Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TIKET Garuda Indonesia pulang-pergi Jakarta-Hong Kong masih disimpan rapi Masinton Pasaribu di laci meja kerjanya di gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Jakarta. Politikus PDI Perjuangan itu kerap menunjukkan tiket tersebut kepada para sejawatnya di Dewan sebagai bukti ia serius menggulirkan Panitia Khusus Pelindo II. "Demi Pansus Pelindo, saya batalkan rencana ke Hong Kong itu," kata Masinton, Senin pekan lalu.
Masinton mengatakan dia batal berangkat karena hilangnya agenda pembentukan Panitia Khusus Pelindo II dalam agenda rapat paripurna pada 5 Oktober lalu. Padahal dalam surat undangan pertama masih tercantum agenda pengesahan Pansus. "Dalam undangan kedua, agenda pengesahan Pansus hilang," ujarnya. "Agenda itu sudah disepakati sebelumnya di Badan Musyawarah."
Benar saja, ketika rapat paripurna digelar, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah yang menjadi pemimpin rapat tidak menyebutkan pengesahan Pansus Pelindo II sebagai agenda pertemuan itu. Masinton geram dan langsung menyambar pengeras suara untuk interupsi ketika rapat baru berlangsung 15 menit. Dengan lantang dia mempertanyakan hilangnya agenda itu. Ruangan rapat paripurna seketika riuh karena sejumlah anggota Dewan mendukung Masinton dan menuding ada pihak tertentu yang hendak menjegal pembentukan pansus. Tudingan itu, misalnya, dilontarkan anggota Fraksi PDI Perjuangan, Dwi Ria Latifa. "Saya menduga ada tangan-tangan lain yang ingin membatalkan pembentukan Pansus Pelindo II," ujar Ria.
Masinton adalah pencetus sekaligus motor Pansus Pelindo II. Ia mengaku ide awal membentuk panitia khusus ini tercetus tak lama setelah Komisaris Jenderal Budi Waseso dicopot dari kursi Kepala Badan Reserse Kriminal pada akhir Agustus lalu. Mereka menduga pencopotan berhubungan dengan aksi Budi menggeledah kantor Pelindo II sepekan sebelumnya. Penggeledahan berkaitan dengan penyelidikan kasus dugaan korupsi 10 mobil crane Pelindo II di Bareskrim. Ruangan Direktur Utama Richard Joost Lino juga menjadi sasaran penggeledahan. Dalam kasus ini, Lino sedikitnya tiga kali menjalani pemeriksaan, terakhir Rabu pekan lalu.
Didukung kelompok fraksi (poksi) PDI Perjuangan di Komisi Hukum, Masinton bergerilya mengajak kelompok fraksi lain di Komisi Hukum mendukung pembentukan Pansus Pelindo II. Sepekan berselang, Komisi mengundang Kepala Kepolisian RI Jenderal Badrodin Haiti untuk menjelaskan pencopotan Budi Waseso. Selain tentang pencopotan Budi Waseso, sejumlah politikus PDIP mencecar Badrodin tentang dugaan intervensi Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno menyangkut penggeledahan kantor Pelindo II. Badrodin membenarkan soal itu dan mengaku Rini meneleponnya hanya untuk menanyakan kepentingan penggeledahan. Belakangan, Rini mengaku menelepon Badrodin untuk kepentingan tersebut.
Dalam rapat kerja itu, Komisi Hukum sepakat membentuk Panitia Khusus Pelindo II. Setelah disetujui rapat paripurna, pimpinan Dewan menunjuk 30 orang dari lintas fraksi sebagai anggota panitia khusus ini dan mendapuk politikus PDIP, Rieke Diah Pitaloka, sebagai ketua. Ketika itu, fokus Pansus adalah mengungkap penyimpangan 10 mobil crane dan kasus dugaan korupsi di Pelindo II berdasarkan laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu Badan Pemeriksa Keuangan 2010-2014. Menurut laporan itu, ada 20 proyek investasi dan pendanaan PT Pelindo yang berpotensi merugikan negara di atas Rp 1 triliun.
Laporan BPK itu menjadi pedoman Partai Golkar menentukan fokus pansus. Sekretaris Fraksi Golkar yang juga anggota Pansus Pelindo II, Bambang Soesatyo, beberapa kali mengumpulkan sejawatnya di partai beringin yang juga anggota Pansus agar berpedoman pada laporan itu. "Supaya tidak keluar dari jalur," kata Bambang.
Namun, setelah Pansus menggelar rapat kedua bersama serikat pekerja Jakarta International Container Terminal (JICT), arahnya berbelok. Pansus belakangan berfokus pada dugaan penyimpangan perpanjangan konsesi JICT oleh Pelindo ke perusahaan Hong Kong, Hutchison Port Holding, sampai 2039. Serikat pekerja menuding ada sejumlah kejanggalan perpanjangan itu. Selain harga jual 49 persen saham itu tak wajar, hanya US$ 215 juta, perpanjangan tersebut dianggap melanggar Undang-Undang Pelayaran, yang akan memberi wewenang Pelindo memperpanjang konsesi. "Kalau dikelola sendiri lebih menguntungkan," kata Ketua Umum Serikat Pekerja JICT Nova Sofyan Hakim.
Temuan baru soal perpanjangan konsesi ini langsung ditindaklanjuti oleh Pansus dengan meminta BPK melakukan audit investigasi khusus untuk soal ini. Pada akhir November, BPK menjanjikan audit itu kelar. Sejumlah pihak yang terkait dengan perpanjangan ini sudah dipanggil, termasuk Jaksa Agung Muhammad Prasetyo, yang memerintahkan Jaksa Agung Muda Perdata Tata Usaha Negara Noor Rochmad menerbitkan legal opinion atas perpanjangan yang diminta Lino, 21 November 2014. "Sepanjang Pelindo itu bekerja sama dengan pihak ketiga, ranah yang dikontrakkan bukan regulator, itu silakan. Tapi, kalau tidak, harus ada izin pemerintah," ujar Noor.
Lino membantah perpanjangan itu mencakup peningkatan nilai sewa JICT yang dipercepat tanpa menunggu berakhirnya perjanjian yang lama dengan total manfaat sampai US$ 486,5 juta atau ekuivalen dengan Rp 6,6 triliun. "Peraturan Menteri BUMN Nomor 13-MBU/09/2014 itu tidak mengharuskan tender untuk kerja sama dengan mitra terdahulu," katanya.
Menurut seorang politikus Senayan yang juga anggota Pansus, PDIP paling bersemangat agar "bidikan" Pansus lebih berfokus pada perpanjangan konsesi JICT. Masinton, kata dia, beberapa kali bergerilya mendatangi ruangan anggota Pansus yang berbeda fraksi agar mendukung Pansus membongkar tuntas perpanjangan JICT. "Dari tudingan penyimpangan di Pelindo, perpanjangan konsesi ini yang paling jelas menyeret Menteri Rini," ujarnya. Masinton dan partainya juga paling getol menyuarakan agar Presiden Joko Widodo mencopot Rini.
Dalam kasus konsesi ini, Rini menyetujui perpanjangan konsesi JICT. Persetujuan itu ia tuangkan dalam Surat Menteri BUMN ke Direksi PT Pelabuhan Indonesia II pada 9 Juni lalu. Izin tidak sejalan dengan surat Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, sebagai regulator pelabuhan, kepada Menteri BUMN agar semua perjanjian konsesi dengan pihak ketiga tidak diperpanjang demi kemandirian nasional. Belakangan, Rini juga mengirimkan surat tertanggal 29 Juni 2015 perihal masukan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Kepelabuhan. Intinya, Rini meminta Menteri Perhubungan menyederhanakan proses pemberian konsesi.
Melalui Kepala Bagian Komunikasi Publik Kementerian BUMN Teddy Poernama, Rini membantah tuduhan itu. Ketika mendampingi Presiden Joko Widodo di Bontang, Kalimantan Timur, Kamis pekan lalu, Rini enggan ditanyai soal Pansus Pelindo.
Masinton membantah anggapan bahwa Rini menjadi sasaran utama Pansus Pelindo. Target utamanya adalah pembenahan regulasi menyeluruh di sektor pelabuhan. "Meriam tidak mungkin menembak ayam," katanya. "Kalau dia kena, itu hanya serpihannya."
Anton Aprianto, Khairul Anam
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo