Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Petugas keamanan menembak jatuh satu unit drone yang terbang di atas Gedung Kejaksaan Agung pada Rabu, 5 Mei 2024. Peristiwa ini terjadi dua pekan setelah kasus Jampidsus Febrie Adriansyah dikuntit oleh anggota Densus 88.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengklarifikasi pesawat nirawak tersebut milik anggota komunitas penerbang drone. Benda ini diterbangkan mulai dari area sekitar Taman Literasi Blok untuk mengambil gambar Stasiun MRT Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketut mengatakan, Kejagung tak bisa melarang drone melintasi wilayahnya. "Karena lalu lintas udara di luar kewenangan kami, kami enggak bisa melarang seperti itu,” katanya, Kamis, 6 Juni 2024.
Bila aktivitas drone itu dianggap membahayakan, kata Ketut, Kejaksaan Agung memiliki alat untuk menurunkannya dengan cara penembakan. “Kalau sifatnya membahayakan kita lapor kepolisian atau kita lakukan penelusuran,” ujar Ketut.
Namun, Ketut membantah jika drone yang melintas saat itu bertujuan untuk memata-matai dan dikendalikan oleh pihak atau instansi yang berkepentingan. “Apalagi dikaitkan dengan upaya intervensi salah satu perkara yang sedang ditangani oleh Kejaksaan Agung,” katanya.
Lantas, bagaimana ketentuan terkait penerbangan drone secara aman?
Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati mengatakan regulasi penggunaan drone tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 37 Tahun 2020 tentang Pengoperasian Pesawat Udara tanpa Awak di Ruang Udara yang Dilayani Indonesia.
Diatur pula dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 63 Tahun 2021 tentang Sistem Pesawat Udara Kecil tanpa Awak. Kedua peraturan ini ini mengatur di antaranya tentang kepatuhan terhadap batasan pengoperasian dan resiko yang dapat ditimbulkan.
Adita menjelaskan peraturan tersebut ditujukan untuk penggunaan yang dilakukan masyarakat sipil dan tidak mengatur penggunaan drone untuk kepentingan militer dan penegakan hukum lainnya.
"Risiko di dalam pengoperasian drone yang dipertimbangakan di dalam Permenhub salah satunya adalah risiko terhadap Objek Vital Nasional" kata Adita Irawati melalui aplikasi perpesanan kepada Tempo pada Jumat, 7 Juni 2024.
Objek vital nasional merupakan kawasan/lokasi, bangunan/instalasi dan/atau usaha yg menyangkut hajat hidup orang banyak, kepentingan negara dan/atau sumber pendapatan negara yang bersifat strategis.
Status objek vital nasional harus ditetapkan berdasarkan keputusan menteri dan/atau kepala lembaga pemerintah non departemen sesuai Keputusan Presiden Nomor 63 Tahun 2004 Pasal 3 tentang Pengamanan Obyek Vital Nasional.
HENDRI AGUNG PRATAMA
Pilihan Editor: Pengacara Pegi Setiawan Minta Gelar Perkara Khusus di Kasus Vina Cirebon, Ini Aturannya