Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Impian mahal aurobindo

Kisah aurobindo, myriam dan tokoh-tokoh mistik lainnya di india selatan. gagasannya serba intuitif dan mistis. ajaran asshramnya yoga. bentuk bangunan sebagai aspirasi khas mistik yang mahal. (sel)

17 September 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

IMPIAN seorang mistikus bisa menuntut biaya yang mahal. Para pengikut Aurobindo, filosof kebatinan India, pada akhirnya berusaha mewujudkan isi ajaran guru mereka dalam bentuk sangat fisik: lambang-lambang kerohanian berupa bangunan-bangunan dengan arsitektur yang khas, dalam satu permukiman yang untuk ukuran orang biasa mengada-ada. Itulah sebuah "kota" di India Selatan, yang direncanakan menjadi "pusat kebudayaan dunia, tempat bertemu nilai kebudayaan dan peradaban yang berbeda-beda, sebuah lingkungan yang serasi". Marc Peyrou, fotografer dan pematung yang pernah bekerja di Timur Tengah dan Asia, satu ketika meninjau tempat itu. Dan pengalamannya kemudian dituliskan Mona Brand, pengarang dan penyair Australia, di majalah Journey, lengkap dengan sekadar gambaran akan ajaran yang berdiri di belakang proyek mewah itu. Ajaran ini berpangkal pada Sri Aurobindo Ghose. Orang Benggali lulusan Oxford ini pulang ke India pada usia 21, dan termasuk barisan pertama yang berjuang melawan pemerintah Inggris di negerinya. la pernah dipenjarakan beberapa kali. Bahkan akhirnya dijatuhi hukuman mati, tetapi berhasil meloloskan diri dan pergi ke Pondicherry. Wilayah ini waktu itu dikuasai Prancis, hingga kemudian diserahkan kepada pemerintah India, 1954. Di Pondicherry Aurobindo berkenalan, kemudian bekerja sama dengan Paul Richard, wartawan Prancis. Mereka menerbitkan majalah filsafat Arya. Pada 1920 penerbitan Aryatamat. Bersama Myriam, istri Paul Richard, Aurobindo kemudian mendirikan sebuah pusat kerohanian dan keagamaan yang diberi nama Sri Aurobindo Ashram. Aurobindo bertindak sebagai guru, Myriam menjadi semacam pemimpin organisasi. Nasib Paul Richard sendiri lantas tidak begitu jelas. Myriam kemudian lebih terkenal dengan panggilan 'Ibunda'. Dalam bukunya, Entretien avec La Mere, janda (atau masih istri ?) wartawan Prancis ini secara ulung melukiskan gagasan-gagasan Aurobindo yang serba intuitif dan mistis. Ajaran ashram mereka ialah 'Yoga Integral'. Ini merupakan sintese semua yoga, dan kepercayaan bahwa setiap insan harus memusatkan usaha untuk menemukan cara hidup yang "sesuai dengan aspirasi individualnya". Ketika tokoh itu meninggal pada usia 72 tahun, 1950, ashramnya sudah berdiri mapan di Pondicherry. Dan di hari kematian Aurobindo itu pulalah Ibunda dan para pengikut yang setia bercita-cita mendirikan sebuah permukiman sebagai persembahan kepada Sang Guru. Permukiman itu akan diberi nama Auroville. Sampai sekarang, rancangan pertama Auroville masih bisa dilihat di Paris. Permukiman itu direncanakan menjadi kota ultra modern, kombinasi beton dan taman-taman hijau serta pepohonan menjulang. Tidak sekadar proyek arsitektur baru seperti Chandigargh, kota yang dibangun di kaki Himalaya pada 1953 dengan perencanaan arsitek terkemuka Le Corbusier. Auroville dirancang lebih dari itu. Kota ini dimaksudkan sebagai eksperimen baru dalam kehidupan antarbangsa, "tempat umat semua agama menikmati kesejahteraan yang lebih baik". Menurut rencana aslinya, Auroville dibangun dalam bentuk spiral, meliputi areal seluas 40 km2, dengan penduduk tidak lebih dari 50 ribu. Wilayahnya akan dibagi empat: permukiman, kawasan industri, kawasan kebudayaan, dan kawasan antarbangsa. Disain yang luar biasa akan membuat keempat kawasan itu "berdampingan secara serasi". Kawasan Kebudayaan akan menampung seniman dan cendekiawan dari segala penjuru dunia, demikianlah dimaksudkan. Di kawasan antarbangsa akan dibangun anjungan-anjungan yang sekaligus menjadi "kedutaan besar" kebudayaan, kesenian, dan kerajinan tangan setiap negeri. Waktu itu diperkirakan, 20 tahun sudah cukup untuk melengkapi kota impian ini. Syukurlah: di tahun-tahun pertama Auroville berhasil memancing dana yang tidak sedikit dari negeri-negeri Eropa. Cuma, pendorongnya ternyata tidak seluruhnya merupakan dukungan kepada gagasan Aurobindo maupun Ibunda. Melainkan sebuah salah kaprah: anak-anak muda Eropa mengirayang bakal didirikan adalah 'Euroville' -- Kota Eropa -- di India. Pada 1968 seluruh perencanaan dianggap matang. Maka pembangunan dimulai. Dua tahun kemudian secara resmi Auroville dibuka -- oleh Ibunda. Upacara itu dihadiri wakil-wakil UNESCO dan beberapa organisasi kebudayaan. Seminggu lamanya Marc Peyrou, wartawan kita ini, singgah di Pondicherry, membaca pelbagai bahan mengenai Aurobindo dan Ibunda, dan mencoba mempelajari Auroville. "Dalam gambaran kami, permukiman itu sebuah kota futuristik dan sophisticated, dengan penduduk yang sibuk terlibat dalam pengembangan kehidupan individual dan kemanusiaan," tulis Mona. Entah jenis kesibukan yang mana pula itu. Berkendaraan sepanjang jalan-pesisir ke arah Madras, tak sebiji pun tanda lalu lintas memberi petunjuk menuju Auroville. Marc terpaksa kembali ke Pondicherry, dan beruntung ketemu beberapa penduduk Auroville yang sedang berbelanja di situ. Mereka inilah yang kemudian dijadikannya penunjuk. Setelah beberapa kilometer melintasi jalan sempit dan sibuk, yang dipagari pohon-pohon palma dan kebun sayur, kendaraan tiba di Batu Enam. Di sini tampak awal sebuah jalan tak beraspal, kering kerontang, berwarna merah bata, kontras sekali dengan hijau pepadian dari tanah pertanian sekitarnya. Berangsur-angsur mulai kelihatan bangunan bergaya Eropa. Terasa agak aneh memang, pemandangan ini muncul di bagian pedusunan India Selatan yang sebagian besar belum tercemar, dan miskin. Akhirnya kendaraan berhenti di depan sebuah bangunan raksasa yang setengah jadi. Inilah Matrimandir -- alias Kuil Ibunda. Beberapa pekerja India tampak mengaduk semen dan pasir. Menurut model yang bisa disaksikan di kantor Auroville, kuil ini akan berbentuk bola keemasan, terletak di tengah 12 taman yang dimaksud melambangkan kelopak teratai yang sedang mengorak. Di dalam, sesuai dengan rancangan arsitek Prancis terkemuka, Roger Ander, ada tangga menuju sebuah kamar, dengan kelandaian yang berpuncak pada balai meditasi. Ruangan ini dikelilingi 12 sisi, konon lambang persatuan kerohanian. Sebuah bola menjulang ke atas, ditopang oleh tiang tunggal. Bola ini akan memancarkan sinar ke dua ruang utama. Hingga 1978 kuil ini masih belum lengkap seluruhnya, walau setiap hari terjadi kemajuan setapak demi setapak. Beberapa kilometer dari Kuil Ibunda terdapat sebuah bangunan besar dan indah. Terbuat dari daun palma, dengan anyaman bambu dan tiang terpancang pada alas beton. Bangunan ini tadinya dijadikan dapur umum untuk penghuni Auroville dan para tamu. Tetapi akhirnya, semangat menerima tamu surut perlahan-lahan. Kini, para pengunjung pada kesan pertama bahkan merasakan suasana tidak bersahabat. Tidak ada sambutan selamat datang yang berbudaya itu. Orang asing dibiarkan menginap dan memasak di kendaraannya sendiri, dan penghuni Auroville tidak akan ambil peduli. Ketika malam jatuh, langit tersapu warna jingga dan biru. Inilah saatnya merenungkan, betapa berbeda Auroville dalam kenyataan dan dalam bayangan -- yang kelihatan memukau si wartawan ini sendiri. Seminggu setelah berada di permukiman, baru seorang Jerman yang mengaku warga Auroville berkunjung. Dia ternyata pembuat film, dan ingin meminjam sebuah alat. Sebagai gantinya Marc Peyrou meminta kesempatan menggunakan listri k yang terdapat di tempat sineas itu. Dengan cara ini Marc mulai berhubungan dengan warga Auroville lainnya. Mereka itu antara lain terdiri dari orang-orang Prancis, Jerman, Inggris, Amerika, dan Australia. Hingga kini beberapa orang dari generasi pionir masih terdapat di situ. Tetapi, sebagian penghuni sebenarnya datang karena memperoleh kesempatan yang datang tiba-tiba. Salah satu kesulitan utama para pendatang yang bukan anggota Persemakmuran Inggris di Auroville, ialah meminta perpanjangan visa setelah enam bulan. Prosedur ini memang dipersulit pemerintah India untuk mencegah pertambahan penduduk. Tetapi, tanpa problem ini pun daya tarik Auroville tampaknya memang semakin surut. Turis-turis makin lebih tertarik ke tempat lain. Menghadap laut terbuka, 130 kilometer di selatan Madras, Negara Bagian Tamil Naidu, Auroville terdiri dari beberapa kawasan permukiman yang saling terpisah beberapa kilometer, diselang-selingi tanah kosong dan perkampungan India. Masing-masing permukiman diberi nama khusus, misalnya Aspirasi, Utilite, Fraterrlite, Beringin Dua, Sentral, Pantai Jauh, Agarbatti. Penghuni kulit putih yang pertama telah menggali sumur, sehingga sumber air, beberapa meter di bawah permukaan tanah, dapat dimanfaatkan sampai sekarang. Kelompok-kelompok penghuni dari berbagai ukuran kemudian berkembang di sekitar sumur masing-masing. Tiap kelompok berkisar di sekitar 50 orang. Kegiatan di permukiman cukup banyak dan bervariasi. Tetapi umumnya bisa dibagi dua: industri dan pertanian. Kawasan industri ditandai oleh tumpukan beton, dan daerah pertanian menampilkan dirinya dalam wujud tanaman pepadian yang dilindungi pohon-pohonan, membentuk sabuk hijau di sekitar Auroville. Kelompok yang paling padat terdapat di Aspirasi . Di sini dijumpai perkantoran arsitek, percetakan, bengkel, kedai komunal, dapur umum, kantor pos, perawatan anak, perpustakaan. Di Agarbatti dan Fraternite terdapat pabrik kecil yang mempekerjakan buruh India. Pabrik ini memproduksi berbagai barang, antara lain hio, yang sekarang diekspor ke berbagai penjuru dunia. Suhu udara Tamil Naidu hanya kadang-kadang saja turun dari 20ø C. Bila musim hujan datang di pertengahan Oktober, banyak terjadi bencana alam. Tetapi penduduk sudah terlatih untuk berjuang mengatasi problem tahunan. Pada musim hujan pula, ular dan kalajengking lebih sering datang menghampiri perumahan yang rapuh itu. Tidak banyak yang bisa dikerjakan di luar rumah. Langit mendung sepanjang hari. Kesulitan komunikasi di antara masing-masing kelompok ialah langkanya jalan beraspal. Di musim kemarau, tanah yang retak-retak sungguh tidak nyaman dijalani. Debu mengepul dikebut angin kemarau. Pada musim hujan, lumpur membuat orang nyaris putus asa. Di Auroville hanya terdapat beberapa mobil. Orang lebih banyak menunggang kereta angin atau sepeda motor. Pada musim kering, Februari sampai September, suhu naik hingga 35ø C. Jika tidak disirami air sehari dua kali, bunga dan pepohonan pasti mati. Dari semua kelompok permukiman itu, Utilite mungkin yang paling terbuka untuk pengunjung musiman ataupun pendatang baru yang ingin menetap. Di tempat ini orang bisa tinggal seminggu, sebulan, atau bahkan setahun dua. Uang yang harus dibelanjakan untuk membeli makanan dan mendapat tempat tinggal yang menyenangkan tidaklah terlalu banyak. Di kalangan penghuni Auroville, Utilite sering dijuluki quest house. Masyarakat Auroville adalah vegetarian. Suplai yang diberikan kedai komunal, kendati tidak mewah, dapat dikatakan mencukupi -- terdiri dari beras, buah-buahan, sayur-mayur, dan beberapa jenis makanan tradisional India. Bergabung dengan masyarakat Auroville berarti bersedia tunduk pada tata tertibnya. Bangun pukul setengah tujuh pagi. Kemudian mengerjakan tugas yang sudah dijadwalkan semalam sebelumnya. Misalnya menyiapkan sarapan pagi di dapur, atau menyirami tanaman. Tidak ada PAM. Semua air dipompa dari sumur. Tetapi, karena sabun mandi yang digunakan di permukiman ini sabun murni, air limbah kamar mandi bisa dipakai menyiram tanaman. Sarapan pagi terdiri dari bubur, yoghurt, susu lembu, dan roti bikinan sendiri. Selesai makan pagi cukup banyak jadwal kerja yang menanti. Misalnya memperbaiki drainase, mengangkut pupuk dengan kereta, menanam pohon, berkebun, atau membantu di dapur umum. Setelah makan siang, yang terdiri dari nasi, selada, sayuran, dan buah-buahan, beberapa orang kelihatan berteduh di bawah sebatang pohon bugenvil sembari menikmati secangkir teh yang dibubuhi air jeruk. Penghuni yang lain mendapat giliran bertugas mencuci piring dan membereskan meja makan. Ada waktu untuk tidur siang, disusul dengan jalan-jalan ke pantai, berkunjung ke kelompok lain, atau bepergian ke Pondicherry untuk membeli gula-gula, es krim, atau teh. Semuanya tersedia di kafetaria Ashram. Adapun di Airofood, toko permukiman yang menyediakan berbagai bahan makanan, pembelanja boleh mengambil barang dengan menunjukkan kupon yang dikeluarkan masing-masing kelompok. Tanaman disirami sekali lagi pada petang hari. Menjelang malam suhu mulai turun, dan suasana sejuk membuat penghuni tampak lebih hidup, ramah, dan suka mengobrol. Tapi kegiatan baru segera menyusul: acara meditasi. Ini dilangsungkan di sebuah tempat tertentu yang semerbak dengan bau dupa dan berbagai bunga. Para penghuni duduk melingkar. Masing-masing memusatkan perhatian dan pikirannya kepada Sri Aurobindo, dan khususnya kepada Ibunda. Pada akhir upacara, setangkai bunga dikelilingkan ke seantero peserta, dan masing-masing berusaha menghirup baunya. Acara dilanjutkan dengan diskusi tentang problem kelompok dan rencana kerja hari berikutnya. Kadang-kadang ada pembicaraan umum atau permainan serunai maupun gitar. Namun setiap penghuni Auroville terbiasa beristirahat di pangkal malam. Pada pukul sembilan biasanya semua orang sudah pulang ke pondok masing-masing, lalu mematikan lampu minyak tanahnya. Malam sangat senyap di sini. Tidak ada radio, pesawat televisi, bahkan surat kabar. Hidup aman, tenteram, senang, dan "lain", yang tentu saja bisa merupakan pilihan yang sangat menarik khususnya bagi orang Barat. Tetapi, "setelah setahun tinggal di situ, makin jelas buat saya kesulitan yang bakal dihadapi permukiman ini," tulis Mona Brand berdasar penuturan Marc Peyrou. Sesudah Ibunda wafat dalam usia 95 tahun, 1973, beberapa problem segera terasa. Terutama yang muncul antara para pemimpin Ashram di Pondicherry dan penghuni Auroville. Ketegangan juga terasa antara pemukim Barat dan penduduk India setempat. Kesulitan juga timbul di sekitar pembiayaan pembangunan Matrimandir yang terus saja bertambah mahal. Auroville menghidupi dirinya sebagian besar dari dana yang dikumpulkan di luar negeri. Dengan kata lain, ini sebenarnya proyek konsumtif. Pengeluaran ekstra ditutupi dengan penghasilan kedai di Aspirasi dan Pondicherry. Keduanya menjual barang-barang produksi Auroville, misalnya hio, seprei, pakaian anak-anak dan orang dewasa, dan barang cetakan. Berbeda dengan kelompok kerohanian tertentu, Auroville memang sama sekali tidak kaya, sebab tujuan utama mereka memang bukan mencari duit. Bahkan para penghuni bisa saja memperoleh tunjangan hidup dari yang di namakan Organisasi Keuangan Auroville. Namun, "yang pasti, Auroville yang saya saksikan berbeda sudah dengan Auroville yang direncanakan," kata Marc Peyrou yang tetap saja menggebu-gebu. Mungkin rencana itu sendiri terlalu ambisius, dengan tujuan yang hanya mereka sendiri yang sangat paham, dan membutuhkan banyak uang ketimbang yang secara nyata bisa dikumpulkan. Pelbagai bahan yang diperlukan untuk membangun permukiman itu ternyata sulit ditemukan di India. Lihatlah. Proyek "rohaniah" itu memerlukan arsitek dan insinyur profesional. Juga tenaga staf yang terdidik model Eropa. Sadar akan berbagai problem ini, kini penduduk Auroville mulai berpikir: agaknya sebuah kota luar biasa bukan idam-idaman Sang Guru untuk "pengembangan kepribadian". Apalagi dalam kenyataannya sekarang Auroville hanya tempat bermukim beberapa ratus orang bule. Mereka hidup sehat wal afiat dalam kelompok sekitar 20 orang, tersebar di sana-sini. Ada beberapa pabrik dengan orang Eropa sebagai manajer dan orang India sebagai pekerja kasar. Hidup untuk orang-orang Barat itu menjadi sangat santai dan mudah. Dan orang India yang bekerja di sana juga merasa lebih berbahagia -- ketimbang saudara sebangsa yang tenggelam dalam lautan pengangguran. Hanya itu. Di luar kelompok mereka, dunia yang kalut dan lapar seolah tak ada.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus