Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Kini, malaria itu sudah kebal

Penyakit malaria berjangkit lagi di 19 propinsi termasuk jawa dan bali yang pernah dinyatakan bebas malaria. telah kebal terhadap obat klorokuin. fansidar sebagai obat pengganti.(ksh)

17 September 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DAERAH-daerah di Jawa dan Bali yang tahun 1968 dinyatakan bebas dari penyakit malaria, ternyata terancam kembali. Bahkan di 19 provinsi, termasuk di Jawa dan Bali, diketahui penyakit itu telah kebal terhadap klorokuin yang selama ini banyak dipakai sebagai obat. Penelitian Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular (P3M) dan Badan Litbang Departemen Kesehatan yang berlangsung sejak 1972 hingga awal 1983, menunjukkan ke-19 provinsi itu adalah Aceh, Sumatera Selatan, Lampung seluruh Sulawesi, Jawa (kecuali DI Yogya) Bali, NTB, NTT, Maluku, Timor Timur, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, dan Irian Jaya. Di provinsi terakhir ini bahkan kekebalan terjadi di seluruh wilayah. Keadaan itu tentu saja mengkhawatirkan. Sehingga, dr. Ridad Agoes yang mengungkapkan hasil penelitian itu dalam Seminar Parasitologi II di Bandung (29-31 Agustus) menyarankan agar segera dicarikan obat jenis lain yang lebih ampuh terhadap penyakit itu. Ketua Lembaga Parasitologi Unpad itu menunjuk fansidar sebagai obat pengganti yang dinilai lebih ampuh. Menurut Ridad, meskipun fansidar jauh lebih mahal (Rp 275 sebutir) dibandingkan dengan klorokuin (Rp 30 sebutir), obat pertama hanya dapat diperoleh dengan resep dari dokter. Ia mengakui ini kesulitan baru lagi, sebab para penderita umumnya penduduk pedesaan yang kurang mampu, malahan jauh dari dokter dan apotek. Ridad mengungkapkan, pemakaian klorokuin secara bebas dan tanpa petunjuk dokter oleh kebanyakan pcnderita, justru menimbulkan efek sampingan berupa kekebalan tadi. Bahkan, kekebalan juga terjadi pada mereka yang sempat pula memakai fansidar tanpa menghiraukan petunjuk dokter. Dokter lulusan Unpad 1968 itu mengutip laporan penelitian ahli parasitologi Surin Plnichpongse dan Doberstyn di Muangthai. Di negeri itu, fansidar dipakai pertama kali tahun 1973, dan berhasil mengatasi malaria sampai 90%. Sejak tahun 1978, daya penangkalnya merosot sampai 50%, bahkan di perbatasan Muangthai-Kamboja daya penangkal obat itu cuma 10%. Kini, hampir di seluruh wilayah Muangthai, fansidar dinyatakan kebal terhadap plasmodium falciparum (penyebab penyakit malaria). Dari 19 provinsi yang sudah kebal tadi, hanya di Irian Jaya yang sudah didropfansidar. Departemen Kesehatan sangat berhati-hati mendropfansidar di daerah lain, karena dikhawatirkan justru obat ini akan semakin tak berdaya. Berlainan dengan di Irian Jaya yang seluruh wilayahnya kebal terhadap obat-obatan malaria, di 18 provinsi lainnya kekebalan itu hanya meliputi wilayah kecil. (Lihat peta). Di pantai selatan Kabupaten Sukabumi Jawa Barat, yang dikenal sebagai daerah malaria sejak dulu, klorokuin masih tetap dipakai. Tahun lalu, di 5 kecamatan (Lengkong Jampang Kulon, Surade, Diemas, Pelabuhan Ratu) tercatat 338 penderita, dan tahun ini, sampai Agustus, ada 309 penderita. Semua penderita itu diberi klorokuin dengan kombinasi primakuin. "Belum ada pemberitahuan dari P3M Jawa Barat untuk mengganti dengan obat lain, kata Endang Sulaeman, kepala Sub-seksi Pemberantasan Penyakit Berasal dari Binatang (P2BB) kantor P3M Sukabumi. Setiap tahun P3M Sukabumi menerima jatah 6.000 butir klorokuin dan disebarkan ke daerah penderita malaria itu. "Aneh, malaria tak pernah hilang," kata Endang mengeluh. Petugas laboratorium Puskesmas Lengkong, Supendi, yang berpengalaman 18 tahun berurusan dengan pencegahan malaria, menyebutkan tidak konsistennya penderita minum pil sebagai penyebab tak tuntasnya pemberantasan penyakit malaria di daerah itu. "Kalau memang minum pil tak teratur, plasmodium falciparum yang menyebabkan malaria tropikana, bisa kebal dengan obat jenis klorokuin itu," ujar Endang Sulaeman. Contohnya, di Kabupaten Sukabumi. Masyarakat di daerah penderita malaria tidak taat minum pil sesuai dengan petunjuk dokter. Kontrol dari petugas UPM (Usaha Pemberantasan Malaria) juga kurang. "Daerah yang harus dikunjungi petugas UPM sangat luas dan transportasi tak lancar," kata Maos, 38 tahun, petugas laboratorium Puskesmas Jampang Kulon memberi alasan. "Tak arang petugas menempuh jarak puluhan kilometer berjalan kaki berhari-hari." Usaha pencegahan, menurut dr. Ridad Agoes, tetap harus mendapat prioritas, selain pengobatan. "Sampai sekarang penyemprotan DDT masih tetap ampuh untuk membunuh nyamuk anoples" ujar Ridad. "Sudah ada ketentuan Menteri Pertanian dan Menteri Kesehatan yang melarang pemakaian DDT untuk pertanian supaya tidak menimbulkan kekebalan pada serangga lain, khususnya nyamuk." Namun, Direktur Jenderal P3M, dr. Adhiatma, mengakui pemerintah pernah kehabisan cadangan DDT, "sehingga penyakit malaria kembali berjangkit dan mencapai puncaknya tahun 1973." Bagaimana dengan pil kina yang dikenal sebagai obat ampuh malaria? Ridad Agoes sependapat, "obat paling ampuh menghadapi malaria, memang pil kina." Tetapi pil ini, yang asli dibuat dan pohon kina, menyebabkan efek samping cukup gawat, seperti tuli dan keguguran. "Karena itu, muncul klorokuin yang sebenarnya adalah pil kina sintetis," ujar Ridad. Sekarang pohon kina lebih banyak dipakai untuk pembuatan tonikum, gin tonik, dan bahan obat penyakit jantung. Meski daya tangkal klorokuin menurun, bahkan plasmodium falsiparum kebal dengan obat itu, ada berita bagus dari luar negeri. "Rusia mengembangkan obat sintetis devekuin, AS mencoba jenis meflokuin dan RRC membuat qing housu -- semuanya untuk menangkis malaria," kata dr. Ridad. Sayang, ketiga jenis obat yang kadarnya tak sekeras fansidar ini belum beredar di pasaran Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus