Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah mengundang dredger dalam pembahasan aturan pengelolaan sedimen laut.
Perusahaan penyedot pasir kelas dunia terhubung dengan pemilik konsesi tambang pasir.
Pemerintah mewajibkan perusahaan luar bermitra dengan perusahaan lokal.
SEPULUH hari setelah Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang pengelolaan sedimen laut terbit pada 15 Mei 2023, Kementerian Kelautan dan Perikanan menggelar konsultasi publik di Yogyakarta. Acara di Grand Keisha Hotel itu dihadiri perwakilan pemerintah, Asosiasi Pengusaha Pasir Laut, dan sejumlah perusahaan. Tak ada aktivis lingkungan ataupun nelayan yang masuk daftar undangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam daftar undangan tercantum nama lima perusahaan dredging atau operator kapal penggali material dari dasar air. Mereka adalah PT Van Oord Indonesia, PT Boskalis International Indonesia, Penta Ocean, PT Idros Service, dan PT Dredging International Indonesia. Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Victor Gustaaf Manoppo mengatakan mereka diundang sebagai pihak yang memiliki teknologi pengisapan sedimen laut. "Kami ingin tahu cara mengambil sedimen dengan baik, ya, kami tanya sama ahlinya," kata jenderal polisi bintang dua ini kepada Tempo di Batam, Kepulauan Riau, Jumat, 9 Juni lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pasal 10 PP tentang pengelolaan sedimen laut menyebutkan pelaku usaha yang akan mengambil hasil sedimentasi seperti pasir laut wajib memiliki izin pemanfaatan pasir laut, sementara pasal 11 menyatakan perusahaan itu wajib menjamin kelestarian lingkungan hingga penghidupan masyarakat di sekitar lokasi kerjanya. Adapun pasal 16 menyebutkan perusahaan yang mengajukan permohonan izin pemanfaatan pasir laut harus memenuhi berbagai kriteria, seperti memiliki teknik dan peralatan khusus dan berbadan hukum Indonesia.
Victor mengatakan pelaku usaha yang memperoleh izin menyedot sedimen adalah perusahaan Indonesia yang memiliki kompetensi atau bermitra dengan perusahaan luar negeri. “Jadi mereka (perusahaan asing) ini nebeng perusahaan lokal,” ujarnya. Victor membantah jika lima perusahaan itu disebut bakal ditunjuk menjadi operator pengelolaan sedimen laut. "Kami tak bicara soal operator. Kami bicara dengan ahlinya, apa cara yang ramah lingkungan, alat apa yang bagus."
Van Oord, Boskalis International, Penta Ocean, Idros Service, dan Dredging International dikenal sebagai perusahaan kontraktor raksasa sektor kelautan, termasuk jasa dredging, yang memiliki proyek di banyak negara. Para gergasi lautan ini punya banyak proyek di Indonesia. Boskalis, misalnya, mengoperasikan kapal Queen of the Netherlands yang menambang pasir laut untuk proyek reklamasi Makassar New Port, Sulawesi Selatan. Sedangkan perusahaan Jepang, Penta Ocean, terlibat dalam pembangunan Pelabuhan Patimban di Subang, Jawa Barat.
Boskalis dan Penta Ocean adalah pemenang tender proyek Tuas Port tahap kedua, di Singapura. Tahap pertama pelabuhan itu sudah beres, dibangun di atas lahan reklamasi, yang menghabiskan 85 juta kubik pasir laut impor. Masih ada tiga tahap yang belum selesai.
Berdasarkan penelusuran Tempo, perusahaan-perusahaan itu beberapa kali diundang dalam pembahasan PP tentang pengelolaan sedimen laut. Terakhir, mereka diundang dalam acara di Yogyakarta. Hiromu Shinoda, kepala perwakilan Penta Ocean di Indonesia, mengaku memang mendapat undangan ke acara konsultasi publik di Yogyakarta. Namun, dia menambahkan, "Kami tidak hadir karena undangannya mendadak."
Suasana kantor PT QPH Integrasi di Jakarta. Tempo/Aisha Shaidra
Adapun Direktur Komunikasi Van Oord, Marjolein Boer, mengatakan pemerintah Indonesia tengah menimbang kembali rencana ekspor pasir laut ke Singapura. Karena itu, dia melanjutkan, pemerintah berkonsultasi dengan berbagai pihak, termasuk Van Oord. “Kami berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan pemerintah Indonesia,” ucap Boer melalui surat elektronik pada Jumat, 9 Juni lalu. “Kalau pemerintah memutuskan ekspor pasir laut, kami tertarik menjadi salah satu kandidat pengerukan dan pengangkutan pasir."
Van Oord, perusahaan asal Belanda, memang punya sejarah panjang di Indonesia. Mereka ikut membangun Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, pada 1911-1925. Sebagian saham Van Oord Indonesia dimiliki oleh pihak lokal, antara lain pengusaha yang memiliki izin eksplorasi tambang pasir laut. Dalam akta perusahaan, PT Sumber Mas Trans dan PT QPH Integrasi memiliki sebagian sahamnya.
Pemilik QPH Integrasi adalah Ignatius Suharyanto, Rudy Radjab, dan Rini Anggraeni. Dalam dokumen Minerba One Data Indonesia Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, ketiganya adalah pemilik PT Hamparan Laut Sejahtera. Hamparan Laut Sejahtera memiliki izin eksplorasi tambang pasir laut seluas 980 hektare di Laut Jawa hingga 2024.
Tempo mendatangi kantor QPH Integrasi, Hamparan Laut Sejahtera, dan Van Oord Indonesia di Kindo Square, Pancoran, Jakarta Selatan. Seorang pegawai di kantor itu mengatakan baik Ignatius Suharyanto maupun Rudy Radjab sedang berada di luar kota. Sedangkan Marjolein Boer mengaku Van Oord tak berhubungan dengan kepemilikan konsesi pasir laut. “Kami tidak memiliki hubungan dengan target area pengerukan pasir,” tuturnya.
PT Dredging International Indonesia, perusahaan yang juga turut dalam konsultasi publik PP tentang pengelolaan sedimen laut, terhubung dengan grup Astra International. Salah satu pemegang saham Dredging International Indonesia adalah PT Acset Indonusa Tbk, emiten konstruksi di bawah grup Astra. “Kami punya saham di Dredging International Indonesia sejak 2017,” kata Sekretaris Perusahaan Acset Indonusa Kadek Ratih Paramita.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyebut perusahaan-perusahaan yang diundang dalam konsultasi publik di Yogyakarta sebagai pemilik teknologi penyedotan sedimen laut tanpa merusak lingkungan. “Di seluruh dunia, dredger terbaik itu siapa? Mereka ini kan dredger kelas dunia,” ujarnya di Batam, Kepulauan Riau, Jumat, 9 Juni lalu. Meski begitu, Trenggono membuka peluang kepada siapa saja perusahaan yang mau menyedot sedimen laut asalkan memiliki teknologi ramah lingkungan. “Tapi tidak boleh mengeruk. Yang diperbolehkan kapal pengisap. Kalau mengeruk, bisa merusak terumbu karang,” tuturnya.
Sedangkan Ketua Asosiasi Pengusaha Pasir Laut Herry Tousa menyebut dredger yang diundang Kementerian Kelautan dan Perikanan merupakan perusahaan yang juga rekanan Jurong Town Corporation (JTC). JTC adalah perusahaan milik pemerintah Singapura yang kerap mengadakan tender pasir laut. “Mereka ini biasa ikut tender JTC,” ucapnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Aisha Shaidra, Fery Firmansyah, dan Yogi Eka dari Batam berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di artikel cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Persamuhan Para Gergasi Laut"