Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
NAMA Luhut Binsar Pandjaitan disebut hingga tujuh belas kali dalam transkrip pembicaraan permintaan saham ke Freeport Indonesia oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto dan pengusaha Muhammad Riza Chalid. Namun, berbeda dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla, yang akan menempuh langkah hukum, Luhut memilih membiarkan saja namanya dicatut. "Saya tidak merasa tercemar. Menurut saya, itu biasa-biasa saja," katanya.
Kepada Arif Zulkifli dan Sunudyantoro dari Tempo, yang menemuinya di kantornya, Kamis pekan lalu, Luhut menjelaskan semua keterlibatannya dalam proses negosiasi dengan Freeport.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said melaporkan pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden ke Mahkamah Kehormatan DPR. Tapi Anda menyatakan Presiden tak pernah memerintahkan hal itu.
Presiden yang justru bertanya kepada saya, siapa yang memerintahkan Pak Sudirman melapor ke Mahkamah Kehormatan DPR. Tapi Presiden sendiri menyatakan sudah tahu siapa yang memerintahkan.
Bukannya Anda punya bisnis sebelum menjadi pejabat negara?
Makanya, pusing saya, mengurus yang itu saja sudah bongkok-bongkok. Orang goblok yang mau mendapat sepuluh persen saham Freeport. Itu perusahaan publik dan siapa yang mampu membayar US$ 600 juta untuk divestasi itu. Dia juga punya utang US$ 20 miliar sekarang. Itu barang busuk kok diambil.
Jadi pemerintah menyatakan kontrak Freeport tidak layak diperpanjang?
Menurut saya, enggak. Saya bilang ke Presiden, kalau tahu utangnya sebesar itu, paling baik menunggu tahun 2021.
Nama Anda muncul dalam transkrip rekaman yang beredar yang berisi tentang permintaan saham ini.
Mereka ingin bilang Luhut ini dan itu (terlibat).
Anda beberapa kali bertemu dengan bos Freeport, James R. Moffett, membicarakan perpanjangan kontrak?
Dia datang ke kantor saya (ketika Luhut masih Kepala Staf Kepresidenan, di Bina Graha, Jakarta). Dia datang selalu bersama Duta Besar Amerika Serikat. Saya bilang enggak bisa. It could not happen.
Berapa kali Anda bertemu dengan James R. Moffett?
Tiga kali. Dua kali dia datang ke Kantor Staf Presiden dan sekali ke rumah saya.
Anda berkukuh tidak mau memperpanjang?
Saya ngotot tidak mau.
Anda pernah ditawari James R. Moffett mendapat saham Freeport?
James menawari, itu tahun 2012. Ketika itu yang di San Diego, bukan yang di Jakarta. Dia bilang mau IPO (initial public offering). Tapi pemerintah saat itu tak setuju. Waktu itu, ada tiga yang mau masuk. Satu di antaranya perusahaan saya, PT Toba Bara Sejahtera. Dia pilih perusahaan kami.
Ada yang menyebutkan pembicaraan Anda dengan Setya Novanto adalah kompensasi untuk DPR yang menyetujui APBN 2015 dan 2016?
Ah, enggak ada. Kalian ini mengarang-ngarang.
Freeport pernah memberikan jatah kepada pejabat Orde Baru. Kali ini ingin diulang melalui Anda?
Siapa yang berani di era ini? Itu perusahaan terbuka. Freeport juga bisa kena FCPA (Foreign Corrupt Practices Act) dan bisa didenda.
Pedagang minyak Muhammad Riza Chalid pernah mengontak Anda dalam urusan ini?
Tidak.
Anda kenal dengan Muhammad Riza Chalid?
Saya berteman dengan dia. Tapi saya beruntung, haleluya, tidak pernah berbisnis dengan dia. Kami pernah saling mentraktir makan.
Tawaran yang ada di rekaman itu menyatakan akan mendapat private jet, menggiurkan?
Orang gila yang mau dengan tawaran private jet. Fixed cost aja dalam sebulan sudah US$ 110 ribu. Uang dari mana? Dari Hong Kong?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo