Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Hidup 'Sederhana' Kandidat Kapolri

Delapan jenderal masuk bursa calon Kepala Kepolisian RI. Diseleksi sejak akhir tahun lalu, para calon disebutkan memiliki kehidupan seragam: sederhana, harmonis, dan agamis. Sebagian tinggal di perumahan ”wah”.

19 Juli 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

CALON-calon Kepala Kepolisian Repub lik Indonesia itu telah diajukan, awal bulan lalu. Diterima Ketua Komisi Kepolisian Nasional Djoko Suyanto, ada delapan perwira tinggi calon pengganti Jenderal Bambang Hendarso Danuri. ”Saya terima satu-dua pekan lalu,” kata Djoko, yang juga Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, kepada Tempo akhir pekan lalu.

Komisi Kepolisian Nasional merupakan lembaga yang bertanggung jawab kepada presiden. Lembaga ini bertugas membantu presiden menetapkan arah kebijakan kepolisian serta memberikan pertimbangan dalam pengangkatan dan pemberhentian Kepala Kepolisian. Djoko menolak menyebutkan para kandidat. Ketika Tempo menyebutkan nama delapan perwira tinggi, mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia itu menampik, ”Informasi itu bukan dari saya.”

Sekretaris Komisi Kepolisian Adnan Pandupradja membenarkan ada delapan nama calon yang sudah diajukan Jenderal Bambang Hendarso. Di antaranya ada beberapa perwira yang kini menjadi kepala kepolisian daerah. Sejumlah sumber menyebutkan calon itu adalah Komisaris Jenderal Yusuf Manggabarani (Wakil Kepala Kepolisian RI), Komisaris Jenderal Nanan Soekarna (Inspektur Pengawasan Umum), dan Komisaris Jenderal Ito Sumardi (Kepala Badan Reserse Kriminal).

Ada pula lima jenderal bintang dua, yaitu Inspektur Jenderal Oegroseno (Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara), Inspektur Jenderal Timur Pradopo (Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya), Inspektur Jenderal Imam Sudjarwo (Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan), Inspektur Jenderal Pratiknyo (Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur), dan Inspektur Jenderal Bambang Suparno (Widyaiswara Sekolah Pimpinan Polri).

Dimintai konfirmasi tentang nama-nama calon Tribrata-1 alias TB-1 sebutan untuk Kepala Kepolisian RI Adnan menolak menjawab. ”Itu rahasia,” katanya tersenyum. Kastorius Sinaga, staf ahli Kepala Kepolisian, mengatakan belum mendengar usulan nama-nama itu.

Calon pengganti Bambang sebenarnya sudah disiapkan jauh hari. Oktober tahun lalu, Markas Besar Kepolisian menurunkan Badan Intelijen Keamanan buat melaksanakan ”penyelidikan kompetensi secara tertutup dengan mengutamakan obyektivitas”. Dipimpin Direktur D Brigadir Jenderal Hertian A. Yunus, tim dari Badan Intelijen menye lidiki lima perwira tinggi: Nanan Soekarna, Oegroseno, Imam Sudjarwo, Ti mur Pradopo, plus Komisaris Jenderal Susno Duadji, ketika itu Kepala Badan Reserse Kriminal.

Tim diperintahkan antara lain pergi ke Banten, Sulawesi Tengah, Bangka Belitung, Sumatera Utara, juga Kalimantan Barat wilayah tempat para calon pernah bertugas. Empat nama yang diselidiki termasuk dalam daftar perwira yang diajukan menjadi calon Kepala Kepolisian. Sedangkan Susno Duadji kini meringkuk di tahanan sebagai tersangka kasus korupsi.

Semua kandidat mendapat penilaian positif. Dalam kehidupan keluarga, mereka bahkan dinilai seragam: ”sederhana, harmonis, dan agamis”. Hal lain yang dinilai antara lain gaya kepemimpinan, pembawaan sehari-hari, juga hubungan para calon dengan lembaga lain. Walhasil, tak ada sama sekali catatan negatif dalam nota dinas ber klasifikasi rahasia tertanggal 8 Oktober 2009 itu (lihat: Mereka yang Hidup ”Sederhana”).

Seorang perwira tinggi kepolisian meragukan proses penyelidikan itu dilakukan secara mendalam. Sebab, pada hasil temuan penyelidikan, semua perwira mendapat nilai baik, termasuk dalam hal kehidupan keluarga itu. ”Kriterianya tidak jelas,” katanya. ”Terkesan hanya copy-paste.”

Sumber itu lalu menunjuk kesimpulan tim Badan Intelijen yang bertolak belakang dengan dugaan rekening bermasalah milik sejumlah perwira tinggi. Ada juga perwira dalam daftar ”penyelidikan” Badan Intelijen yang kemudian justru tersangkut masalah hukum.

Pada bagian akhir nota disebutkan peringkat para calon yang diselidiki. Susno Duadji pada Oktober 2009 sedang menjadi sorotan publik karena perannya dalam perseteruan kepoli si an versus Komisi Pemberantasan Korupsi justru menempati peringkat pertama. Kurang dari setengah tahun setelah ”penyelidikan” itu, Susno ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi. Peringkat kedua hingga kelima pada hasil penyelidikan itu ditempati Imam Sudjarwo, Timur Pradopo, Oegroseno, dan Nanan Soekarna.

Susno Duadji membenarkan perihal dokumen rahasia itu. ”Justru karena dokumen itulah saya dikriminalisasikan,” kata Susno seperti dikutip pengacaranya, Muhammad Assegaf.

l l l

Tempo melakukan verifikasi terhadap hasil penyelidikan Badan Intelijen dan Keamanan Kepolisian itu. Karena kehidupan ”harmonis dan agamis” sulit diukur, verifikasi hanya dilakukan untuk gaya hidup sederhana. Hasilnya, tafsir ”sederhana” versi para perwira polisi itu jauh berbeda dari ukuran normal.

Lihatlah kehidupan di rumah bercat cokelat di perumahan mewah Tanjung Mas Raya, Tanjung Barat, Jakarta Selatan. Rumah dua lantai itu tampak asri dengan dua pohon rindang dan taman tertata rapi di teras. Dari sela-sela pintu yang terbuka terlihat ikan arwana bersisik merah berenang di akuarium di ruang tamu. Inilah rumah milik Inspektur Jenderal Imam Sudjarwo, Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatih an Kepolisian.

Berdasarkan sejumlah situs jual-beli properti, rumah di perumahan itu bernilai lebih dari Rp 2 miliar. Pada Jumat lalu, rumah itu terlihat lengang. Mobil Kijang bertulisan Primer Koperasi Brigade Mobil Kepolisian RI menepi di gerbang rumah. Seorang karyawan kope rasi yang datang mengantar barang membenarkan rumah itu milik Imam Sudjarwo. ”Beliau sebentar lagi bintang tiga, calon kuat Kapolri,” ujarnya tersenyum lebar.

Rumah pribadi Nanan Soekarna juga tidak bisa disebutkan sederhana. Terletak di wilayah timur Jakarta, rumah mantan Kepala Divisi Humas Markas Besar Kepolisian itu terlihat paling besar dibandingkan rumah-rumah di se kitarnya. Untuk memasuki rumah di atas tanah seluas 2.000 meter persegi itu, tamu harus melalui dua gerbang kayu dua meter.

Di antara pagar pertama dan kedua terlihat taman berlantai batu alam dan rerumputan. Di taman yang terlihat lapang berdiri gazebo. ”Ini rumah Pak Nanan, tapi beliau tidak ada di tempat,” ujar Widodo, penjaga rumah, kepada Tempo. Nilai rumah itu kuat diduga di atas total kekayaan Nanan yang terakhir kali dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi, delapan tahun lalu, sebesar Rp 893.765.926 dan US$ 50.000.

Oegroseno, yang ditemui di rumah dinasnya di Jalan Sudirman, Medan, mengatakan punya rumah di Jalan Suci, Ciracas, Jakarta Timur, dan Kabupa ten Sidoarjo, Jawa Timur. Ia mengaku membeli rumah di Jalan Suci Rp 40 juta pada 1990-an. Tapi, menurutnya, bangunan itu sudah dirobohkan karena tidak memiliki izin pendirian. ”Sedangkan rumah di Sidoardjo nyaris terbenam lumpur Lapindo,” katanya. ”Kalau ada yang beli, saya siap jual.” Sayang, pengakuan Oegroseno tak bisa diverifikasi. Sebab, hingga kini ia belum menyerahkan daftar kekayaan ke Komisi Pemberantasan Korupsi.

Dua perwira tinggi, Yusuf Mangga barani dan Ito Sumardi, yang masuk bursa, juga jauh dari kata sederhana. Di komputer Pojok Anti-Korupsi Gedung Komisi Pemberantasan Korup si, tercatat Yusuf terakhir kali melapor kan kekayaannya pada 2007 sebesar Rp 1. 435.272.465. Adapun Ito dalam laporan Juli 2009 membukukan kekayaan Rp 3.226.107.820. Ito juga tinggal di Kompleks Tanjung Mas Raya. ”Tapi saya beli ketika daerah itu masih menjadi tempat jin buang anak,” katanya, tiga pekan lalu. ”Jadi harganya masih murah sekali.” Soal namanya yang masuk bursa kandidat Kapolri, Ito merendah, ”Saya tidak menyangka, soalnya banyak nama lain yang lebih baik dari saya.”

Kendati lebih kecil bandingkan tetangga-tetangganya, rumah pribadi milik Inspektur Jenderal Timur Prado po di kawasan Sektor IX, Bintaro, pun tidak sederhana. Berdiri di atas tanah 400 meter persegi, rumahnya bercat kelabu dengan pagar hitam terlihat sepi. Sebagai Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya, sang jenderal tinggal di rumah dinas.

Timur Pradopo, yang dihubungi pada Jumat pekan lalu, menolak berkomentar tentang kemungkinan menjadi calon Kepala Kepolisian. ”Maaf saya tidak mau menanggapi masalah itu ya, terima kasih,” ujarnya. Para jenderal lainnya juga menolak menanggapi masalah yang dianggap sensitif ini.

Muhammad Assegaff, pengacara Susno Duadji, menyangkal kekayaan kliennya diperoleh dari cara tak halal. ”Klien saya punya usaha, jadi kekayaan itu wajar. Angkanya juga tidak tinggi-tinggi amat,” katanya.

Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Markas Besar Kepolisian Inspektur Jenderal Edward Aritonang mengatakan, institusinya tidak menyiapkan calon Kepala Kepolisian sejak setahun yang lalu. ”Surat itu ilegal dan di luar sistem,” katanya, menanggapi hasil kesimpulan Badan Intelijen Keamanan tentang penyelidikan para calon.

Soal harta kekayaan para perwira, dia membenarkan masih ada yang belum melaporkannya ke Komisi Pembe rantasan Korupsi. Menurut dia, Jenderal Bambang Hendarso telah melayangkan surat edaran kepada mereka yang lalai untuk segera melaporkan harta kekayaannya.

Pengajar Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian Bambang Widodo Umar menegaskan perlunya Komisi Kepolisian Nasional menelusuri sumber kekayaan para kandidat. Itu penting, kata dia, agar kandidat yang terpilih bebas dari persoalan rekening janggal. ”Presiden harus memberikan kewenangan itu kepada Komisi Nasional Kepolisian,” katanya.

Wakil Ketua Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat Azin Syamsudin me negaskan hal yang sama. Menurut dia, kriteria bebas dari rekening mencu rigakan akan menjadi perhatian utama Dewan ketika melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap sang calon.

Komisi Hukum Dewan, menurut politikus Partai Golkar itu, akan membentuk tim yang menggali rekam jejak setiap calon. Tim akan turun ke daerah tempat para kandidat pernah berkarier. Jika ditemukan kejanggalan, kata dia, Dewan akan menolak sang calon. ”DPR memiliki kewenangan untuk menolak,” ujarnya.

Juru bicara kepresidenan Julian Aldrin Pasha mengatakan belum mengetahui isu calon Kepala Kepolisian. Menurut dia, bisa saja Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah membahas soal itu. ”Namun belum perlu disampaikan ke masyarakat.”

Setri Yasra, Wahyu Dhyatmika, Oktamandjadja Wiguna, Yuliawati Nalia Rifika, Joniansyah (Tangerang Selatan), Soetana Monang Hasibuan (Medan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus