SEBUAH pasar modern bertmgkat di pusat kota Denpasar, saat ini
sedang giat dibangun. Tempatnya persis di bekas Pasar Periuk
setelah penghuninya diungsikan buat sementara. Pasar Periuk yang
baru nanti bertingkat tiga, lantai bawah ada 234 buah kios,
lantai dua dan tiga masing-masing 300 kios. Di tingkat empat,
teratas, ada tempat rekreasi, Gedung bioskop dengan layar 70
MM, bowling, bilyard dan berbagai restorar. Pokoknya pasar yang
berharga Rp 800 juta ini satu-satunya di Nusa Tenggara, menjadi
kebanggaan Pulau Bali. Lebih-lebih tatkala Peter Soemali, itu
Direktur PT Cipta Agung yang menangani proyek, mengumumkan pasar
di pinggir kali Badung yang kotor ini memakai style Bali dengan
patokan arsitektur tradisionil yang tersurat dalam Asta Kosala
Kosali. Yang menggembirakan lagi, bangunan ini tahan gempa,
tahan angin topan. "Biaya konsultasi untuk memperhitungkan
supaya tahan gempa saja Rp 10 juta", begitu cerita Peter
Soemali. Dan pasar ini lancar saja pembangunannya, tiaak seperti
gedung besar yang dibiayai pemerintah, suka macet. Lantai bawah
Pasar Periuk yang baru, siap untuk ditempati.
Tapi tidak semua orang gembira mendengar kabar ini. Kegelisahan
berjangkit di pasar darurat Stasiun Ubung, 3 km pinggir utara
Denpasar. Pedagang yang berkumpul di sini merasa berhak
menempati pasar megah di jantung kota itu karena mereka adalah
bekas penghuninya yang dulu diungsikan. April lalu, sebelum
mereka diungsikan dengan berat hati, Pemda mengumpulkan pedagang
ini di sebuah gedung bioskop. "Prioritas pertama menempati pasar
yang baru nanti adalah saudara dan diberi potongan harga 20
prosen dengan dibantu pula oleh kredit", begitu janji Bupati
Badung IDG Oka. Setelah pedagang memegang janji-janji ini --
yang tak tertulis -- mereka didaftar oleh petugas kabupaten,
sambil memboyong dagangannya ke tempat sepi, di utara stasiun.
Tercenganglah para pedagang itu, tatkala membaca pengumuman
lewat iklan di harian Bali Post. Bunyinya: masyarakat yang
menyewa kios lantai pertama Pasar Periuk supaya mendaftar di
kantor Cipta Agung dengan sewa kios Rp 240. 000/meter persegi.
Para pedagang yang mengungsi membentuk organisasi yang dipimpin
seorang pemuda bernama S. Abdul Wahab. Pemuda pendek gesit ini,
berkali-kali menemui pejabat di Kabupaten Badung menanyakan
kebenaran iklan. Akhirnya ia sendiri loyo, manakala diketahui
iklan itu benar dan "atas persetujuan bupati". "Harga sewa kios
dan syarat pembayarannya yang berat tak mungkin dijangkau oleh
pedagang bekas pasat Periuk", kata Wahab sambil menyebut-nyebut
soal pribumi dan non pribumi.
Di tengah keresahan ini Ketua DPRD Badung, Anak Agung Ngurah
Manik Parasara selaku Ketua Penasehat Badan Pengelola Pasar
menyerukan kepada pedagang agar tenang. Seruan 8 September ini
tidak membenarkan Cipta Agunie mendaftar penyewa kios dan
menentukan harga. "Dengan Skp Bupati No. 4 Skl/2/76 Pasar Periuk
berada di bawa Badan Pengelola Pasar (BPP) Tk. II Badung. Hanya
BPP yang berhak mendaftar pedagang dan menentukan harga", kata
Parasara. Dalam seruan ini disebut BPP belum pernah bersidang
menentukan harga sewa kios.
Cipta Agung yang terpojok oleh seruan itu tidak diam.
Dikutak-kutik surat perjanjian Pemda Kabupaten sebelum membangun
pasar. Dalam perjanjian disebut, Pemda menyediakan tanah 40,5
are dan semua biaya pembangunan pasar ditanggung Cipta Agung.
Dan pasal 4 perjanjian ini berbunyi: "Pihak kedua (pemborong)
mempunyai hak untuk menjual dan menentukan harga dari bangunan
Pasar Periuk". DPRD turun tangan. Lewat Komisi II yang dipimpin
Wayan Sember dari Fraksi Karya Pembangunan diadakan berbagai
pendekatan. Hasilnya, "tindakan PT Cipta Agung menentukan tarif
dan mendaftar calon penyewa melanggar ketentuan yang berlaku,
sebab segala sesuatu menyangkut pasar tersebut harus melalui
sidang BPP dan berdasarkan surat keputusan".
Rupanya bursa heboh ini berlangsung panjang. Pemborong tetap
berpegang pada surat perjanjian dan merasa berhak menentukan
tarif termasuk mencari calon penyewa. Tapi bekas pedagang pasar
Periuk ini tak seorangpun mendaftar, sementara sudah ada pula
pedagang lain -- ada yang dari Singaraja ramai-ramai
menandatangani kontrak sewa-menyewa kios dengan Cipta Agung.
Begitu mendaftar harus bayar 207 dari harga Rp 240.000/m2 dan
itulah yang dikeluhkan pedagang yang kini ngungsi di stasiun
Ubung. Nasib penghuni bekas Pasar Periuk lama, belum
berketentuan ujung pangkalnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini