta Agung yang menangani proyek, mengumumkan pasar di pinggir kali Badung yang kotor ini memakai style Bali dengan patokan arsitektur tradisionil yang tersurat dalam Asta Kosala Kosali. Yang menggembirakan lagi, bangunan ini tahan gempa, tahan angin topan. "Biaya konsultasi untuk memperhitungkan supaya tahan gempa saja Rp 10 juta", begitu cerita Peter Soemali. Dan pasar ini lancar saja pembangunannya, tiaak seperti gedung besar yang dibiayai pemerintah, suka macet. Lantai bawah Pasar Periuk yang baru, siap untuk ditempati. Tapi tidak semua orang gembira mendengar kabar ini. Kegelisahan berjangkit di pasar darurat Stasiun Ubung, 3 km pinggir utara Denpasar. Pedagang yang berkumpul di sini merasa berhak menempati pasar megah di jantung kota itu karena mereka adalah bekas penghuninya yang dulu diungsikan. April lalu, sebelum mereka diungsikan dengan berat hati, Pemda mengumpulkan pedagang ini di sebuah gedung bioskop. "Prioritas pertama menempati pasar yang baru nanti adalah saudara dan diberi potongan harga 20 prosen dengan dibantu pula oleh kredit", begitu janji Bupati Badung IDG Oka. Setelah pedagang memegang janji-janji ini -- yang tak tertulis -- mereka didaftar oleh petugas kabupaten, sambil memboyong dagangannya ke tempat sepi, di utara stasiun. Tercenganglah para pedagang itu, tatkala membaca pengumuman lewat iklan di harian Bali Post. Bunyinya: masyarakat yang menyewa kios lantai pertama Pasar Periuk supaya mendaftar di kantor Cipta Agung dengan sewa kios Rp 240. 000/meter persegi. Para pedagang yang mengungsi membentuk organisasi yang dipimpin seorang pemuda bernama S. Abdul Wahab. Pemuda pendek gesit ini, berkali-kali menemui pejabat di Kabupaten Badung menanyakan kebenaran iklan. Akhirnya ia sendiri loyo, manakala diketahui iklan itu benar dan "atas persetujuan bupati". "Harga sewa kios dan syarat pembayarannya yang berat tak mungkin dijangkau oleh pedagang bekas pasat Periuk", kata Wahab sambil menyebut-nyebut soal pribumi dan non pribumi. Di tengah keresahan ini Ketua DPRD Badung, Anak Agung Ngurah Manik Parasara selaku Ketua Penasehat Badan Pengelola Pasar menyerukan kepada pedagang agar tenang. Seruan 8 September ini tidak membenarkan Cipta Agunie mendaftar penyewa kios dan menentukan harga. "Dengan Skp Bupati No. 4 Skl/2/76 Pasar Periuk berada di bawa Badan Pengelola Pasar (BPP) Tk. II Badung. Hanya BPP yang berhak mendaftar pedagang dan menentukan harga", kata Parasara. Dalam seruan ini disebut BPP belum pernah bersidang menentukan harga sewa kios. Cipta Agung yang terpojok oleh seruan itu tidak diam. Dikutak-kutik surat perjanjian Pemda Kabupaten sebelum membangun pasar. Dalam perjanjian disebut, Pemda menyediakan tanah 40,5 are dan semua biaya pembangunan pasar ditanggung Cipta Agung. Dan pasal 4 perjanjian ini berbunyi: "Pihak kedua (pemborong) mempunyai hak untuk menjual dan menentukan harga dari bangunan Pasar Periuk". DPRD turun tangan. Lewat Komisi II yang dipimpin Wayan Sember dari Fraksi Karya Pembangunan diadakan berbagai pendekatan. Hasilnya, "tindakan PT Cipta Agung menentukan tarif dan mendaftar calon penyewa melanggar ketentuan yang berlaku, sebab segala sesuatu menyangkut pasar tersebut harus melalui sidang BPP dan berdasarkan surat keputusan". Rupanya bursa heboh ini berlangsung panjang. Pemborong tetap berpegang pada surat perjanjian dan merasa berhak menentukan tarif termasuk mencari calon penyewa. Tapi bekas pedagang pasar Periuk ini tak seorangpun mendaftar, sementara sudah ada pula pedagang lain -- ada yang dari Singaraja ramai-ramai menandatangani kontrak sewa-menyewa kios dengan Cipta Agung. Begitu mendaftar harus bayar 207 dari harga Rp 240.000/m2 dan itulah yang dikeluhkan pedagang yang kini ngungsi di stasiun Ubung. Nasib penghuni bekas Pasar Periuk lama, belum berketentuan ujung pangkalnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus