Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Humor Sepanjang Jalan

29 Agustus 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERAWAL dari rombongan pertunjukan musik keliling, Teguh Slamet Rahardjo membentuk grup lawak yang bertahan paling lama di Tanah Air. Jatuh-bangun selama lebih dari 60 tahun.

Berawal dari Solo

RADEN Ajeng Srimulat lahir pada 7 Mei 1908 di Desa Botokan, Klaten. Namanya gabungan kata "sri", berarti kebesaran atau keanggunan, dan "mulat", yang artinya memandang atau menyaksikan. Mengawali karier panggungnya di masa remaja bersama Ketoprak Candra Ndedari milik Ki Reksotruno, pada zaman penjajahan Jepang, Srimulat mulai memerankan tokoh jenaka di Sandiwara Bintang Surabaya.

Pada 1947, biduanita ini jadi bintang tamu Orkes Keroncong Bunga Mawar yang mengisi perayaan pembentukan Angkatan Laut RI di Purwodadi. Salah satu pemusik yang mengiringi Srimulat adalah Kho Tjien Tiong, yang belakangan lebih dikenal dengan nama Teguh Slamet Rahardjo.

Berbagi panggung bersama di sejumlah rombongan kesenian, Teguh, yang kelahiran Bareng, Klaten, 8 Agustus 1926, menikahi Srimulat tiga tahun setelah malam di Purwodadi itu. Resepsi pernikahan pada 8 Agustus 1950 itu dimeriahkan pentas keroncong. Malam itu juga Srimulat sang biduanita kondang dan gitaris Teguh membentuk kelompok pertunjukan keliling Gema Malam Srimulat.

Batur

PERAN batur bertugas mencairkan suasana saat pementasan dimulai. Ia menyampaikan monolog humor yang harus bisa memancing tawa. Peran pembantu di sini dibuat Teguh sebagai figur ngelunjak yang berani meledek, bahkan memarahi atau menyuruh majikannya.

Saking pentingnya peran ini, hanya pelawak andalan yang boleh memerankannya. Dimulai dengan Johny Gudel dan Edi Geyol, peran khas ini mencapai puncaknya pada era Gepeng. Kaset lawak dengan Gepeng sebagai pembantu yang diberi judul perkataan khasnya, Untung Ada Saya!, meledak di pasaran.

Menurut pakar folklore Universitas Indonesia, James Danandjaja, tokoh batur ini sukses memikat penonton dari semua kalangan. "Orang kota senang melihat perilaku orang kampung yang konyol sehingga bisa merasa superior," tulisnya dalam pengantar buku Srimulat sebagai Sebuah Subkultur.

Sebaliknya, orang desa senang dengan karakter pembantu yang menjadikan orang kaya bahan tertawaan. "Mereka memproyeksikan diri pada para batur itu."

Drakula

Ide membuat cerita drakula berawal dari acara TVRI Surabaya berjudul Mayat Cemburu. Paimo memerankan istri yang suaminya gemar selingkuh. Ia pura-pura mati dan, ketika suaminya membuka peti, Paimo menerkamnya. Teguh lalu meminjam drakula, yang lebih gampang diotak-atik kelucuannya, dan menampilkan "setan Barat" itu dalam setiap pementasan Kamis malam di THR Surabaya. "Gara-gara cerita drakula, setiap malam Jumat penontonnya membeludak," kata Sardjito, bekas sutradara Srimulat Semarang, kepada Tempo.

Peran drakula diserahkan kepada Paimo. Setelah ia hengkang, posisinya diisi oleh bekas petinju Yongky Edy Soenaryo dan sesekali oleh Paul Polii.

Sukses kisah drakula dan mayat hidup ini berlanjut ke 1980-an. Saban malam Jumat, judul pementasan selalu dibubuhi kata drakula, seperti Wonder Eyes of Dracula, Festival Drakula, dan Bahasa Cinta Drakula. Lakon ini terus jadi resep sukses hingga Srimulat masuk televisi swasta.

Perempuan akan tetapi Lelaki

Meski hampir semua pelawak Srimulat generasi awal pernah jadi perempuan di atas panggung, Karjo-lah yang mempopulerkan peran waria. Berkebaya tapi kadang bersikap jantan, ia jadi prototipe waria Srimulat, yang diteruskan oleh Slamet "Martini" Haryono dan Kabul Basuki alias Tessy. Waria yang terpinggirkan di dunia nyata, kata James Danandjaja, ditampilkan Srimulat dengan bahasa tubuh yang jenaka sehingga bisa menghibur penonton.

Pecah Kongsi

HENGKANGNYA Johny Gudel adalah episode pembuka dalam drama perpecahan Srimulat yang terjadi berkali-kali. Uang jadi penyebab utama pecah kongsi itu. Konon, Johny tak puas dengan honornya yang tak naik meski ia bintang panggung yang bertambah tenar selepas bermain film Mayat Cemburu.

Teguh memang mengizinkan anak buahnya mencari sampingan, tapi acap kali personel Srimulat menerima job sembunyi-sembunyi. Gepeng, yang dipecat, akhirnya membentuk grup Suka Ria dengan membawa anggota Srimulat lain. Basuki, Timbul, dan Kadir keluar karena merasa pendapatan di luar Srimulat lebih besar. "Yang saya dapat dari Srimulat adalah ketenaran, bukan kekayaan," kata Timbul Suhardi dalam sebuah wawancara. "Setelah bikin grup sendiri, baru saya bisa membeli rumah."


1950
8 Agustus

Raden Ajeng Srimulat dan Teguh Slamet Rahardjo mendirikan Gema Malam Srimulat.

1951
30 Agustus

Gema Malam Srimulat tampil di pasar malam Blitar, Jawa Timur. Pentas musik keroncong mulai diselingi lakon lawak 40 menit yang dimainkan Ranudikromo, Sarpin, Djuki, Suparni, dan Wadino alias Bandempo.

1956
Masuk bintang pertunjukan Gema Malam Srimulat, Mudjijo alias Johny Gudel.

1957
Srimulat jadi pengisi tetap Taman Sriwedari, Solo. Hanya dipadati penonton pada akhir pekan, kelompok ini kembali berkeliling.

1961
19 Mei

Taman Hiburan Rakyat Surabaya diresmikan. Rombongan Teguh tampil pada malam itu dan selanjutnya menetap di sana setelah berganti nama jadi Srimulat Review. Pasukan lawak Srimulat ditambah Edi Geyol.

1962
Agustus

Gedung pertunjukan Srimulat Review terbakar. Setelah digelar Malam Dana Srimulat, kelompok ini pindah ke bioskop tak jauh dari gedung lama.

1963
Presiden Sukarno mengkritik pemakaian nama berbau Inggris. Srimulat Review bersalin rupa jadi Aneka Ria Srimulat. Bandempo pulang ke Srimulat, ditambah Effendi yang bernama panggung Paimo. Tahun itu A. Rafiq sempat menyanyikan lagu-lagu India di panggung Srimulat.

1966
Teguh meninggalkan cerita dagelan Mataram dan mulai memparodikan film-film Barat, seperti The Guns of Navarone. Lakon pelesetan itu muncul setiap Rabu malam.

1968
1 Desember

RA Srimulat sakit dan akhirnya meninggal di Surabaya. Setelah itu, Teguh meninggalkan musik dan berfokus ke lawak. Ia mulai memakai "skripsi", yakni selembar kertas ukuran folio berisi ketikan pembagian peran dan tugas pemain.

1969
Srimulat dalam pementasan di Taman Hiburan Surabaya mulai menyuguhkan batur (pembantu) sebagai tokoh utama dan juga lakon drakula.

1970
Sandiwara Lokaria masuk Taman Hiburan Rakyat. Grup milik pasangan Amang Gunawan dan Maleha, yang pernah jadi anggota Keroncong Avond yang dibentuk Teguh dan RA Srimulat, ini jadi pesaing kuat Aneka Ria Srimulat.

10 Juli 1971
Teguh membentuk "anak perusahaan" Surya Bhaskara, grup ludruk yang dipimpin Paimo. Bambang Gentolet bergabung dengan grup ini. Beraksi di gedung dekat daerah prostitusi, para istri pelawak dan awak grup ludruk memprotes keras. Empat bulan setelah grup ini berdiri, Teguh membubarkannya.

5 September
Teguh menikahi Djuwariyah alias Djudjuk.

1973
Teguh mendirikan Srimulat Film Corporation Ltd dengan film perdana Mayat Cemburu. Film kedua, Walang Kekek, yang diproses di Hong Kong, tak pernah kembali Indonesia.

8 Agustus 1975
Teguh bereksperimen membuat Ketoprak Srimulat Modern di Wonokromo, yang mementaskan cerita Joko Tingkir, Sie Jin Kui, Sam Pek Eng Tay, serta Romeo dan Juliet.

1 September
Aneka Ria Srimulat tampil di Teater Terbuka Taman Ismail Marzuki. Pementasan ini meroketkan tokoh waria yang dimainkan Karjo AC-DC.

22 September
Johny Gudel dan Karjo hengkang dari Srimulat. Total 43 orang minggat dan membentuk Ria Jaya Johny Gudel di Jakarta. Empat bulan setelah itu, grup ini pecah lagi. Gudel membentuk Gudeg Yogya, Karjo membuat Palapa Group, sementara Budi S.R. mendirikan Brongsong.

1976
Keuangan Sandiwara Lokaria mulai limbung. Pelawak andalannya, seperti Abimanyu, Triman, Sofia, dan Asmuni, menyeberang ke Srimulat.

1978
12 Agustus Teguh membuka Taman Hiburan Srimulat di Bale Kambang, Solo. Pengisi tetapnya Lawak Aneka Ria Srimulat dan Ketoprak Cokrojiyo (sebelumnya bernama Ketoprak Srimulat Modern).

1979
Masuk generasi kedua Srimulat: Tessy, Timbul, Basuki, Tarzan, dan Nunung. Penabuh gendang Cokrojiyo bernama Freddy diangkat jadi pelawak oleh Teguh dan diberi nama panggung Gepeng.

1980
Paimo mundur dari Srimulat dan mendirikan Paimo Group di Surabaya.

1981
10 Oktober

Srimulat Jakarta tampil di Taman Ria Remaja, Senayan. Personelnya antara lain Asmuni, Djudjuk, Gepeng, Sofia, Triman, dan Slamet "Martini" Haryono. Bulan ini juga pertama kalinya Srimulat tampil di TVRI.

1982
6 Mei

Kalimat khas Gepeng, "Untung ada saya", terkenal dan dia digandeng bermain film dengan judul yang sama.

1986
6 Januari

Teguh memecat Gepeng, yang sering menerima pekerjaan sampingan tanpa izin.

Agustus
Srimulat Solo hijrah ke Semarang. Sedangkan di Jakarta, Basuki, Timbul, Kadir, Nurbuat, dan Rohana hengkang dan mendirikan grup lawak Merdeka. Pecah lagi, tinggal tersisa Basuki, Timbul, dan Kadir, dengan grup akronim nama mereka, Batik.

1987
20 Maret

Paimo meninggal. Disusul Bandempo pada 6 Februari 1988.

10 Juni
Gepeng masuk Semarang dengan grup Suka Ria. Mereka tampil tetap di Istana Majapahit. Nurbuat, Nunung, dan Rohana ada di kelompok ini.

1988
31 Januari

Gepeng digandeng lagi oleh Teguh dan mulai tampil bersama Srimulat Jakarta.

6 November
Srimulat Semarang, yang terus merugi, akhirnya dibubarkan.

1989
1 Maret

Aneka Ria Srimulat cabang Jakarta ditutup pengelola Taman Ria karena menunggak uang sewa.

12 April
Srimulat Surabaya, yang sempat vakum karena Taman Hiburan Rakyat direnovasi, akhirnya kembali aktif setelah dibukanya THR Surabaya Mall. Belakangan Teguh membubarkan Srimulat.

1995
27-28 Januari

Pentas Srimulat Reuni di Taman Ria Remaja, Senayan, Jakarta. Rekamannya disiarkan di stasiun TPI.

1996
Sempat tayang dua episode di TPI, Srimulat Reuni mengikat kontrak dengan stasiun televisi Indosiar dan mengisi acara komedi setiap Kamis malam hingga 2003.

1996
22 September

Teguh Srimulat meninggal di Solo.

1998
Oktober

Saat tayangan Srimulat di Indosiar masih berjalan, Timbul bersama Ketoprak Samiaji membuat acara Ketoprak Humor yang disiarkan RCTI. Banyak anggota Srimulat diajak bermain.

2004
Djudjuk Djuwariyah bersama anaknya, Eko Saputro, membawa Srimulat membuat tayangan ketoprak tengah malam di Indosiar sebanyak 50 episode.

2006
Setelah diundang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Cikeas dan diminta kembali tampil di layar kaca, personel Srimulat mengisi tayangan Srimulat 3G di Indosiar. Hanya berjalan tiga bulan, para pemainnya jenuh dan acaranya bubar.

2008
Stasiun televisi Trans7 berniat menghidupkan kembali Srimulat dengan menghadirkan personel juniornya dalam tayangan 90% Horor. Rencana ini kandas lantaran rekaman demonya kalah angin oleh Opera van Java.

2009
Manajemen Srimulat membuat acara Ramadan, Bukan Buka Biasa, di stasiun Global TV.

16 April 2011
Audisi Srimulat Mencari Bakat diadakan stasiun televisi ANTV di Jakarta, Solo, Surabaya, dan Bandung

7 Mei 2011
Tayangan perdana Srimulat Mencari Bakat. Sepuluh pelawak terpilih jadi anggota Srimulat Junior pada episode akhir acara ini, Juni lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus