Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Main Panggil Setelah Pemecatan

Inspektorat memanggil para pegawai kritis di lingkup internal KPK yang diduga sebagai penggerak terbitnya surat desakan untuk mengangkat 75 pegawai yang tak lolos tes wawasan kebangsaan.

18 September 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ketua Wadah Pegawai KPK juga anggota tim penyidik (nonaktif), Yudi Purnomo, membawa pulang barang-barang pribadi dari ruang kerjanya, di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 16 September 2021. TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Inspektorat memanggil para pegawai di lingkup internal KPK yang dianggap sebagai pendukung pegawai yang tak lolos tes wawasan kebangsaan.

  • Inspektorat memetakan pegawai kritis dalam setiap divisi di KPK.

  • Pemanggilan para pegawai ini dianggap sebagai upaya pembungkaman sikap kritis pegawai KPK.

JAKARTA – Inspektorat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil satu per satu pegawai lembaganya yang mendukung 75 pegawai yang tak lolos tes wawasan kebangsaan. Pemanggilan para pegawai ini mulai dilakukan setelah pimpinan KPK memecat ke-57 pegawai yang tak lolos tes, Selasa lalu.  

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tiga pegawai KPK membenarkan adanya pemanggilan para pegawai yang menolak pemecatan koleganya lewat tes wawasan kebangsaan tersebut. “Jumlahnya belum tahu karena dipanggil satu per satu,” kata pegawai KPK ini, kemarin. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Antikorupsi KPK nonaktif, Hotman Tambunan, mengatakan juga mendapat kabar ihwal adanya pemanggilan dari Inspektorat tersebut. Ia mengatakan Inspektorat ataupun pimpinan KPK menduga para pegawai itu telah melanggar etik di internal lembaga karena mendukung 75 pegawai yang tak lolos TWK.

Dukungan itu disalurkan dengan bersurat kepada sekretariat jenderal dan pimpinan KPK, yang isinya meminta pegawai yang tak lolos tes segera diangkat menjadi aparat sipil negara. “Ini merupakan indikasi hilangnya kultur egalitarian dan gerakan kritis yang selama ini ada di KPK,” kata Hotman kepada Tempo, kemarin.

Pertengahan Agustus lalu, 518 pegawai KPK yang sudah dilantik menjadi aparat sipil negara bersurat kepada Sekretaris Jenderal KPK, Cahya Hardianto Harefa, dan kelima pemimpin KPK. Mereka meminta semua pegawai yang tak lolos tes wawasan kebangsaan segera dilantik menjadi aparat sipil negara. Desakan mereka merujuk pada tindakan korektif dari Ombudsman Republik Indonesia. 

Adapun Ombudsman meminta KPK melantik 75 pegawai yang tak lolos tes wawasan kebangsaan sebelum 1 November 2021. Ombudsman menemukan bahwa pelaksanaan tes itu menyimpang dari prosedur. Lembaga ini juga menemukan penyalahgunaan wewenang oleh KPK dan Badan Kepegawaian Negara dalam penyelenggaraan tes tersebut. 

Dari 75 pegawai KPK yang tak lolos tes itu, 18 orang sudah dilantik menjadi aparat sipil negara, Selasa lalu. Tapi mereka lebih dulu mengikuti pendidikan bela negara. Lalu Ketua KPK Firli Bahuri memecat 56 pegawai lainnya yang tak lolos tes wawasan kebangsaan.

Aksi para pegawai KPK yang tidak Lolos tes wawasan kebangsaan bersama Solidaritas Masyarakat Sipil dengan membawa surat untuk Presiden di depan gedung ACLC Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 15 September 2021. TEMPO/Imam Sukamto

Ke-518 pegawai tersebut juga menyebutkan keprihatinan mereka melihat kondisi KPK pada era kepemimpinan Firli Bahuri (periode 2019-2023). Mereka menganggap lembaga KPK justru bergerak mundur sejak dipimpin Firli. Padahal publik berharap KPK menjadi lembaga yang independen dan memegang integritas dalam melakukan pemberantasan korupsi.

Beberapa sumber Tempo di KPK menceritakan bahwa Inspektorat melakukan pemeriksaan untuk mencari tahu aktor pegawai yang mengirim surat kritik dan desakan kepada sekretariat jenderal dan pimpinan KPK. Inspektorat juga memetakan satu per satu dari 518 pegawai itu berdasarkan divisi masing-masing. “Sampai sekarang belum ada hasilnya karena pemeriksaan masih berjalan,” kata pegawai KPK ini. 

Ia juga belum dapat memastikan jumlah pegawai yang dipanggil dan sudah diperiksa. Namun sumber Tempo ini memperoleh informasi bahwa para pegawai yang diperiksa adalah pentolan gerakan atau yang dianggap sebagai penggerak pegawai di masing-masing divisi di KPK. Sebelum pemanggilan itu, Inspektorat KPK memetakan pegawai kritis di lembaganya sejak Agustus lalu. 

Juru bicara KPK bidang penindakan, Ali Fikri, dan juru bicara KPK bidang pencegahan, Ipi Maryati Kuding, tak merespons upaya permintaan konfirmasi Tempo. Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron juga tak menjawab upaya permintaan konfirmasi Tempo

Hotman Tambunan menyarankan agar ke-518 pegawai KPK itu tak gentar menghadapi pemeriksaan Inspektorat. Sebab, mereka tidak melakukan pelanggaran dan kesalahan etik. Hotman justru mempertanyakan alasan Inspektorat memeriksa para pegawai tersebut. Ia berpendapat surat yang dikirim para pegawai kepada pimpinan KPK itu merupakan bagian dari hak pegawai untuk menuntut ketidakadilan atas pemecatan sejawatnya yang tak lolos tes wawasan kebangsaan

Menurut Hotman, penyisiran pegawai kritis ini merupakan upaya untuk mengubah sistem di KPK, yaitu dari lembaga kritis dan egalitarian menjadi tertutup dan antikritik. Kondisi itu sekaligus menjadi bentuk pengkhianatan terhadap semangat aparat sipil negara yang mewajibkan mereka berdiri di atas profesionalisme dan pelayanan kepada publik. “Kalau seperti ini rohnya sekarang, berarti menjadi asal bapak senang,” katanya. 

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati, mengkritik pemeriksaan Inspektorat KPK terhadap para pegawainya yang menolak adanya pemecatan. Asfinawati menduga pemeriksaan itu merupakan bentuk pembungkaman serta melanggar hak dan kebebasan pegawai. “Itu bertentangan dengan kode etik KPK yang menyatakan mereka berhak kritis,” kata dia.

Asfinawati menganggap upaya Inspektorat ini merupakan bagian dari pelemahan KPK. Alasannya, pegawai diharuskan tunduk pada setiap ketidakadilan yang diperbuat oleh pimpinan KPK. Padahal pegawai berhak tetap kritis sebagai upaya checks and balances dalam penyelenggaraan administrasi pemerintahan. 

AVIT HIDAYAT

Keterangan: Artikel ini telah direvisi pada pukul 11.14, Sabtu, 18 September 2021, untuk memperbaiki kesalahan masa jabatan Ketua KPK Firli Bahuri. 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Avit Hidayat

Avit Hidayat

Alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas PGRI Ronggolawe, Tuban, Jawa Timur. Bergabung dengan Tempo sejak 2015 dan sehari-hari bekerja di Desk Nasional Koran Tempo. Ia banyak terlibat dalam penelitian dan peliputan yang berkaitan dengan ekonomi-politik di bidang sumber daya alam serta isu-isu kemanusiaan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus