Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Tajir Seusai Promosi

Sudrajad Dimyati pernah tak lolos menjadi hakim agung gara-gara skandal suap di toilet gedung DPR. Jumlah hartanya melonjak sejak menjabat hakim pengadilan tinggi.

16 Oktober 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Sudrajad Dimyati mengawali karier sebagai hakim di Pengadilan Negeri Rantau, Kalimantan Selatan.

  • Memiliki delapan rumah di Yogyakarta dan Jakarta.

  • Menjadi hakim tinggi pada 2009.

KARIER Sudrajad Dimyati terancam berakhir setelah Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan dia sebagai tersangka korupsi pada Jumat, 23 September lalu. KPK menahan hakim 64 tahun ini bersama sembilan orang lain yang diduga terlibat suap penanganan perkara Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pertama-tama, KPK menetapkan Dimyati sebagai tersangka perkara itu. Mahkamah Agung pun memberhentikan dia sebagai hakim agung tepat di hari KPK mengumumkan statusnya tersebut. “Agar bisa menghadiri pemeriksaan dengan sebaik-baiknya,” ujar Ketua Kamar Pengawasan Mahkamah Agung Zahrul Rabain. Semua perkara yang ditangani Dimyati ditarik dan dia digantikan oleh hakim agung lain.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dimyati meniti karier sebagai hakim sejak 1985. Lulusan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia itu menjalani penugasan perdana di Pengadilan Negeri Rantau, Kalimantan Selatan. Ia kemudian berturut-turut dimutasi ke Pengadilan Negeri Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta; Pengadilan Negeri  Karanganyar, Sukoharjo, Jawa Tengah; lalu menjadi Ketua Pengadilan Negeri Wonogiri, Jawa Tengah, pada 2001. Ia kemudian melanjutkan pendidikan master di almamaternya ketika menjadi hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 2004.

Pada 2009, Dimyati mendapatkan promosi sebagai hakim tinggi. Ketua Mahkamah Agung ketika itu, Harifin A. Tumpa, menugasi dia di Pengadilan Tinggi Medan, Sumatera Utara, hingga 2011. Ia ditarik ke Jakarta sebagai hakim tinggi selama setahun sejak 2011. Dimyati kembali mendapatkan promosi sebagai Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Ambon dan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Pontianak pada 2013. Di tengah masa jabatan inilah ia mengikuti seleksi calon hakim agung.

Proses seleksi ketika itu diwarnai skandal lobi di toilet gedung Dewan Perwakilan Rakyat. Seorang jurnalis melihat Dimyati memberikan amplop kepada politikus Partai Kebangkitan Bangsa, Bachruddin Nashori, di sela-sela proses uji kepatutan dan kelayakan di DPR. Kasus itu sempat ditelisik Komisi Yudisial. “Tapi dia dinyatakan tak bersalah karena keterbatasan alat bukti,” kata Komisioner Komisi Yudisial Bidang Seleksi Hakim ketika itu, Taufiqurrohman Syahuri.

Lolos dari pemeriksaan etik, Dimyati kembali menjajal peruntungan setahun setelahnya. Meski pernah terindikasi menyuap, nama Dimyati direkomendasikan oleh Komisi Yudisial ke DPR bersama Amran Suadi dan Purwosusilo untuk mengisi kekosongan kursi hakim agung kamar perdata. “Setahu saya, beliau orang yang punya kemauan keras, wawasan luas, dan kemampuan manajerial yang baik,” ujar salah seorang koleganya saat di Pengadilan Tinggi Pontianak, Abdul Jalil.

Abdul Jalil adalah hakim ad hoc tindak pidana korupsi di Pengadilan Tinggi Pontianak yang dimintai pendapat oleh Komisi Yudisial pada saat seleksi hakim agung. Kepada Komisi Yudisial, ia menyebut Dimyati sebagai sosok yang sederhana. Selama hampir dua tahun bertugas di Kalimantan, kata Jalil, Dimyati tinggal di rumah dinas. Ke kantor ia mengendarai mobil Toyota Vios. “Saya heran jika beliau terlibat kasus korupsi,” ucapnya.

Dokumen Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara Sudrajad Dimyati pada 2008 menunjukkan total kekayaannya Rp 1,06 miliar. Jumlah itu meningkat pada 2013 menjadi Rp 7,8 miliar. Laporan terakhir yang disetor Dimyati pada 2021 menyebutkan terjadi peningkatan harta menjadi Rp 10,7 miliar. Beberapa di antaranya tercatat sebagai aset tak bergerak berupa delapan unit rumah yang tersebar di Yogyakarta dan Jakarta.

Tempo menyambangi rumah Sudrajad Dimyati di Perumahan Bayeman Permai, Jalan Wates Kilometer 3, Bantul, Yogyakarta, Jumat, 14 Oktober lalu. Hanya ada seorang penjaga rumah mengaku bernama Jumiarti. “Ibu (istri Dimyati) tidak di rumah,” ujarnya.

Perumahan Bayeman dihuni sejumlah seniman tajir, seperti Nasirun dan Jumaldi Alfi. Menurut Nasirun, Sudrajad Dimyati jarang berbaur dengan tetangga. “Saya tidak terlalu kenal,” kata Nasirun.

SHINTA MAHARANI (YOGYAKARTA)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Riky Ferdianto

Riky Ferdianto

Alumni Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Memulai karier jurnalistik di Tempo pada 2006. Banyak meliput isu hukum, politik, dan kriminalitas. Aktif di Aliansi Jurnalis Independen.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus