Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Wali Kota Dan Terminal

Terminal bis di seuntui, banda aceh, tak dipedulikan pengusaha bis. terminal tak representatif, tak dikelola dllajr, 15 pengusaha bis protes minta izin membuka stasiun pembantu di pusat kota. (kt)

9 Oktober 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TERMINAL bis di kawasan Seuntui Banda Aceh, yang susah payah dibangun Walikota Zein Hasyimi, ternyata tak dipedulikan para pengusaha bis. Sebab terletak di kawasan yang jauh dari pusat kota. Biar pun sudah sekian instruksi dicanangkan sang Walikota, agar semua bis memasuki dan menggunakan terminal tersebut. Bahkan bis-bis umum di seputar kota, tampaknya makin tak mau ambil pusing. Hingga, misalnya, bis PMTOH, ATS, Nasional, seenaknya menggunakan jalan yang terbilang ramai. Dan melakukan bongkar muat barang di sana. Ini tentu saja cukup membahayakan orang yang berlalu-lalang di sana. Misalnya, suatu waktu bisa kejatuhan barang-barang berat yang diturunkan dari atas bis. Lama tak kelihatan usaha walikota mencegahnya. Sampai akhirnya keluar pengumuman yang berlaku mulai awal Agustus: mengharuskan bis-bis jarak jauh masuk terminal. Tak dibenarkan memasuki kota, kecuali mau masuk bengkel dalam keadaan kosong. Dipatuhi? Mula-mula begitu. Setelah para petugas walikota repot berjaga-jaga dan menggebraki bisbis itu. Itupun tak lama. Sebab para pengusaha bis itu tampaknya memang kurang setuju dengan pengumuman walikota. Terbukti tak kurang dari 15 pengusaha bis yang berdomisili di Banda Aceh, kemudian berkirim surat kepada walikota. Memprotes: keharusan menggunakan terminal buat bongkar muat barang, mengakibatkan "para pedagang kecil terpaksa mengeluarkan tambahan biaya". Dan merugi akibat terlambatnya pelemparan barang-barang ke pasaran di pusat kota. Kerusakan barang bertambah, karena mesti bongkar muat berkali-kali. Terminal Pembantu Juga, keluhan masyarakat yang mesti menggunakan 2 - 3 kali kendaraan. Dan yang paling tak enak di kuping walikota, agaknya, ialah alasan bahwa terminal kurang representatif. Pembangunannya tanpa musyawarah dengan Organda. Lalu disebut juga terminal ini tak dikelola DLLAJR, tapi oleh swasta. Yakni seorang pensiunan militer, pemborong bangunan terminal sendiri. Belum terdengar tangkisan walikota. Dan apakah ia akan bersikap lunak terhadap usul 15 pengusaha bis tersebut yang juga meminta izin membuka stasiun pembantu di pusat kota dan diperbolehkan bongkar muat barang di stasiun-stasiun pembantu itu atau di tempat yang berarus lalu-lintas tak ramai. Diusulkan juga agar Pemda Kodya membangun terminal yang strategis dan tak jauh dari pusat kota.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus