Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Mengeroyok Corona di Laboratorium

Sederet kampus besar terlibat membantu pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19. Dari uji virus, mencari bahan penangkal alami, hingga meneliti senyawa yang potensial sebagai vaksin.

2 Mei 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Petugas sedang bekerja di Laboratorium Diagnostik Yayasan Tahija yang digunakan untuk memeriksa sampel pasien Covid-19 di Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Kamis (30 April 2020). Dok. Laboratorium Diagnostik Yayasan Tahija

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Sejak merebaknya wabah Covid-19, sederet universitas besar di Indonesia turun tangan membantu pemerintah dalam penanganan pandemi lewat berbagai riset.

  • UGM berfokus pada pengujian sampel swab dari pasien yang diduga terinfeksi virus corona sampai merancang pemodelan untuk memprediksi kapan pandemi berakhir.

  • Lembaga Penyakit Tropis Unair berburu kandidat vaksin, sementara UI bekerja sama dengan IPB mencari kandungan bahan herbal untuk penangkal virus corona.

TIGA belas petugas Laboratorium Diagnostik Yayasan Tahija, Yogyakarta, terlihat berhati-hati memeriksa sampel pasien yang dicurigai terinfeksi virus corona, Rabu, 29 April lalu. Mengenakan baju hazmat dan masker, mereka menganalisis spesimen kiriman dari salah satu rumah sakit rujukan. Hasil pemeriksaan sampel akan dikirimkan kembali ke rumah sakit supaya dokter segera bertindak, terutama untuk pasien yang dinyatakan positif corona.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebelum memasuki ruang laboratorium, semua petugas harus melewati penapisan suhu dan menjalani pemeriksaan tanda gejala infeksi. Mereka diwanti-wanti untuk selalu mematuhi protokol keselamatan. “Semua anggota staf harus memakai alat pelindung diri lengkap dan melewati prosedur biosafety yang ketat,” kata Eggi Arguni, ketua tim unit diagnostik Laboratorium Diagnostik Yayasan Tahija di Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, kepada Tempo.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Civitas academica menjadi unsur penting dalam penanganan pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Tidak hanya berkutat di kelas, beberapa kampus yang memiliki lembaga riset penyakit menular tropis, seperti UGM; Universitas Airlangga, Surabaya; dan Universitas Indonesia, terjun meneliti dari sisi virologi ataupun kedokterannya. Ada pula inovasi bidang bioinformatika untuk mencari bahan penangkal virus corona hingga potensi membuat vaksin.

UGM mulai memfungsikan Laboratorium Diagnostik Yayasan Tahija untuk memeriksa sampel pasien Covid-19 pada Jumat, 3 April lalu. Setiap hari pukul 07.00-15.00, para petugas di sana mengekstraksi asam ribonukleat—materi genetik virus corona—pada sampel swab dahak yang diambil dari pangkal hidung dan tenggorokan pasien. Dengan metode polymerase chain reaction (PCR), spesimen hasil usapan itu dianalisis untuk mendeteksi virus SARS-CoV-2, yang menyebabkan Covid-19.

Sejak diaktifkan untuk menangani Covid-19, laboratorium tersebut telah memeriksa 610 sampel. Ratusan spesimen itu berasal dari rumah sakit rujukan, antara lain Rumah Sakit Umum Daerah Sleman, RSUD Kota Yogyakarta, RSUD Wates Kulon Progo, Rumah Sakit Panti Rini, PKU Muhammadiyah, dan Santa Elizabeth. Melalui laboratorium ini, hasil diagnosis bisa lebih cepat karena tak perlu lagi menunggu pengujian dari laboratorium Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan di Jakarta.

Eggi mengatakan laboratorium rujukan dengan standar biosafety level 2 (BSL-2) plus dari World BioHazTec Singapura ini wajib melaporkan hasil ujinya ke semua rumah sakit pengirim sampel paling lambat 2 x 24 jam. “Kami juga melaporkannya ke dinas kesehatan provinsi, Balitbangkes, dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana,” ucapnya.

Sebelum merebak wabah Covid-19, Laboratorium Diagnostik Yayasan Tahija rutin digunakan untuk meneliti nyamuk Aedes aegypti yang mengandung bakteri wolbachia lewat proyek World Mosquito Program sejak 2011. Laboratorium ini dilengkapi biosafety cabinetrefrigerated centrifuge, mesin PCR, dan lemari beku penyimpanan sampel. Atas permintaan Balitbangkes, UGM memfungsikan laboratorium ini untuk analisis sampel virus corona.

Direktur Pusat Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM Riris Andono Ahmad menyebutkan timnya juga melakukan riset dengan membuat simulasi wabah Covid-19 berdasarkan interaksi individu. Hasil pemodelan mereka menunjukkan bahwa puncak pandemi, terutama di Jakarta sebagai episentrum penyebaran virus corona, bukan pada Mei seperti perkiraan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. “Jakarta masih berisiko besar untuk terjadi pandemi berikutnya,” ujarnya. Riris mengatakan pandemi Covid-19 perlu waktu sekitar dua tahun untuk berakhir.

Di Surabaya, penelitian vaksin Covid-19 di laboratorium Lembaga Penyakit Tropis Universitas Airlangga dimulai pada awal April lalu. Melibatkan bidang sel punca, penyakit tropis, rekayasa molekul hayati, dan rumah sakit, riset yang berjalan tiap hari itu menguji sinkronisasi senyawa yang dapat menghambat replikasi virus corona. Tim peneliti telah mendeteksi main protease, jenis enzim yang memungkinkan virus corona memperbanyak diri bila menemukan inang yang cocok. “Kalau inangnya tepat, ia akan bereplikasi,” tutur Ketua Pusat Riset Rekayasa Molekul Hayati Universitas Airlangga Ni Nyoman Tri Puspaningsih, Rabu, 29 April lalu.

Beruntung, kata Nyoman, pihaknya dapat segera menemukan senyawa yang dideteksi bisa menghambat replikasi virus. Dalam penelitian sintesis di laboratorium, tiga dari lima kandidat senyawa anti-main protease itu memiliki energi ikat yang bagus. Namun ia memastikan senyawa itu belum bisa disebut sebagai vaksin anti-corona.

Untuk memastikan senyawa itu mampu menghambat virus, Nyoman dan timnya masih harus menjalankan uji praklinis, formulasi, dan uji klinis. Mereka juga harus melakukan uji tantang untuk melihat apakah virus mampu tumbuh setelah diikat dengan senyawa aktif itu. “Kami ingin uji klinis dan uji tantang berjalan paralel agar prosesnya lebih cepat. Jika sintesis ini berhasil, bahannya bisa dibuat,” tutur ahli bidang enzimologi ini.

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa (kedua kiri) didampingi Rektor Universitas Airlangga (Unair) Mohammad Nasih (kiri) melihat peralatan penelitian di Laboratorium Influenza, Institute of Tropical Disease (ITD) saat berkunjung ke Unair, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (14/3/2020). ANTARA FOTO/Moch Asim

Nyoman mengatakan penelitian ini juga bertujuan memetakan virus corona yang menginfeksi masyarakat Indonesia. Melalui pemetaan, virus corona di Indonesia dengan yang ada di Eropa, Australia, dan negara-negara Asia lain, terutama Cina, bisa diketahui bedanya. Dengan begitu, peneliti memiliki acuan untuk membuat kandidat vaksinnya.

Sejauh ini, berdasarkan GISAID, bank data yang berisi sampel virus corona dari berbagai negara, ukuran virus corona di Indonesia lebih kecil dibanding yang ada di Eropa dan Australia. “Secara umum di negara-negara yang terkena dampak itu ukuran virusnya 30 ribu pasang basa, yang di Indonesia 350 pasang basa atau hanya seperseratusnya,” ucap Nyoman.

Rektor Universitas Airlangga Mohammad Nasih mengatakan penelitian di laboratorium Lembaga Penyakit Tropis masih taraf pengkulturan virus. Menurut dia, ada beberapa kendala yang dihadapi tim peneliti. Salah satunya virusnya “bandel” sehingga sulit untuk dikultur. Ini berbeda ketika Unair meneliti virus avian influenza pemicu wabah flu burung di laboratorium tersebut pada 2003. “Virus avian influenza lebih mudah dikultur,” katanya.

Universitas Indonesia tak ketinggalan dalam riset untuk mencegah penyebaran virus Covid-19. Bekerja sama dengan Pusat Studi Biofarmaka Institut Pertanian Bogor, tim peneliti Departemen Kimia Fakultas Kedokteran dan Fakultas Farmasi UI melakukan riset bioinformatika dan mendapati bahwa golongan senyawa pada jambu biji merah bisa menjadi penangkal virus corona. “Genom lengkap virus Covid-19 bisa dilihat. Kita juga punya data struktur kimia herbal-herbal,” ujar Dekan FKUI Ari Fahrial Syam, Selasa, 28 April lalu.

Dari total basis data sebanyak 1.377 senyawa, tim periset menemukan antara lain hesperidia, rhamnetin, kaempferol, kuersetin, dan myricetin. Penemuan ini ditindaklanjuti dengan uji klinis jus jambu biji merah sebagai suplemen untuk orang dalam pemantauan dan pasien dalam pengawasan. “Ahli kimia kedokteran dan ahli farmasi akan meneliti lebih detail kandungan spesifik pada jambu biji yang bekerja menghambat kerja virus corona,” kata Ari.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus