Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Indikasi Pelanggaran Pidana Lingkungan

Setelah izin penetapan lokasi berakhir, masih ada kegiatan rencana penambangan di Wadas. Sinyal melanggar pidana lingkungan.

11 Juli 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Suasana Desa Wadas setelah penangkapan warga yang menolak rencana penambangan batu andesit dan pembangunan Bendungan Bener di Purworejo, Jawa Tengah, 9 Februari 2022. TEMPO/Shinta Maharani

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kegiatan pembukaan jalan ke area lokasi tambang di Wadas masih berlangsung meski IPL sudah berakhir.

  • Sebanyak 21 bidang tanah warga Wadas tumpang-tindih.

  • Kegiatan pembukaan lahan untuk jalan dan pembangunan jalan ke lokasi tambang dianggap melanggar izin.

JAKARTA – Dua hari sebelum izin penetapan lokasi (IPL) pengadaan tanah bagi pembangunan Bendungan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, berakhir, Badan Pertanahan Nasional (BPN) berkukuh mengukur tanah warga Desa Wadas, Kecamatan Bener. Petugas BPN memaksa mengukur tanah warga meski mereka menolak perkebunan miliknya dijadikan lokasi tambang andesit.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Warga Wadas, Siswanto, 30 tahun, mengatakan petugas BPN mengancam akan menempuh mekanisme konsinyasi jika masyarakat tetap menolak lahannya diukur. Konsinyasi adalah penitipan uang ganti rugi lahan di pengadilan negara karena pemilik lahan tidak sepakat dengan ganti rugi tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Akhirnya, kami izinkan mengukur, tapi kami tak menandatangani berkas apa pun dari BPN,” kata Siswanto, Senin, 10 Juli lalu.

Izin penetapan lokasi yang dimaksudkan adalah Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 590/20/Tahun 2021 tentang Pembaruan atas Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah bagi Pembangunan Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo dan Wonosobo. SK ini diteken Gubernur Ganjar Pranowo pada 7 Juni 2021 dan berakhir 7 Juni lalu. 

SK tersebut menjadi pijakan penetapan lokasi tambang andesit di Desa Wadas seluas 114 hektare atau sepertiga luas Desa Wadas. Proses pengadaan tanah dilakukan BPN bersama Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak (BBWSSO)—penanggung jawab pembangunan Bendungan Bener.

Andesit di Desa Wadas akan menjadi bahan baku pembangunan Bendungan Bener, yang berjarak 11 kilometer dari Wadas. Bendungan Bener masuk dalam proyek strategis nasional, yang ditargetkan pembangunannya rampung pada tahun ini. Anggaran proyek ini bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara lewat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sebesar Rp 2,06 triliun. Bendungan tersebut dikerjakan tiga perusahaan badan usaha milik negara, yaitu PT Brantas Abipraya, PT Pembangunan Perumahan, dan PT Waskita Karya Tbk.

Hingga saat ini, BPN sudah mengganti rugi lahan masyarakat Wadas seluas 90 hektare. Tersisa 24 hektare lahan yang belum dibebaskan. Tanah ini milik 114 warga, termasuk Siswanto. 

Siswanto berkukuh tak ingin menjual tanahnya karena merupakan area tempatnya bercocok tanam. Di lahan seluas 1 hektare itu, ia menanam berbagai macam jenis tanaman, baik buah-buahan maupun rempah-rempah. “Hidup kami sudah sangat cukup dan sejahtera dari hasil alam Wadas,” kata dia.

Ia menilai tambang andesit justru akan merusak lingkungan dan permukiman warga Wadas. Siswanto bersama separuh warga Wadas sudah berulang kali menentang rencana penambangan tersebut.

Banjir di Desa Wadas, Jawa tengah, 8 Juli 2023. Dok. Warga Desa Wadas, Budin

Saat petugas BPN akan mengukur tanah Desa Wadas pada 8 Februari 2022, warga berunjuk rasa. Akhirnya, ratusan polisi yang mengawal pengukuran tanah itu menangkap 60 warga. Polisi juga bertindak represif. Tidak berselang lama, polisi melepas warga.

Sebelum upaya paksa pengukuran tanah, petugas BPN pernah mengancam warga bahwa mereka akan menempuh jalur konsinyasi. BPN mengeluarkan surat konsinyasi pada 10 Maret 2023. BPN meminta warga segera melakukan inventarisasi dan identifikasi lahan paling lambat pada 24 Maret. Jika warga tidak menyerahkan berkas permohonan sampai batas waktu tersebut, BPN akan menempuh mekanisme konsinyasi.

Namun Siswanto dan penentang tambang andesit bergeming. Mereka justru mendatangi kantor BPN Purworejo pada 20 Maret 2023. Di sana, mereka bertemu dengan Kepala BPN Purworejo, Andri Kristanto. Hasilnya, kedua pihak sepakat tidak melakukan konsinyasi. 

Pelanggaran Izin

Pekan lalu, Talabudin, 32 tahun, melewati jalan utama di Dusun Karang Krajan, Desa Wadas. Pada perbukitan yang posisinya lebih tinggi daripada jalan utama tersebut tengah dibangun jalan penghubung ke lokasi tambang andesit. Jalan itu direncanakan sepanjang 1,8 kilometer.

Para pekerja terlihat tengah membabat pepohonan menggunakan alat berat. Lalu mereka meratakan tanahnya. “Kami lihat mereka masih melakukan aktivitas pembukaan lahan,” kata Talabudin, kemarin. 

Direktur Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta, Julian Duwi Prasetia, menegaskan, saat izin penetapan lokasi sudah berakhir, seharusnya aktivitas tambang dihentikan, termasuk proses pembangunan jalan ke area tambang. 

“Seharusnya diselesaikan dulu proses pengadaan tanahnya. Jika belum, proses konstruksi tidak boleh dilanjutkan,” kata Julian.

Menurut Julian, tindakan melanjutkan aktivitas pertambangan berpotensi maladministrasi. Sebab, pada prinsipnya, urusan proses pengadaan tanah belum selesai dengan warga. 

Manajer Kajian Hukum dan Kebijakan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Satrio Manggala, mengatakan kegiatan konstruksi tambang tidak boleh dilanjutkan sebelum proses pembebasan lahan warga tuntas. Faktanya, kata dia, masih ada sekitar 25 persen tanah warga yang belum dibebaskan. 

“Dengan demikian, seharusnya aktivitas pembukaan jalan yang notabenenya merupakan kegiatan konstruksi harus dihentikan,” kata Satrio. Ia menduga, setelah IPL habis, pemerintah akan menabrak tanah-tanah yang belum dibebaskan. 

Kepala Divisi Hukum Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Muhammad Jamil, sependapat dengan Satrio. Ia mengatakan aktivitas pembukaan lahan di Wadas seharusnya dihentikan terhitung sejak 7 Juni lalu. Jika kegiatan yang berkaitan dengan penambangan tetap berlanjut, akan berkonsekuensi hukum. “Implikasi hukumnya adalah perbuatan tanpa izin,” kata Jamil, kemarin.

Menurut Jamil, kegiatan pembukaan lahan dan pembangunan konstruksi jalan ke lokasi tambang tersebut masuk kategori pelanggaran administrasi dan berpotensi melanggar pidana lingkungan hidup. Sebab, aktivitas tersebut mengubah bentang alam dan kondisi fisik, menyebabkan pencemaran, serta mengakibatkan kerusakan lingkungan. “Nah, itu bisa ke sana. Apalagi kemarin terjadi banjir. Ini bisa mengarah ke pertanggungjawaban lebih besar,” ujarnya.

Meski begitu, Jamil mengatakan, pemerintah bisa melanjutkan kegiatan pembangunan jalan ke lokasi tambang jika izin penetapan lokasi diperpanjang. Namun ia berharap pemerintah tak memperpanjangnya. 

Kepala BPN Purworejo, Andri Kristanto, mengatakan pihaknya sudah berhenti mengukur tanah setelah IPL tersebut berakhir. Ia tak bersedia mengomentari kegiatan pembukaan tanah untuk pembangunan jalan ke lokasi tambang.

Kepala Bidang Pelaksanaan Jaringan Sumber Air (PJSA) BBWSSO, Yosiandi Redi Wicaksono, serta juru bicara Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Endra S. Atmawidjadja, belum membalas pesan dan panggilan telepon dari Tempo soal aktivitas pembukaan lahan dan pembangunan jalan ke lokasi tambang setelah IPL berakhir. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo serta pelaksana tugas Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral, Boedyo Dharmawan, juga tak menjawab permintaan konfirmasi Tempo soal ini.

Tumpang-Tindih Lahan

Siswanto berujar, saat BPN mengukur 24 hektare tanah warga Wadas pada 5 Juni lalu, ditemukan adanya tumpang-tindih lahan pada 21 bidang tanah. Tumpang-tindih tersebut terjadi antara tanah yang belum diganti rugi dan lahan yang sudah dibebaskan oleh pemerintah. “Seluas 0,6 hektare tanah kami tumpang-tindih dengan warga yang tanahnya sudah dibebaskan,” ujar Siswanto. “Sampai sekarang kami belum tahu siapa yang salah.”

Julian Duwi Prasetia mengatakan warga lantas berinisiatif memetakan secara mandiri setelah adanya tumpang-tindih lahan tersebut. Pemetaan ini dilakukan karena tidak percaya dengan tim pengukur dari pemerintah. “Ini juga sebagai bentuk antisipasi atas tindakan semena-mena,” kata Julian.

Saat dimintai konfirmasi, Andri Kristanto mengatakan timnya tengah mengkaji penyebab soal tumpang-tindih lahan di lokasi tambang andesit di Wadas tersebut. 

HENDRIK YAPUTRA | JAMAL ABDUN NASHR (SEMARANG)

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus