Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Police Watch (IPW) berharap Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo segera turun tangan menangani dugaan pemerasan dan pungutan liar (pungli) di Sekolah Pembentukan Perwira (Setukpa) Polri. Menurut informasi yang diterima IPW, perputaran uang dalam pungli ini mencapai Rp 240 miliar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, mengungkapkan bahwa Paminal Mabes Polri telah berhasil menyita uang tunai sebesar Rp 1,5 miliar yang diduga merupakan hasil pungutan dari siswa pendidikan Setukpa gelombang pertama angkatan 2024. Uang tersebut diduga dikumpulkan dari iuran para siswa yang saat ini sedang menjalani pendidikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setukpa merupakan sekolah kedinasan Polri yang bertugas membentuk perwira yang bersumber dari bintara Polri. Sugeng menjelaskan, pada gelombang pertama tahun 2024, sebanyak 2.000 siswa mengikuti pendidikan di Setukpa, yang terdiri dari 1.900 polisi laki-laki (Polki) dan 100 polisi wanita (Polwan). Dari jumlah tersebut, 1.200 siswa diterima melalui jalur kuota khusus dan penghargaan, sementara 800 siswa lainnya diterima melalui seleksi reguler.
Namun, IPW mencurigai adanya praktik pungli dalam proses seleksi tersebut. Sugeng menyebut, untuk mendapatkan kuota khusus atau penghargaan, para siswa diduga harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit. “Mereka rata-rata menghabiskan uang sekitar Rp 600 juta sampai paling tinggi mencapai Rp 1,5 miliar,” ujar Sugeng dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, 24 Agustus 2024.
Selain pungli dalam proses seleksi, IPW juga menyoroti adanya iuran atau pungutan lain yang dikenakan kepada para siswa selama masa pendidikan. Dalam tiga bulan masa pendidikan, para siswa diduga telah mengeluarkan sekitar Rp 100 juta per orang untuk berbagai keperluan, seperti iuran menembak, iuran judo, iuran SAR, hingga sumbangan untuk tenaga pendidik. "Kalau ditotal, perputaran uang dari siswa anggota bintara Polri untuk pendidikan perwira tersebut berkisar Rp 240 miliar," katanya.
Mereka juga harus mengeluarkan dana lainnya, Sugeng menjelaskan seperti biaya untuk pola pengasuhan sebesar Rp 200 ribu, sumbangan pendamping yang meminta fasilitas hotel, mobil dan rekreasi Rp 1,3 juta per siswa, iuran gladi wirottama Rp 1 juta, iuran batalyon Rp 1 juta, iuran resimen Rp 17 juta, iuran koperasi Rp 14 juta. Juga pembayaran produk karya perorangan melalui pihak ketiga (prokap) Rp 20 juta.
Jumlah pungutan yang sangat besar ini menimbulkan pertanyaan besar tentang integritas dan transparansi di Setukpa Polri. IPW mendesak Kapolri untuk segera membentuk tim khusus guna mengusut kasus ini dan mengambil langkah-langkah konkret untuk membersihkan institusi penegak hukum tesebut dari praktik-praktik pungli yang merusak citra Polri.
Sugeng menegaskan, penanganan kasus ini sangat penting untuk memastikan bahwa para perwira yang dihasilkan dari Setukpa benar-benar memiliki integritas dan profesionalisme yang tinggi. “Jangan sampai mereka yang sudah melaksanakan pendidikan dan menjadi perwira juga melakukan hal yang sama yakni pemerasan dan pungutan liar terhadap masyarakat,” tutur Sugeng.