Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Sulitnya Mencari Pelanggaran Etik

Komisi Yudisial mengusut pelanggaran etik suap hakim agung dalam pengurusan pailit KSP Intidana. Mahkamah Agung menelusuri peran hakim lain.

16 Oktober 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Hakim agung Sudrajad Dimyati terancam dipecat oleh majelis kehormatan hakim.

  • Mahkamah Agung turut menelusuri peran dua hakim agung lain.

  • Sudrajad Dimyati pernah dilaporkan sebanyak 30 kali selama menjadi hakim agung.

TANGKAP tangan korupsi permainan kasus di Mahkamah Agung yang melibatkan hakim agung Sudrajad Dimyati membuat Komisi Yudisial turun tangan. Namun, karena Dimyati sudah ditahan, para komisioner pengawas hakim itu yang datang ke kantor Komisi Pemberantasan Korupsi pada Senin, 10 Oktober lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Meski sebagai pengundang, Komisi Yudisial yang datang ke KPK menemui empat tersangka suap Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana. “KPK mempersilakan kami menemui mereka untuk pemeriksaan dugaan pelanggaran etik hakim agung,” kata Ketua Komisi Yudisial Mukti Fajar Nur Dewata pada Sabtu, 15 Oktober lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dua dari empat tersangka adalah pengacara Theodorus Yosep Parera dan anggota stafnya, Eko Suparno. Keduanya ditahan di sel Kepolisian Resor Metropolitan Jakarta Timur bersama debitor Intidana, Ivan Dwi Kusuma Sujanto. Sementara itu, Heryanto Tanaka ditahan di Markas Polisi Militer Komando Daerah Militer Jayakarta. Yosep adalah pengacara Heryanto.

KPK menangkap mereka dalam operasi tangkap tangan pada Jumat, 23 September lalu. Penyidik KPK menuduh mereka menyuap hakim agung Sudrajad Dimyati dan lima pegawai Mahkamah Agung dengan barang bukti uang Sin$ 205 ribu atau setara dengan Rp 2,17 miliar dan Rp 50 juta.

Lima orang penerima suap dari Mahkamah Agung adalah hakim yustisial Elly Tri Pangestu, Desy Yustria, dan Muhajir Habibie. Selain itu, anggota staf kepaniteraan, Nurmanto Akmal, dan pegawai Mahkamah, Albasri. Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan Sudrajad Dimyati diduga menerima suap Rp 800 juta melalui Desy. “Tersimpan dalam kotak menyerupai kamus,” ujarnya.

Suap-menyuap perkara pailit koperasi itu bermula dari kemenangan kasasi Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto dalam gugatan pailit terhadap KSP Intidana pada Mei lalu. Dimyati menjadi anggota majelis hakim yang menguji putusan pengadilan tingkat pertama. KPK menduga suap itu sebagai “uang terima kasih” atas terkabulnya gugatan tersebut. Heryanto dan Ivan juga diduga ingin “mengamankan” putusan kemenangan di tahap peninjauan kembali.

Karena melibatkan hakim, pemeriksaan Komisi Yudisial berfokus menelusuri peran Dimyati dan Elly. Mereka akan menggali peran keduanya dalam pusaran korupsi itu. Menurut Mukti Fajar, Komisi Yudisial masuk dalam pemeriksaan setelah para komisioner menemui pimpinan KPK pada Senin, 26 September lalu. Mereka meminta akses wawancara para tersangka.

Ada beberapa hal yang mereka sepakati. Menurut Mukti, pimpinan KPK berjanji menyuplai informasi apa pun guna mendukung pemeriksaan etik Dimyati dan Elly. Sebaliknya, Komisi Yudisial bersedia memberikan informasi latar belakang para hakim. “Penanganan kasus ini juga bakal melibatkan Mahkamah Agung,” tutur Mukti.

Juru bicara KPK, Ali Fikri, mengatakan KPK siap memenuhi permintaan Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung untuk memperlancar pemeriksaan etik. Hanya, suplai informasi kepada Komisi Yudisial sebatas pelanggaran etik. Soal pidana akan menjadi ranah KPK.

Komisioner Komisi Yudisial pun menginterogasi Yosep Parera selama empat jam. Kepada wartawan seusai pemeriksaan, Yosep tak membantah adanya suap kepada para hakim dan pegawai Mahkamah. Uang suap, kata Yosep, adalah hasil patungan Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma. Tujuan suap: gugatan pailit terhadap KSP Intidana di Mahkamah Agung dikabulkan hakim yang kandas di Pengadilan Negeri Semarang dan Pengadilan Tinggi Semarang.

Tapi Yosep mengaku tak mengenal Sudrajad Dimyati ataupun hakim Elly Tri Pangestu. Soalnya, pengaturan suap ataupun kemenangan kasus dilakukan melalui anggota staf panitera, Desy Yustria. Yosep mengklaim tak bisa menghindari suap agar gugatannya dikabulkan.

Menurut dia, suap hakim agung adalah hal lazim agar gugatan kasasi ataupun peninjauan kembali dikabulkan Mahkamah Agung. Karena itu, ia mencari cara menyogok hakim lewat panitera, penerima berkas, dan pencatat nomor perkara untuk penanganan perkara di kantor pengadilan. Yosep mengaku bahwa para kliennya harus mengeluarkan uang untuk pengurusan berkas. “Selama ini kami tersandera,” ujarnya.

Juru bicara Komisi Yudisial, Miko Ginting, mengatakan lembaganya bakal mengkonfirmasi pengakuan Yosep Parera kepada Desy Yustria pada pekan ketiga Oktober 2022. “Jika ditemukan petunjuk yang mengarah pada pelanggaran berat dan berujung sanksi pemecatan, kami bakal merekomendasikan mekanisme pembentukan majelis kehormatan hakim,” katanya.

Mantan komisioner Komisi Yudisial, Taufiqurrohman Syahuri, mendesak lembaga pengawasan hakim itu membentuk majelis kehormatan hakim. Menurut dia, sidang majelis kehormatan bisa berjalan tanpa harus menunggu putusan pidana. Sebab, KPK sudah memiliki bukti kuat suap kepada Dimyati dan Elly lewat operasi tangkap tangan. “Dulu Ketua Mahkamah Konstitusi langsung diberhentikan meski putusan pidananya belum selesai. Jika menunggu putusan bakal makan waktu, bisa bertahun-tahun,” ucapnya.

Taufiqurrohman Syahuri adalah mantan pemimpin Komisi Yudisial bidang seleksi hakim. Ia pernah merestui pencalonan Sudrajad Dimyati sebagai calon hakim agung. Taufiq mengusulkan nama Dimyati bersama dua kandidat lain ke Dewan Perwakilan Rakyat pada 2014. Ia mengaku terkejut saat rekan satu almamaternya di Universitas Islam Indonesia itu terseret kasus besel. “Jika terbukti ada pelanggaran etik, jangan ragu jatuhkan sanksi,” ujarnya.

Seseorang yang mengetahui perkara ini mengatakan pimpinan Komisi Yudisial terbelah dalam memeriksa Dimyati. Sebagian menolak percepatan majelis kehormatan lantaran khawatir bukti yang menjerat Dimyati dan Elly terbatas. Dampaknya, kedua hakim itu bisa bebas. Putusan etik ini juga dikhawatirkan mempengaruhi proses peradilan terhadap keduanya.

Ihwal Dimyati, Komisi Yudisial menerima setidaknya 30 laporan dugaan pelanggaran etik hakim agung ini. Sebanyak 12 di antaranya sudah teregister dan diproses. Tapi hanya dua laporan yang berujung sanksi. Itu pun cuma berupa sanksi teguran.

Mukti Fajar Nur Dewata menampik kabar bahwa para komisioner terbelah soal pelanggaran etik Dimyati. Ia mengatakan majelis kehormatan segera terbentuk karena Mahkamah Agung sudah memberikan lampu hijau pemeriksaan. Soalnya, Badan Pengawasan Mahkamah Agung juga sudah mulai menelusuri bukti-bukti pelanggaran etika Dimyati dan Elly. “Senin pekan depan kita bicarakan,” kata Sugiyanto, Ketua Badan Pengawasan MA.

Menurut juru bicara Mahkamah Agung, Andi Samsan Nganro, para hakim agung sudah memerintahkan Badan Pengawasan bergerak mengumpulkan bukti sejak KPK menangkap para tersangka. Badan Pengawasan bahkan sudah memeriksa hakim agung Takdir Rahmadi dan Gazalba Saleh. Gazalba adalah hakim kasasi yang menghukum Ketua KSP Intidana Budiman Gandi Suparman dalam kasus pemalsuan akta. Sementara itu, Takdir adalah hakim yang bakal memeriksa berkas permohonan gugatan pailit Intidana di tingkat peninjauan kembali.

KPK sempat menggeledah ruangan Takdir beberapa hari setelah operasi tangkap tangan (OTT) hakim agung. Mereka juga menyasar ruang kerja anggota staf Gazalba. “Atasan para tersangka juga sudah diperiksa oleh Bawas,” tutur Andi dalam keterangan tertulis.

Hakim agung Sudrajad Dimyati hingga kini belum menunjuk pengacara. Tempo mendatangi rumahnya di Perumahan Bayeman Permai, Jalan Wates Kilometer 3, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, untuk meminta konfirmasi. Seorang penjaga rumah mengatakan istri Dimyati tak berada di rumah. “Ibu sedang keluar,” ujarnya.

ROSSENO AJI, SHINTA MAHARANI (YOGYAKARTA)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Riky Ferdianto

Riky Ferdianto

Alumni Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Memulai karier jurnalistik di Tempo pada 2006. Banyak meliput isu hukum, politik, dan kriminalitas. Aktif di Aliansi Jurnalis Independen.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus