Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INDONESIA Police Watch kini punya kesibukan baru. Menjelang akhir masa tugas Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri, lembaga swadaya masyarakat yang aktif mengawasi kinerja kepolisian ini rajin menghimpun data dan dokumen mengenai rekam jejak para calon Tribrata-1 kode sandi untuk pimpinan polisi. ”Ini baru sebagian,” kata Neta S. Pane, ketua presidium lembaga itu, sambil menunjukkan segepok dokumen di meja kerjanya, Kamis pekan lalu.
Dokumen itu berisi informasi perjalanan karier delapan perwira tinggi yang kini santer disebut-sebut sebagai calon terkuat Kapolri berikutnya. Seti ap calon ditelisik dari dua aspek: rekam jejak dan kendala yang mungkin bisa meng hambat promosi mereka. ”Sebenar nya ada satu lagi faktor penting: dukungan dari Mabes Polri,” kata Neta tertawa.
Meski kata akhir ada di Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, peran Kapol ri Jenderal Bambang Hendarso Danuri memang tak bisa dibilang kecil. Dialah yang mengusulkan nama calon Kapol ri kepada Komisi Kepolisian Nasional. Sebelumnya nama-nama itu dibahas oleh Dewan Kebijakan Jabatan dan Kepangkatan.
Dalam proses penentuan final kelak, Presiden juga hampir dipastikan akan bertanya langsung kepada Bambang Hendarso. ”Itu sudah menjadi tradisi,” kata Ketua Komisi Kepolisian Nasional Marsekal (Purn.) Djoko Suyanto, ketika dihubungi akhir pekan lalu. ”Ketika saya berhenti menjadi Panglima TNI, Presiden juga bertanya, siapa yang saya nilai pantas menggantikan,” kata Djoko, yang kini Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan.
Walhasil, suara internal ini memang jadi salah satu faktor kunci. Bagaimanapun, pimpinan Polri tentu diharapkan bisa merangkul seluruh jajarannya. Karena itulah, Komisi Kepolisian juga berencana menghimpun masukan dari para polisi sendiri. ”Kami akan meminta pertimbangan teman-teman di Mabes Polri,” kata Djoko. ”Bagaimana hubungan si calon dengan atasan, dengan bawahan, dengan rekan sekerja, sampai pola hubungan dia dengan lembaga lain, akan jadi pertimbangan,” katanya lagi.
Karena itulah, kasak-kusuk di Trunojoyo, tempat Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia, kini memanas. Tim sukses para calon Kapolri kini sibuk memetakan dukungan di dalam tubuh kepolisian sendiri.
”Ada lima nama yang kini mendapat apresiasi dari rekan-rekannya karena kinerjanya baik,” kata sumber Tempo di kepolisian. Mereka adalah Komjen Yusuf Manggabarani (Wakil Kapolri), Komjen Nanan Soekarna (Inspektur Pengawasan Umum), Irjen Imam Soe djarwo (Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan), serta dua Kapolda, yakni Kapolda Metro Jaya, Irjen Timur Pradopo, dan Kapolda Sumatera Utara, Irjen Oegroseno. ”Saya sering mendengar mereka dipuji,” katanya.
Dari kelima nama itu, Indonesia Police Watch menilai Nanan yang memiliki barisan pendukung paling panjang. ”Banyak perwira ada di belakang dia,” kata Neta. Dari segi pangkat, Nanan memang paling memenuhi syarat. Dia juga yang paling akhir pensiun dibandingkan Ito dan Yusuf, yang sama-sama berbintang tiga. ”Masa tugasnya sampai tiga tahun lagi,” kata Neta Pane.
Selain faktor itu, Nanan dinilai punya kartu truf karena ia lulusan terbaik angkatannya pada 1978. Kariernya melesat cepat sampai menjadi perwira pertama di angkatannya yang dipromosikan menjadi jenderal. Pada 2003, dia sudah menjadi Wakil Kapolda Metro Jaya. Selain Nanan, angkatan 1978 juga menyumbangkan dua calon lain: Irjen Timur Pradopo dan Irjen Oegroseno.
Yang menarik, ketika Nanan menjadi Wakil Kepala Polda Metro Jaya, Bambang Hendarso adalah Kepala Direktorat Reserse di sana. Karena kesamaan wilayah tugas inilah, Nanan dan Bambang sering disebut-sebut punya hubungan dekat.
Insiden demonstrasi berbuntut kekerasan di kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara pada Februari 2009 disebut-sebut sebagai bukti lain kedekatan Nanan dan Bambang Hendarso. Akibat unjuk rasa yang menewaskan Ketua DPRD Abdul Azis Angkat itu, Nanan memang hanya dicopot sementara dari kursi Kapolda Sumatera Utara. Belakangan dia ”dipromosikan” menjadi Kepala Divisi Humas Mabes Polri. ”Faktor yang menghambat dia cuma soal demonstrasi di Medan itu,” kata Neta mengakui.
Saking bersemangatnya, sebagian pendukung Nanan sudah membuat laman Facebook ”Kalbar Dukung Komjen Nanan Soekarna Kapolri”, Maret lalu. Nanan memang pernah menjadi Kapolda Kalimantan Barat pada 2005. Sayangnya, fans Nanan di Facebook baru 183 orang. Nanan sendiri sampai akhir pekan lalu tidak bisa dihubungi. Telepon genggam yang biasa dia guna kan tidak aktif. Nanan juga tidak tampak di kantornya sepanjang pekan lalu.
Nama berikutnya yang santer disebut memiliki banyak pendukung adalah Irjen Timur Pradopo. Yang unik, selain karena rekam jejak dan pengalaman, kans Timur dinilai besar karena pernah bertugas sebagai pasukan penjaga perdamaian untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa di Bosnia-Herzegovina pada 1995. ”Dari sanalah muncul kabar dia dekat dengan SBY, karena sama-sama pernah bertugas di Bosnia,” kata Neta.
Sebenarnya, selain Timur, calon Kapolri lainnya, Komjen Ito Sumardi, juga pernah bertugas di Bosnia. ”Mereka berdua berpeluang,” kata Neta. Para alumni pasukan Garuda itu kini sering disebut sebagai ”Geng Bosnia” di Trunojoyo. Timur dan Ito sendiri menolak berkomentar tentang pencalonan mereka menjadi Kapolri.
Calon terakhir yang juga sering disebut adalah Kapolda Sumatera Utara Irjen Oegroseno. Namanya sempat mencuat ketika sebagai Kapolda Sulawesi Tengah pernah dituding menunda-nunda eksekusi mati atas tiga terpidana kasus Poso: Fabianus Tibo, Dominggus Da Silva, dan Marinus Riwu, pertengahan 2006. Pada saat itu, Oegroseno ber usaha menelusuri sejumlah bukti dan keterangan baru tentang peran Tibo. ”Eksekusi tidak menyelesaikan konflik,” katanya ketika itu.
Ketika menjabat Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Mabes Polri sampai Maret lalu, Oegroseno dikenal tegas. Dia pernah berkeras memeriksa pengaduan Susandhi alias A’an dalam kasus penyalahgunaan wewenang polisi, awal 2010. Saat itu ramai beredar kabar bahwa sejumlah perwira tinggi gerah dengan tindakan Oegroseno.
Saat mengadu ke Divisi Propam Mabes Polri, A’an mengaku dipukuli dan di sekap di Gedung Artha Graha, Jakarta, per tengahan Desember 2009. Ada tiga ok num polisi yang disebut menyaksikan peng aniayaan itu. Di ujung penyekapan, A’an malah dituduh memiliki narkoba dan diserahkan ke Polda Metro Jaya. ”Ada indikasi rekayasa dalam kasus nar koba A’an ini,” kata Oegroseno saat itu.
Mei lalu, A’an dibebaskan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun, dugaan rekayasa kasus ini ditutup oleh Kepala Divisi Propam yang baru, Irjen Budi Gunawan. Ketika dihubungi, Oegroseno menolak berkomentar tentang pencalonannya menjadi Kapolri. ”Kita ngomong Sumatera Utara saja,” katanya.
Staf ahli Kapolri, Kastorius Sinaga, membantah perang dukungan di kantor polisi. ”Tidak ada perkubuan di Mabes Polri,” katanya. ”Semua perwira so lid.” Sekretaris Komisi Kepolisian Nasional, Adnan Pandupradja, juga senada. Dia mengaku tidak pernah mendengar ada kubu pendukung kandidat Kapolri yang bersitegang. ”Semua perwira yang menjadi pimpinan di Mabes Polri, ya pasti mendapat kepercayaan Jenderal Bambang Hendarso,” katanya. ”Kalau Kapolri tidak percaya pada satu orang, tentu sudah diganti,” katanya.
Namun, Pandu mengakui, akan lebih baik jika pemilihan Kapolri dan unsur pimpinan polisi yang lain diserahkan ke Komisi Kepolisian dan berdasarkan alat ukur yang jelas. ”Kalau dipilih sendiri oleh kawan-kawannya, sulit dihindari munculnya banyak isu tidak enak,” katanya.
Wahyu Dhyatmika, Setri Yasra, Oktamandjaya Wiguna
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo